Satu Kasus Baru Cacar Monyet Terkonfirmasi di Jakarta
Satu kasus baru cacar monyet (Mpox) terkonfirmasi di DKI Jakarta. Penyelidikan epidemiologi masih dilakukan pada kontak erat kasus tersebut.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Satu kasus baru Mpox atau disebut cacar monyet kembali dilaporkan di Indonesia. Sekalipun Organisasi Kesehatan Dunia telah mencabut status kedaruratan penyakit tersebut, kewaspadaan masih diperlukan, terutama dalam pengendalian dan pencegahan penularan di masyarakat.
Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Achmad Farchanny Tri Adryanto dihubungi di Jakarta, Selasa (17/10/2023), menuturkan, satu kasus baru Mpox yang dilaporkan terdapat di DKI Jakarta. Penyelidikan epidemiologi lanjutan masih dilakukan untuk menelusuri kontak erat pasien tersebut. ”Untuk kondisi pasien sendiri keadaannya baik dan masih dalam perawatan,” ujarnya.
Satu kasus yang dilaporkan di DKI Jakarta tersebut diketahui tidak memiliki riwayat perjalan dari luar negeri. Meski begitu, surveilans masih dilakukan untuk mengetahui apakah kasus tersebut memiliki kontak erat dengan pelaku perjalanan dari luar negeri. Adapun gejala yang muncul pada pasien tersebut berupa demam dan lesi atau luka.
Kasus Mpox yang dilaporkan tersebut merupakan kasus kedua yang ditemukan di Indonesia. Sebelumnya, kasus Mpox pertama kali dilaporkan di Indonesia pada 20 Agustus 2022 di DKI Jakarta. Sementara kasus kedua ini dilaporkan pada 14 Agustus 2023.
Sebelumnya, Mpox sempat ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai penyakit yang menjadi kedaruratan kesehatan global (PHEIC) sebelum akhirnya status kedaruratan ini dicabut pada pertengahan Mei 2023. Meski begitu, WHO tetap mengimbau semua negara untuk tetap waspada akan penyakit tersebut sebab Mpox masih menjadi tantangan kesehatan masyarakat. Pencegahan, deteksi dini, surveilans, perawatan, dan komunikasi risiko pada masyarakat perlu terus dilakukan.
Satu kasus baru Mpox dilaporkan di DKI Jakarta. Penyelidikan epidemiologi lanjutan masih dilakukan untuk menelusuri kontak erat dari pasien tersebut.
Virus Mpox atau yang dikenal dengan istilah cacar monyet menular pada manusia melalui kontak langsung dengan hewan atau manusia yang terinfeksi. Penularan juga bisa terjadi melalui benda yang terkontaminasi oleh virus tersebut.
Virus Mpox dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang terluka atau terbuka, saluran pernapasan, atau melalui selaput lendir yang berada di mata, hidung, atau mulut. Penularan bisa juga terjadi secara droplet atau percikan. Akan tetapi, berbeda dengan penularan Covid-19, penularan Mpox melalui droplet biasanya membutuhkan kontak erat yang lama.
Penularan
Merujuk Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Mpox terbaru dari Kementerian Kesehatan pada Maret 2023, Mpox dapat menyebar melalui kontak langsung dari kulit ke kulit atau membran mukosa, termasuk saat berhubungan seks, baik saat berciuman, bersentuhan, seks oral, atau penetrasi dengan orang yang terinfeksi. Ruam yang menjadi gejala Mpox terkadang ditemukan di alat kelamin dan mulut sehingga kondisi tersebut dapat meningkatkan risiko penularan selama kontak seksual.
Penularan juga dapat terjadi melalui plasenta dari ibu ke janin atau kontak erat selama dan setelah persalinan. Akan tetapi, penularan yang terjadi melalui cairan ketuban, ASI, atau darah hingga saat ini belum terbukti secara ilmiah.
Anggota Tim Kerja Direktorat Surveilans dan Kekarantinaan Kemenkes, Chita Septiawati, dalam acara Sosialisasi Kewaspadaan Monkeypox Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang diselenggarakan secara daring, Senin (16/10/2023), mengatakan, ketika satu kasus Mpox ditemukan di suatu wilayah, upaya penyelidikan epidemiologi dan pelacakan kontak harus segera dilakukan. Kasus konfirmasi Mpox dapat menularkan selama 2-4 minggu, mulai dari gejala muncul sampai dengan keropeng (lesi) mengelupas atau hilang.
”Identifikasi kontak dapat dilakukan pada rumah tangga, tempat kerja, sekolah atau penitipan anak, kontak seksual, fasilitas pelayanan kesehatan, tempat ibadah, transportasi, fasilitas olahraga, restoran, pertemuan sosial, atau acara festival. Pemantauan kontak erat setidaknya dilakukan selama 21 hari sejak kontak terakhir,” tutur Chita.
Secara klinis, masa inkubasi Mpox biasanya terjadi 6-13 hari. Namun, ada pula kasus yang ditemukan dengan masa inkubasi 5-21 hari. Masa infeksi dapat terjadi dalam dua fase, yakni fase akut selama 0-5 hari sejak infeksi dan fase erupsi pada 1-3 hari setelah gejala demam timbul.
Staf Divisi Alergi dan Imunologi Departemen Dermatologi dan Venereologi RS Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (RSCM/FKUI) Windy Keumala Budianti menuturkan, fase akut biasanya akan ditandai dengan demam, sakit kepala, pembesaran kelenjar getah bening, nyeri punggung, nyeri otot, dan lemas. Sementara pada fase erupsi, gejala yang muncul berupa ruam atau lesi pada kulit. Ruam atau lesi pada kulit ini dimulai dari bagian wajah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk infeksi Mpox. Pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis dan suportif untuk meringankan gejala atau keluhan yang muncul. Pada 2019, vaksin baru yang dikembangkan untuk smallpox atau cacar air telah disetujui untuk digunakan dalam pencegahan Mpox, tetapi ketersediaannya masih terbatas di tingkat global.