Wapres Amin mengajak Indonesia belajar dari negara maju yang berhasil mengintegrasikan obat-obatan tradisional dalam sistem kesehatan. Apalagi, Indonesia memiliki ribuan spesies tanaman yang diketahui berkhasiat obat.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengajak semua pihak untuk memahami bahwa inovasi tidak hanya seputar penemuan teknologi canggih. Inovasi juga mencakup cara berpikir kreatif dalam memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki. Indonesia dapat belajar dari negara maju yang telah berhasil mengintegrasikan obat-obatan tradisional ke dalam sistem kesehatan mereka.
”Indonesia kaya akan tanaman obat tradisional. Ribuan spesies tanaman yang tumbuh di negeri kita diketahui memiliki khasiat obat meski baru sebagian kecil yang digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional, seperti temulawak, jintan, kapulaga, dan bunga lawang,” kata Wapres Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan pada pembukaan Pameran Inovasi dan Teknologi Transformasi Kesehatan dalam Rangka Hari Kesehatan Nasional Ke-59 di Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Ribuan spesies tanaman yang tumbuh di negeri kita diketahui memiliki khasiat obat meski baru sebagian kecil yang digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional.
Pada kesempatan tersebut, Wapres Amin mengajak untuk memberdayakan pengetahuan tradisional dan warisan budaya demi menghasilkan kemaslahatan seluas-luasnya bagi kesehatan umat. ”Saya menyambut gembira, dalam acara ini, temulawak dinobatkan sebagai tanaman obat unggulan Indonesia. Semoga ini menjadi langkah yang baik untuk mendukung pencapaian kemandirian industri farmasi dalam negeri,” ujarnya.
Wapres Amin juga meminta agar memperhatikan dan menjaga mutu, keamanan, serta pengawasan produk dari temulawak agar aman dikonsumsi masyarakat. ”Terhadap obat-obat tradisional khas Indonesia yang sudah terstandar dan diakui sebagai produk bermutu, agar terus dipromosikan dan didorong sehingga mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain,” katanya.
Mengawali sambutannya, Wapres Amin menuturkan, setiap negara di dunia menghadapi tantangan yang kompleks dan beragam di bidang kesehatan. Pandemi Covid-19 semakin menguak keterbatasan kapasitas dan kelemahan dalam tata kelola sistem kesehatan nasional.
Tekanan dan ujian untuk mencapai resiliensi kesehatan tersebut menjadi semakin berat, apalagi dengan dihadapkan pada pertumbuhan populasi, urbanisasi yang pesat, perubahan iklim, dan ancaman jenis penyakit baru. Terlebih dalam sistem kesehatan yang belum terbiasa dengan budaya inovasi dan belum terpadu dengan teknologi kesehatan.
”Sebagai negara besar yang dikaruniai Allah SWT dengan keberlimpahan sumber daya alam dan manusia, kita harus mengencangkan ikhtiar dalam inovasi dan penguasaan teknologi. (Hal ini) supaya bangsa kita tidak tertinggal dalam berbagai bidang pembangunan, termasuk di bidang kesehatan,” katanya.
Menurut Wapres Amin, kita harus sungguh-sungguh menyadari bahwa inovasi dan teknologi kesehatan adalah wajah peradaban masa depan. Inovasi dan teknologi kesehatan akan menjawab kebutuhan masyarakat modern akan layanan kesehatan yang solutif, praktis, cepat, mudah, dan terjangkau.
”Inovasi harus menjadi urat nadi transformasi kesehatan yang tengah kita jalankan,” ujarnya.
Inovasi akan tumbuh dalam ekosistem kesehatan yang memiliki keinginan untuk berubah. Oleh sebab itu, Wapres Amin mengajak semua untuk bekerja sama melakukan perbaikan inovatif dalam sistem dan layanan kesehatan kita.
”Jangan sampai sistem kesehatan kita gagal memenuhi kebutuhan masyarakat dan kalah dalam persaingan global. Simbiosis antara inovasi, teknologi, dan kesehatan akan melahirkan prinsip penting dalam pelayanan kesehatan, yaitu efisiensi,” tutur Wapres Amin.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam laporannya menuturkan, acara kali ini berkaitan dengan transformasi kesehatan secara keseluruhan. ”Kita memiliki enam pilar transformasi, dan pilar ketiganya adalah transformasi ketahanan sistem kesehatan,” ujarnya.
Pada masa pandemi Covid-19 terlihat bahwa daya tahan sistem kesehatan Indonesia lemah, khususnya di bidang obat-obatan dan vaksin. Saat itu semua negara melakukan lockdown, dan Indonesia tidak dapat memiliki akses ke obat-obatan dan vaksin yang sangat dibutuhkan 270 juta masyarakat.
”Oleh karena itu, ke depannya kita ingin mengubah agar sistem ketahanan kita, terutama yang berkaitan dengan obat-obatan, vaksin, atau alat-alat kesehatan esensial yang dibutuhkan masyarakat, dapat diproduksi di dalam negeri. Kalau terjadi lagi pandemi yang mengharuskan lockdown, kita tidak usah hidupnya tergantung ke negara lain,” kata Budi.