Konsumsi Garam Berlebih Berisiko Terkena Diabetes Tipe 2
Risiko orang yang selalu menggunakan garam dalam makanannya untuk terjangkit diabetes tipe 2 adalah sebesar 39 persen.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsumsi garam berlebihan bisa meningkatkan risiko seseorang terjangkit penyakit diabetes tipe 2. Meningkatnya prevalensi global diabetes tipe 2 menjadi masalah kesehatan yang signifikan dan penyebab utama kematian. Setiap tahun, lebih dari 1 juta kematian disebabkan diabetes.
Pada diabetes tipe 2, tubuh masih mampu memproduksi insulin, tetapi insulin tersebut tidak dapat bekerja dengan baik atau bahkan menolak insulin. Gejalanya berupa rasa haus meningkat, sering buang air kecil, lapar, lelah, dan penglihatan kabur. Namun, pada beberapa kasus, gejala tidak dirasakan.
Penelitian terbaru dari Universitas Tulane, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa dengan mengurangi asupan garam dapat membantu mencegah timbulnya diabetes tipe 2 (T2D) pada tubuh. Penelitian yang diterbitkan 1 November di Mayo Clinic Proceedings ini merupakan penelitian pertama yang menyelidiki hubungan antara konsumsi garam dalam makanan dan risiko diabetes tipe 2.
Penelitian ini tidak menganjurkan orang untuk sepenuhnya tidak mengonsumsi garam.
”Kita sudah tahu bahwa membatasi garam dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan hipertensi, tetapi penelitian ini menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa tidak mengonsumsi garam juga dapat membantu mencegah diabetes tipe 2,” kata Dokter Lu Qi, Direktur Pusat Penelitian Obesitas dari Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Pengobatan Tropis di Universitas Tulane, dikutip dari Healthline, Rabu (8/11/2023).
Mereka meneliti asupan garam pada lebih dari 400.000 orang dewasa yang terdaftar di Biobank Inggris selama hampir 12 tahun. Hasilnya, lebih dari 13.000 peserta yang rutin mengonsumsi garam menderita diabetes tipe 2 indeks massa tubuh mereka juga menjadi lebih tinggi.
Jika dipersentase, kemungkinan orang yang selalu menggunakan garam dalam makanannya untuk terjangkit diabetes tipe 2 adalah 39 persen, mereka yang kadang-kadang mengonsumsi garam kemungkinannya 20 persen, dan yang tidak pernah sama sekali kemungkinannya 13 persen.
Kelsey Costa, ahli diet dan konsultan nutrisi, menjelaskan, dampak dari konsumsi garam berlebih, antara lain, kenaikan berat badan dan tekanan darah, metabolisme tubuh menurun, serta peradangan. Asupan garam berlebih biasanya terkait dengan kebiasaan makan yang buruk.
Selain itu, asupan garam berlebih juga dapat mengganggu keseimbangan bakteri usus, menyebabkan peradangan usus. Semua berkontribusi pada resistensi insulin dan meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2.
”Peradangan dapat merusak sel dan jaringan dalam tubuh, menyebabkan resistensi insulin dan gangguan metabolisme glukosa,” ucap Kelsey.
Meski begitu, penelitian ini tidak menganjurkan orang untuk sepenuhnya tidak mengonsumsi garam. Sebab, tubuh manusia membutuhkan natrium untuk menjaga keseimbangan cairan, mengirimkan sinyal saraf, serta membantu otot berkontraksi dan rileks.
Belakangan ada garam yang diklaim sebagai garam sehat, seperti garam Himalaya yang berwarna merah muda, karena mengandung mineral, seperti magnesium dan potasium. Namun, garam yang ”lebih sehat” pun tetap mengandung natrium. Oleh karena itu, disiplin masyarakat untuk menakar asupan garam perlu diperkuat.
Pedoman Diet Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) 2020–2025 merekomendasikan batasan asupan natrium harian orang dewasa kurang dari 2,3 gram. Asosiasi Jantung Amerika (AHA) juga merekomendasi hal serupa, dengan tambahan catatan bagi orang dewasa penderita hipertensi untuk mengurangi asupan garam hingga 1,5 gram setiap hari.
Sementara batas konsumsi gula, garam, dan lemak yang disarankan oleh Kementerian Kesehatan RI per orang per hari adalah 50 gram (4 sendok makan) gula, 2 gram natrium/sodium atau 5 gram garam (1 sendok teh), dan untuk lemak hanya 67 gram (5 sendok makan minyak). Penetapan batasan konsumsi tersebut telah tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013.
Realitasnya, Kemenkes mencatat, 53,5 persen masyarakat mengonsumsi garam lebih dari 2 gram per hari. Berdasarkan data Survei Diet Total 2014, prevalensi konsumsi garam paling tinggi di Indonesia pada masyarakat di Nusa Tenggara Barat, yakni 66,8 persen. Selain itu, konsumsi garam yang tinggi juga dilaporkan di Kepulauan Bangka Belitung (66,4 persen), DKI Jakarta (66,1 persen), Sulawesi Tenggara (62 persen), Sumatera Selatan (60,5 persen), dan Sumatera Barat (60,1 persen).