Indonesia memiliki sekitar 718 bahasa daerah yang kondisinya semakin terancam punah. Bahasa Sunda, misalnya, penuturnya kini berkurang 2 juta dari total 48 juta orang.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Bahasa daerah terus-menerus mengalami kemunduran. Para penuturnya berguguran dan masyarakat sudah tidak lagi menggunakannya dalam bertutur sehari-hari. Pemerintah diharapkan lebih memperhatikan para penutur bahasa-bahasa daerah agar peradaban bangsa yang terkandung dalam khazanah bahasa dan sastra tidak hilang.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa atau Badan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Endang Aminudin Aziz mengatakan, Indonesia saat ini memiliki sekitar 718 bahasa daerah. Namun, kondisinya terancam punah karena penutur sejati yang tak lagi menggunakan dan mewariskannya ke generasi berikutnya.
"Bahkan untuk bahasa daerah yang sangat besar jumlahnya seperti bahasa Jawa itu penurunannya cukup besar. Bahasa Sunda juga dalam 10 tahun terakhir, 2 juta dari 48 juta penuturnya hilang," kata Amin dalam Konferensi Dwitahunan Bahasa dan Sastra Internasional (BCLL) 2023 di Kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Oleh sebab itu, Badan Bahasa melakukan revitalisasi sebanyak 38 bahasa daerah yang berasal dari 12 provinsi. Mulai dari Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Revitalisasi bahasa ini melibatkan 1.491 komunitas atau pegiat dengan melibatkan keluarga para maestro dan pegiat perlindungan bahasa. Selain itu, melibatkan pula 1.563.720 siswa dari 15.236 sekolah, 29.370 guru, 17.955 kepala sekolah, dan 1.175 pengawas.
Strategi Badan Bahasa merevitalisasi bahasa daerah dimulai dengan membudayakan lagi bertutur dengan bahasa daerah dalam keseharian masyarakat. Kemendikbudristek juga akan melatih para guru utama serta guru-guru bahasa daerah; mengadopsi prinsip fleksibilitas, inovatif, kreatif, dan menyenangkan yang berpusat kepada siswa; mengadaptasi model pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing; serta membangun kreativitas melalui bengkel bahasa dan sastra.
Indonesia saat ini memiliki sekitar 718 bahasa daerah. Namun, kondisinya terancam punah karena penutur sejati yang tak lagi menggunakan dan mewariskannya ke generasi berikutnya.
Prinsip dari program revitalisasi bahasa daerah ini adalah dinamis, adaptif, regenerasi, dan merdeka berkreasi dalam penggunaan bahasanya. Dinamis yang berorientasi pada pengembangan dan bukan sekedar memproteksi bahasa, adaptif dengan situasi lingkungan sekolah dan masyarakat tuturnya, regenerasi dengan fokus pada penutur muda di tingkat sekolah dasar dan menengah, serta merdeka berkreasi dalam penggunaan bahasanya.
"Oleh karena itu, kami di badan bahasa melakukan revitalisasi bahasa daerah sejak 2021 dengan maksud untuk menghidupkan kembali," ucap Amin.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko mengatakan, melalui BCLL 2023 ini para peneliti BRIN yang berada di dalam Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra harus turut berkontribusi dalam merevitalisasi bahasa daerah. Konferensi yang digelar tiga hari di Jakarta ini akan mempertemukan para periset di bidang arkeologi, bahasa, sastra, serta keagamaan dan budaya.
Mereka akan membahas berbagai temuan, terobosan, dan ilmu pengetahuan dari berbagai penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi penyelenggaraan riset tentang keragaman budaya peradaban Nusantara sebagai jati diri bangsa. Konferensi ini menyajikan 255 artikel dari 451 abstraksi yang mencakup berbagai tema; bahasa dan sastra, manuskrip, literasi, dan tradisi lisan; bahasa dan gerakan literasi; serta sejarah keagamaan.
"Selama ini banyak yang merasa urusan arkeologi, bahasa, dan sastra, tidak dianggap penting. Saya pastikan, setelah ada BRIN ini tidak akan terjadi lagi. Ini adalah masa depan kita," kata Laksana.
Menurut dia, bahasa dan sastra bisa diinovasikan ke dalam budaya populer saat ini. Misalnya dengan memasukkan bahasa Indonesia yang baik dan benar ke dalam sistem gim daring, termasuk mengaplikasikan karakter dan kebudayaan lokal di dalamnya.
Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN pada 2023 tengah mengembangkan dua rumah program Peradaban Nusantara dan Identitas Kebangsaan guna menampung seluruh ide kreatif para periset untuk mengungkap sejarah dan dinamika peradaban Nusantara serta Identitas Kebangsaan dengan tema khusus berbasis lokus kegiatan riset di Ibu Kota Negara (IKN) dan Indonesia bagian Timur (Nusa Tenggara, Maluku, Papua).
Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN Herry Jogaswara, menjelaskan, Rumah Program Peradaban Nusantara berfokus pada kegiatan rekonstruksi ragam capaian leluhur bangsa dalam sejarah perkembangan perkembangan peradaban Nusantara untuk memperkuat pemahaman tentang akar keindonesiaan.
Sementara, Rumah Program Identitas Kebangsaan difokuskan pada pengumpulan data identitas kebangsaan berbasis keragaman budaya di Indonesia, terutama keragaman dari arkeologi, bahasa, dan sastra sehingga dapat menghasilkan model manifestasi keragaman identitas kebangsaan.
"Bahasa sastra itu harus menjadi rujukan untuk riset bahasa sastra karena berasal dari kampungnya, tidak perlu lagi merujuk orang dari luar sana terkait bahasa karena teman-teman lebih kuat," kata Harry.
Rekomendasi KBI XII
Sebelumnya, Kongres Bahasa Indonesia ke-XII yang digelar Badan Bahasa pada 25-28 Oktober 2023 juga telah mengeluarkan empat rekomendasi. Rekomendasi pertama, perlu ditetapkan rencana induk dan peta jalan pemajuan dan pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia serta ditetapkannya rencana induk dan peta jalan internasionalisasi bahasa dan sastra Indonesia.
Kemudian, ditetapkannya undang-undang bahasa daerah untuk menjamin pewarisan dan pelestarian bahasa dan sastra daerah melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, serta rencana induk dan peta jalan pemajuan pembelajaran bahasa dan sastra asing melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Terakhir, KBI XII merekomendasikan ditetapkannya rencana induk dan peta jalan terpadu gerakan literasi yang dikembangkan sesuai dengan kemajuan zaman dan keilmuan literasi melalui pelibatan berbagai pemangku kepentingan untuk meningkatkan kecakapan literasi seluruh lapisan masyarakat; dan ditetapkannya model pengukuran indeks literasi masyarakat, baik pada jalur formal, nonformal, maupun informal.