Kurangi Emisi demi Melindungi Hutan Belantara Tersisa
Tanpa perlindungan, hutan belantara dengan keanekaragaman hayati dan nilai budayanya terancam hilang secara permanen.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan iklim membuat bumi semakin panas sehingga lahan pertanian menjadi kurang produktif. Hal ini meningkatkan risiko ekspansi pertanian ke kawasan hutan. Umat manusia harus mengurangi emisi karbon demi melindungi hutan belantara yang tersisa.
Studi terbaru di University of Exeter, Inggris, menyebutkan, ekspansi pertanian menjadi penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati daratan secara global. Studi itu memproyeksikan 2,7 juta kilometer persegi lahan di dalam hutan belantara akan menjadi lahan baru pertanian dalam 40 tahun ke depan.
Penelitian ini menilai kesesuaian iklim di masa depan untuk lebih dari 1.700 varietas tanaman. Studi yang dipublikasikan di jurnal Current Biology pada Oktober 2023 tersebut memproyeksikan bahwa variasi tanaman yang dapat ditanam akan berkurang pada 72 persen lahan yang saat ini dapat ditanami di seluruh dunia.
”Hanya beberapa wilayah di planet kita yang masih relatif tidak tersentuh oleh pengaruh manusia. Dengan memanaskan bumi, kita secara bersamaan membuat lahan pertanian menjadi kurang produktif dan membuka peluang lahan pertanian baru,” ujar Profesor Ilya Maclean dari Environment and Sustainability Institute di University of Exeter dilansir dari Sciencedaily.com, Minggu (22/10/2023).
Maclean mengatakan, tanpa perlindungan berarti, kawasan hutan belantara yang berharga dengan keanekaragaman hayati dan nilai budayanya terancam hilang secara permanen. Ekspansi pertanian patut diantisipasi mengingat produksi pangan diprediksi akan meningkat demi memenuhi kebutuhan populasi manusia yang terus bertambah.
Oleh sebab itu, penggunaan lahan pertanian juga harus lebih efisien. Dengan begitu, produksi pangan bisa ditingkatkan tanpa harus membuka lahan pertanian baru yang merambah kawasan hutan.
Tekanan pertanian yang muncul di kawasan hutan belantara menjadi isu penting mengingat banyak hewan liar berada di wilayah tersebut.
”Untuk melindungi hutan belantara yang tersisa, kita harus segera mengurangi emisi gas rumah kaca,” kata peneliti lainnya, Alexandra Gardner.
Tekanan pertanian yang muncul di kawasan hutan belantara menjadi isu penting mengingat banyak hewan liar berada di wilayah tersebut. Kawasan ini juga tidak terhindar dari perubahan iklim akibat pemanasan global.
Kemungkinan tumpang tindih antara kawasan hutan dan lahan pertanian semakin besar di masa depan. Hal ini berpotensi mengancam keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.
”Kita bisa memberi makan populasi yang lebih besar melalui lahan pertanian yang sudah kita miliki. Namun, kita perlu meningkatkan efisiensi penanaman, menanam tanaman yang tepat untuk kondisi tersebut, mengurangi konsumsi daging yang tidak efisien dan menghasilkan emisi tinggi, dan mengurangi limbah makanan,” kata Gardner.
Peningkatan lahan yang berpotensi untuk ditanami di kawasan hutan belantara terutama terjadi di belahan bumi utara. Tanpa perlindungan, keutuhan kawasan-kawasan berharga ini bisa hilang secara permanen.