Rakornas KPAI merekomendasikan optimalisasi pemenuhan hak anak untuk mengentaskan tengkes.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga kini data terkait dengan tengkes (stunting) di daerah-daaerah yang prevalensinya tinggi masih menjadi persoalan. Meskipun sudah ada regulasi di setiap daerah, program dan anggaran untuk penurunan tengkes belum optimal dan tepat sasaran.
Karena itulah, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Klaster Pemenuhan Hak Anak Ekspos Hasil Pengawasan KPAI Tahun 2023, Selasa (31/10/2023). Hasil kegiatan ini merekomendasikan sejumlah langkah yang perlu dilakukan pemerintah dan pemangku kebijakan baik di pusat maupun daerah.
”Salah satu rekomendasi yang penting mendapat perhatian semua pihak adalah konvergensi data stunting, yang merupakan upaya untuk mengintegrasikan berbagai program dan layanan pencegahan stunting. Harapannya, dengan konvergensi data, akses layanan atau intervensi yang diperlukan untuk penanganan stunting terintegrasi,” ujar Jasra Putra, Wakil Ketua KPAI yang juga penanggung jawab kluster kesehatan dan kesejahteraan di KPAI, Rabu (1/11/2023).
Remaja-remaja kita, calon pengantin, banyak yang menderita anemia. Kita perlu ada waktu untuk melakukan koreksi agar mereka calon pengantin setidaknya tidak anemia.
KPAI merekomendasikan agar konvergensi data tengkes dilakukan dengan intervensi di tingkat desa atau kecamatan. Hal ini agar program ini bisa berjalan secara efektif melalui intervensi spesifik dan sensitif.
Untuk mencapai konvergensi data tengkes, KPAI merekomendasikan beberapa hal yang dapat dilakukan. Sejumlah hal tersebut antara lain analisis situasi dan pemetaan program untuk mengetahui realitas data stunting serta program terkait stunting yang sudah ada atau belum ada di daerah tersebut.
Organisasi perangkat daerah (OPD) perlu saling berbagi data sehingga menjadi satu data intervensi, serta melakukan pemetaan terkait. Hal lainnya, mengidentifikasi program yang dibutuhkan terkait tengkes agar tidak terjadi tumpang tindih antarprogram.
OPD di berbagai daerah hendaknya menyediakan data primer pencegahan tengkes yang meliputi data kondisi penyedia layanan dan data sasaran, serta memfasilitasi aksi konvergensi penurunan tengkes di tingkat desa. ”Dalam melakukan konvergensi data stunting, penting untuk memperhatikan data strategis daerah dan transparansi anggaran,” kata Jasra.
Terkait dengan penurunan tengkes, KPAI juga merekomendasikan agar konsistensi dan komitmen kebijakan untuk remaja putri, ibu hamil, dan bayi lima tahun menjadi fokus perhatian atas pemenuhan hak kesehatan. Selain itu, penting juga memastikan alokasi anggaran yang tepat sasaran bagi keluarga yang memiliki tengkes dan berisiko tengkes.
Rekomendasi tersebut disampaikan pada rakornas yang mengusung tema ”Optimalisasi Pemenuhan Hak Anak dalam Menuju Indonesia Layak Anak” yang dihadiri Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Ketua KPAI Ai Maryati Solihah, dan komisioner KPAI lainnya, yakni Aris Adi Leksono, Margaret Aliyatul Maimunan, Kawiyan, Diyah Puspitarini, dan perwakilan dari kementerian/lembaga terkait.
Pengawasan lapangan
Sebelum rakornas, KPAI pada periode 15 Maret-15 Mei 2023 mengawasi implementasi program percepatan penurunan tengkes di tiga daerah yang memiliki data survei status gizi Indonesia (SSGI) cukup tinggi terkait kasus tengkes. Ketiga daerah itu ialah Kabupaten Pasaman Barat (Sumatera Barat), Kabupaten Brebes (Jawa Tengah), dan Kabupaten Lombok Tengah (Nusa Tenggara Barat).
Dari pantauan di lapangan ditemukan, meskipun di beberapa daerah diterbitkan peraturan atau kebijakan mengenai percepatan penurunan tengkes, realisasi anggaran masih rendah dan sulit direalisasikan. Selain itu, beberapa daerah masih kekurangan sarana dan prasarana, seperti alat antropometri, dan aplikasi Elsimil.
KPAI mendesak pemerintah daerah hingga tingkat pemerintah desa untuk menyediakan rumah layak huni bagi keluarga tengkes serta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui ketersediaan air bersih yang layak konsumsi dan sanitasi yang layak. Perlu dipastikan juga lingkungan tempat tinggal tidak tercemar kotoran hewan, sampah, dan limbah industri.
Muhajir Effendi dalam pengarahannya pada Selasa petang mengutarakan, tengkes terkait erat dengan perkawinan anak. Karena itu, dia meminta para orangtua agar tidak memaksakan anak-anaknya untuk menikah di bawah umur.
”Isu utama stunting sebetulnya adalah isu ibu. Karena itu, pemerintah sudah mendistribusikan antropometri di posyandu dan ultrasonografi di seluruh puskesmas. Mereka harus punya agar ibu-ibu hamil terpantau kondisi rahimnya. Akhir tahun ini semua puskesmas harus punya USG,” kata Muhadjir.
Menko PMK juga mengingatkan agar mewaspadai penyakit anemia kronis, kekurangan darah yang berkepanjangan pada anak perempuan. Sebab, salah satu penyebab janin yang tidak bagus adalah anemia kronis. Ia mengajak semua pihak untuk gencar mempromosikan pada perempuan remaja soal mencegah terjadinya tengkes.
Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Irma Ardian menyampaikan apresiasi kepada KPAI yang melakukan pengawasan dan menyampaikan rekomendasi terkait penanganan dan penurunan tengkes. Ia menegaskan, tengkes merupakan isu prioritas menuju Indonesia Emas 2045. Karena itu, intervensi dilakukan mulai dari hulu, kepada calon pengantin.
”Kita tahu remaja-remaja kita, calon pengantin, banyak yang menderita anemia. Kita perlu ada waktu untuk melakukan koreksi agar mereka calon pengantin setidaknya tidak anemia,” ujarnya.
Ia pun mengatakan rantai tengkes dapat dicegah dan dihentikan pada 1000 hari pertama kehamilan.