Biaya Manfaat Naik Rp 30 Triliun, Antisipasi Risiko Defisit
Potensi defisit JKN-KIS bisa terjadi kembali seiring kenaikan tarif INA-CBGs, kapitasi, serta bertambahnya layanan yang ditanggung.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Defisit dana program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat berpotensi kembali terjadi. Potensi defisit ini seiring dengan semakin banyaknya peserta yang memanfaatkan layanan dalam program tersebut. Inovasi pembiayaan perlu segera disiapkan untuk menekan besaran defisit.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menuturkan, manfaat yang ditanggung dalam program JKN-KIS semakin luas. Tarif Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs) serta kapitasi dalam layanan yang ditanggung dalam program tersebut juga telah meningkat. Hal itu dapat berdampak pada kondisi keuangan yang dikelola.
”Mekanisme pembiayaan perlu disiapkan. Jika tidak, potensi defisit bisa kembali terjadi pada 2025,” kata Timboel, saat dihubungi, Kamis (2/11/2023), .
Tarif INA CBGs merupakan tarif yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada rumah sakit dengan sistem paket berdasarkan jenis penyakit. Adapun dana kapitasi adalah pembayaran yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar.
Mekanisme pembiayaan perlu disiapkan. Jika tidak, potensi defisit bisa kembali terjadi pada 2025.
Timboel mengatakan, sejumlah mekanisme bisa dilakukan untuk menekan besaran defisit yang terjadi dalam program JKN-KIS. Mekanisme pertama dengan menaikkan tarif iuran peserta. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, tarif iuran peserta perlu dilakukan penyesuaian setiap dua tahun sekali. Penyesuaian tarif iuran melalui kenaikan tarif terakhir dilakukan pada 2020.
”Saya mendorong setidaknya pada 2024 iuran bisa naik. Sebab, biaya INA-CBGs dan kapitasi sudah naik. Layanan Covid-19 sekarang juga sudah dijamin dalam JKN. Belum lagi manfaat layanan preventif yang juga naik yang ditanggung program JKN,” tuturnya.
Selain melalui kenaikan tarif iuran, Timboel menambahkan, mekanisme berikutnya bisa dilakukan dengan memanfaatkan potensi urun biaya (cost sharing). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 51/2018 tentang Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan telah diatur mengenai potensi urun biaya dalam program JKN-KIS.
Akan tetapi, kriteria serta jenis pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan urun biaya belum ditetapkan. Implementasi dari urun biaya dalam tarif layanan program JKN-KIS pun belum bisa diimplementasikan hingga saat ini.
”Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan harus memastikan kriteria urun biaya dan penyakit-penyakit yang bisa urun biaya. Dengan begitu, mekanisme urun biaya bisa dilakukan. Urun biaya ini juga sudah diatur dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional,” ujar Timboel.
Defisit
Potensi defisit dalam program Jaminan Kesehatan Nasional dapat diproyeksi dari hitungan tren iuran per kapita dan manfaat per kapita yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Biaya manfaat per kapita yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan dilaporkan terus meningkat sejak 2020. Sementara itu, jumlah iuran per kapita cenderung stagnan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan, beban biaya manfaat jaminan pelayanan kesehatan yang dibayarkan BPJS Kesehatan terus meningkat. Pada 2021 tercatat, beban manfaat yang dibayarkan dalam program JKN untuk fasilitas kesehatan, baik fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL), sebesar Rp 90,3 triliun. Jumlah itu meningkat menjadi Rp 113,4 triliun pada 2022.
”Pada 2023 ini diproyeksi terjadi kenaikan lagi menjadi Rp 147-Rp 148 triliun. Jadi, ada kenaikan sekitar Rp 30 triliun. Kenaikan ini terjadi, selain karena kenaikan tarif INA-CBGs dan kapitasi serta biaya Covid-19, lebih banyak karena utilisasi masyarakat yang semakin meningkat,” tutur Ali, saat ditemui dalam kegiatan Lokakarya Media BPJS Kesehatan di Martapura, Kalimantan Selatan, Rabu (1/11/2023).
Sejumlah opsi telah dibahas untuk mengantisipasi terjadinya defisit dalam program JKN-KIS. Meski begitu, keputusan belum disampaikan pemerintah. Menurut Ghufron, keputusan menaikkan tarif iuran dinilai cukup berat. Penolakan di masyarakat akan besar jika tarif iuran dinaikkan.
Sementara itu, opsi dengan melakukan urun biaya dapat dipertimbangkan. Mengacu pada penerapan di banyak negara, urun biaya dapat dilakukan. ”Belum ada keputusan untuk ini. Namun, jika kita pakai cost sharing, selain bisa dapat uang tambahan, lebih penting orang ke fasilitas kesehatan itu diharapkan betul-betul perlu. Karena, meski sedikit, ia harus tetap bayar sebagai kendali manfaat,” kata Ghufron.