Salah satu konsekuensi paling nyata dari pemanasan global adalah peningkatan suhu di seluruh dunia. Menurut NOAA, suhu global rata-rata meningkat 0,8 derajat celsius dalam 100 tahun terakhir.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
AFP/MUNIR UZ ZAMAN
Foto udara menggambarkan rumah-rumah di desa yang terendam terlihat di Savar, Bangladesh, Agustus 2021.
PITTSBURGH, MINGGU — Dampak pemanasan global yang turut disebabkan aktivitas manusia semakin nyata dirasakan. Kenaikan suhu rata-rata global telah mengubah pola cuaca. Hal ini memicu terjadinya cuaca ekstrem.
Salah satu konsekuensi paling nyata dari pemanasan global adalah peningkatan suhu di seluruh dunia. Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), suhu global rata-rata meningkat 0,8 derajat celsius dalam 100 tahun terakhir.
”Kita dapat mengamati ini terjadi secara nyata di banyak tempat. Es mencair di lapisan es kutub dan gletser gunung. Danau di seluruh dunia memanas dengan cepat. Hewan mengubah pola migrasi dan tumbuhan mengubah waktu aktivitasnya,” ujar profesor geologi dan ilmu lingkungan di University of Pittsburgh, Amerika Serikat, Josef Werne, dilansir dari Livescience.com, Minggu (29/1/2023).
Rata-rata badai cenderung menjadi lebih intens di dunia yang memanas.
Efek pemanasan global dapat dilihat dan dirasakan di seluruh bumi. Pemanasan permukaan bumi, lautan, dan atmosfer disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama pembakaran bahan bakar fosil, yang melepaskan karbon dioksida (CO2), metana, dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfer.
KOMPAS/B JOSIE SUSILO HARDIANTO
Tutupan es yang membentang di pelataran Puncak Jaya, Papua, akhir November 2011. Lapisan es di puncak tropis ini diprediksi terus mencair dan menghilang seiring pemanasan global.
Konsekuensi langsung dari pemanasan global adalah cuaca ekstrem. Paradoksnya, efek perubahan iklim bisa menjadikan musim dingin yang lebih dingin dari biasanya di beberapa daerah.
Perubahan iklim dapat menyebabkan aliran jet kutub—batas antara udara kutub utara yang dingin dan udara khatulistiwa yang hangat—bermigrasi ke selatan serta membawa udara Arktik yang dingin. ”Inilah sebabnya beberapa negara bagian dapat tiba-tiba mengalami cuaca dingin atau musim dingin yang lebih dingin dari biasanya, bahkan selama tren pemanasan global jangka panjang,” kata Werne.
Menurut NOAA, rata-rata badai cenderung menjadi lebih intens di dunia yang memanas. Sebagian besar pemodelan menunjukkan frekuensi badai akan tetap sama (atau bahkan berkurang), tetapi badai yang terbentuk akan memiliki kapasitas menurunkan lebih banyak hujan karena udara yang lebih hangat menyimpan lebih banyak kelembaban.
”Bahkan, jika menjadi lebih jarang secara global, badai masih bisa menjadi lebih sering di beberapa daerah tertentu,” ujar Adam Sobel, ilmuwan atmosfer dan penulis buku Storm Surge: Hurricane Sandy, Our Changing Climate, and Extreme Weather of the Past and Future.
NASA/KATHRYN HANSEN
Es laut mencair di Samudra Arktik.
Salah satu efek paling dramatis dari pemanasan global adalah berkurangnya es Samudra Arktik. Es laut mencapai rekor terendah pada musim gugur dan musim dingin tahun 2015 dan 2016.
Retret glasial juga merupakan efek nyata dari pemanasan global. Hanya terdapat 25 gletser yang lebih besar dari 25 hektar yang sekarang ditemukan di Taman Nasional Gletser Montana, AS, tempat sekitar 150 gletser pernah ditemukan.
Tren serupa terlihat di daerah glasial di seluruh dunia. Menurut sebuah studi di jurnal Nature Geoscience pada 2016, ada kemungkinan 99 persen kemunduran yang cepat ini disebabkan oleh perubahan iklim yang disebabkan aktivitas manusia.
Dampak perubahan iklim tidak hanya menyebabkan kerusakan pada alam, tetapi juga terhadap manusia. Perubahan cuaca akan memengaruhi sistem pertanian. Efek gabungan dari kekeringan, cuaca buruk, jumlah dan keanekaragaman hama yang lebih banyak, dan hilangnya lahan subur dapat menyebabkan gagal panen yang parah.