Oman Fathurahman, Pengkaji Naskah Kuno Diganjar Habibie Prize 2023
Penghargaan Habibie Prize 2023 diberikan kepada Guru Besar Filologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Oman Fathurahman.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Guru Besar Filologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Oman Fathurahman, menerima penghargaan Habibie Prize 2023 dalam bidang agama, filsafat, dan kebudayaan. Selama menjadi akademisi dan ilmuwan, Oman dikenal sebagai seorang pengkaji naskah kuno, terutama manuskrip Nusantara.
Pengumuman peraih Habibie Prize2023 disampaikandalam acara yang diselenggarakan di Gedung BJ Habibie, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta, Jumat (10/11/2023).
Turut hadir dalam acara tersebut antara lain Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, Ketua Pengurus Yayasan Sumber Daya Manusia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SDM Iptek) Wardiman Djojonegoro, Menteri Agama 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin, dan Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Andin Hadiyanto.
Penghargaan terhadap bidang filologi ini adalah investasi besar kita semua untuk penguatan kajian Manuskrip Nusantara di Indonesia.
Oman Fathurahman merupakan akademisi UIN Syarif Hidayatullah yang mencetuskan pengembangan bidang ilmu filologi plus di Indonesia. Bersama dengan timnya, pria yang meraih gelar doktor di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia tahun 2003 ini berinovasi melestarikan manuskrip Nusantara dengan alih media digital melalui Dreamsea Project.
Saat memberikan sambutan, Oman menyampaikan bahwa anugerah Habibie Prize 2023 bukan sebagai penghargaan pribadi. Namun, penghargaan ini merupakan sebuah pengakuan terhadap keilmuan filologi yang memiliki tujuan mulia, yakni menggali memori kolektif bangsa Indonesia melalui manuskrip kuno Nusantara.
”Penghargaan terhadap bidang filologi ini adalah investasi besar kita semua untuk penguatan kajian Manuskrip Nusantara di Indonesia. Yakinlah penghargaan ini memiliki pesan moral yang kuat bahwa manuskrip sebagai salah satu obyek pemajuan kebudayaan kita perlu diarusutamakan dalam pembangunan Indonesia di masa depan,” ujarnya.
Menurut Oman, visi Indonesia Emas 2045 tidak boleh melupakan kearifan lokal di dalam manuskrip. Sebab, catatan-catatan tentang segala hal yang dilakukan hari ini akan menjadi pengetahuan berharga bagi generasi Indonesia ratusan hingga ribuan tahun mendatang.
Oman menekankan bahwa kebudayaan adalah hasil cipta, karsa, dan karya manusia. Pembangunan yang tidak dilandaskan pada ingatan bersama tentang kemanusiaan akan tampak kering. Pembangunan semacam ini juga akan kehilangan nilai, jati diri, dan tidak jelas kemanfaatannya untuk siapa.
”Apalagi kebudayaan Indonesia yang tecermin dalam manuskrip kita sangat kental dengan nilai-nilai spiritualitas keagamaan yang telah melekat menjadi bagian tak terpisahkan dari jati diri bangsa Indonesia. Melalui penghargaan ini, saya melihat harapan bahwa filologi, manuskrip, dan kebudayaan akan semakin diperhatikan oleh publik,” ungkap pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat, pada 8 Agustus 1969 ini.
Laksana Tri Handoko menyebut bahwa Oman Fathurahman telah berjuang untuk menyelamatkan dan melakukan riset yang sangat mendalam terkait manuskrip Nusantara. Naskah kuno asli Indonesia ini perlu terus diselamatkan sehingga BRIN berupaya mengembalikan berbagai artefak, termasuk manuskrip yang ada di Belanda.
”Kami menganggap apa yang dikerjakan Prof Oman merupakan sesuatu yang sangat unik. Jarang sekali ada orang yang menggali kearifan lokal tetapi kemudian mengeksplorasi secara saintifik sehingga dikenal dunia,” katanya.
Penjaringan
Handoko mengatakan, Dewan Juri melakukan penilaian para calon peraih penghargaan ini berdasarkan penjaringan yang dilakukan sepanjang tahun. BRIN juga memberikan kebebasan kepada Dewan Juri untuk merekomendasikan para calon peraih Habibie Prize.
”Kami tidak akan menetapkan peraih Habibie Prize di luar yang direkomendasikan pada Dewan Juri. Sayangnya tahun ini memang ada dispute (perdebatan) untuk kandidat lain. Ini bukan karena kandidat tersebut tidak baik, melainkan memang ada ketidaksesuaian. Misalnya, untuk yang bersifat inovatif akan dimasukkan ke Indonesia Innovator Award,” katanya.
Sejak pertama kali diselenggarakan Yayasan SDM Iptek pada tahun 1999 sampai saat ini sudah terdapat 79 penerima Habibie Prize yang telah terpilih. Penghargaan ini awalnya bernama Habibie Award sebelum berganti menjadi Habibie Prize pada tahun 2020 dengan penyelenggaraan bersama BRIN dan dukungan dari LPDP.
Habibie Prize diberikan kepada individu yang dinilai sangat berjasa dalam penemuan, pengembangan, dan penyebarluasan berbagai kegiatan iptek dan inovasi, serta berkontribusi bagi masyarakat dan bangsa. Penghargaan ini sekaligus bertujuan untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan menginspirasi ilmuwan muda lainnya.
Tahun lalu, Habibie Prize 2022 diberikan kepada empat ilmuwan di bidang mikrobiologi laut dalam, kedokteran gigi, teknologi informasi, dan desain komunikasi visual. Empat ilmuwan tersebut adalah Ocky Karna Radjasa dari BRIN (bidang ilmu dasar); Ika Dewi Ana dari Universitas Gadjah Mada (bidang ilmu kedokteran dan bioteknologi); Riri Fitri Sari dari Universitas Indonesia (bidang ilmu rekayasa); serta Naufan Noordyanto dari ITS Surabaya (bidang ilmu filsafat, agama, dan kebudayaan).