Puasa Intermiten Aman dan Bermanfaat bagi Penderita Diabetes Tipe 2
Puasa intermiten dengan jeda makan sepuluh jam secara konsisten dari hari ke hari terbukti bermanfaat.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Puasa intermiten, yaitu makan dengan batasan waktu, dapat membantu penderita diabetes tipe 2 menurunkan berat badan dan mengontrol kadar gula darahnya. Puasa intermiten dengan jeda makan sepuluh jam secara konsisten dari hari ke hari terbukti bisa meningkatkan suasana hati, tingkat energi, dan rasa lapar.
Studi tentang keamanan dan efektivitas puasa intermiten bagi penderita diabetes ini dilaporkan di JAMA Network Open oleh para peneliti di University of Illinois Chicago (UIC) pada 27 Oktober 2023. Sementara itu, manfaat puasa intermiten dengan jeda 10 jam bagi populasi umum dipresentasikan para peneliti dari King's College London pada Konferensi Nutrisi Eropa di Belgrad, Serbia, pada Selasa (11/11/2023).
Studi UIC melibatkan 75 peserta yang dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu mereka yang melakukan puasa intermiten, mereka yang mengurangi kalori, dan kelompok kontrol. Berat badan peserta, lingkar pinggang, kadar gula darah, dan indikator kesehatan lainnya diukur selama enam bulan.
Hasil studi menunjukkan, peserta yang makan hanya dengan jeda delapan jam, antara siang dan pukul 20.00 malam, setiap hari bisa mengurangi berat badan selama enam bulan dibandingkan peserta yang diinstruksikan untuk mengurangi asupan kalori sebesar 25 persen. Kedua kelompok mengalami penurunan kadar gula darah jangka panjang yang serupa berdasarkan tes HbA1c.
Penulis senior dalam riset tersebut, Krista Varady, mengatakan, peserta dalam kelompok puasa intermiten memiliki waktu yang lebih mudah untuk mengikuti aturan tersebut dibandingkan mereka yang berada dalam kelompok pengurangan kalori. Para peneliti percaya, pasien diabetes umumnya telah diminta dokter untuk mengurangi kalori. Namun, setelah mencoba, banyak dari mereka kesulitan menerapkannya.
Meskipun peserta dalam kelompok puasa intermiten tidak diinstruksikan untuk mengurangi asupan kalori, mereka akhirnya melakukannya dengan makan dalam jangka waktu yang tetap. ”Studi kami menunjukkan bahwa makan dengan batasan waktu (puasa intermiten) mungkin menjadi alternatif efektif terhadap diet tradisional bagi orang-orang yang tidak bisa melakukan diet tradisional atau kelelahan,” kata Varady. ”Bagi banyak orang yang mencoba menurunkan berat badan, menghitung waktu lebih mudah daripada menghitung kalori.”
Tidak ada efek samping serius yang dilaporkan selama enam bulan penelitian. Kejadian hipoglikemia (gula darah rendah) dan hiperglikemia (gula darah tinggi) antara kelompok diet dan kelompok kontrol tidak berbeda.
Bagi banyak orang yang mencoba menurunkan berat badan, menghitung waktu lebih mudah daripada menghitung kalori.
Saat ini, satu dari 10 penduduk Amerika Serikat mengidap diabetes dan jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi satu dari tiga pada tahun 2050 jika tren saat ini terus berlanjut. Oleh karena itu, menemukan lebih banyak pilihan untuk mengendalikan berat badan dan kadar gula darah untuk pasien ini sangatlah penting.
Meskipun temuan ini memberikan bukti yang menunjukkan bahwa makan dengan batasan waktu aman bagi penderita diabetes tipe 2, Varady mengatakan, penderita diabetes harus berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai diet semacam ini.
Jeda 10 jam
Sementara itu, riset para peneliti King’s College London menunjukkan, puasa intermiten dalam jangka waktu sepuluh jam terbukti bisa meningkatkan suasana hati, tingkat energi, dan rasa lapar. Manfaat lebih optimal didapatkan jika jeda waktu makan dilakukan konsisten dari hari ke hari.
Puasa intermiten sepuluh jam berarti membatasi jadwal makan harian menjadi sepuluh jam dan berpuasa selama 14 jam sisanya. Misalnya, jika Anda makan suapan pertama pada pukul 09.00 pagi, Anda harus makan suapan terakhir pada pukul 19.00 malam.
Meskipun beberapa pendukung puasa intermiten umumnya mempromosikan batas waktu makan yang dibatasi hanya enam jam, temuan terbaru ini menunjukkan bahwa makan dalam jangka waktu sepuluh jam masih memiliki manfaat kesehatan yang positif, seperti perubahan suasana hati, energi, dan rasa lapar.
Kajian ini juga menemukan, mereka yang konsisten dengan jendela waktu makannya menikmati manfaat lebih besar dibandingkan mereka yang memvariasikan jendela makannya dari hari ke hari.
”Ini adalah penelitian terbesar di luar klinik yang dikontrol ketat untuk menunjukkan bahwa puasa intermiten dapat meningkatkan kesehatan Anda di dunia nyata,” kata Sarah Berry dari King's College London.
Dalam kajian ini, sebanyak 37.545 orang di aplikasi ZOE Health menyelesaikan periode intervensi inti selama tiga minggu. Peserta diminta untuk makan seperti biasa pada minggu pertama dan kemudian mematuhi jendela makan sepuluh jam selama dua minggu berikutnya.
Lebih dari 36.231 peserta memilih minggu tambahan dan 27.371 pengguna diklasifikasikan sebagai sangat terlibat. Peserta yang memiliki keterlibatan tinggi adalah perempuan (78 persen) dengan usia rata-rata 60 tahun dan indeks massa tubuh (IMT) 25,6.
Peserta yang memiliki waktu makan lebih lama sebelum intervensi melihat manfaat yang lebih besar bagi kesehatan mereka. Kate Bermingham dari King’s College London mengatakan, ”Studi ini menambah semakin banyak bukti yang menunjukkan pentingnya cara Anda makan. Dampak kesehatan dari makanan bukan hanya apa yang Anda makan, tetapi juga waktu Anda makan.”
Temuan menunjukkan bahwa kita tidak perlu makan terus-menerus. Banyak orang akan merasa kenyang dan bahkan menurunkan berat badan jika mereka membatasi asupan makanan mereka dengan melakukan puasa intermiten dengan jeda sepuluh jam.