Bersiaga Menghadapi Wabah Cacar Monyet
Penularan kasus infeksi cacar monyet di sejumlah negara harus menjadi perhatian serius pemerintah. Indonesia harus bersiap dan waspada menghadapi wabah itu dengan skenario preventif dan kuratif.

Penyakit cacar monyet tengah mewabah di banyak negara. Sepekan terakhir terjadi lonjakan kasus hampir dua kali lipat sehingga relatif berisiko terhadap sistem kesehatan publik secara global. Bagi Indonesia, situasi saat ini menjadi peringatan keras agar tidak lengah dan terus memperkuat langkah preventif.
Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kemunculan wabah itu bermula dari temuan kasus di Inggris. Infeksi terjadi pada seseorang yang melakukan perjalanan dari Inggris ke Nigeria, dan kemudian kembali lagi ke Inggris.
Gejala yang terindikasi adalah munculnya ruam pada 29 April 2022 saat terduga masih berada di Nigeria. Tenaga medis mencurigai gejala tersebut adalah cacar monyet. Selanjutnya, mereka melakukan isolasi serta pelacakan semua orang yang melakukan kontak langsung dan tidak langsung dengan pasien.
Dua bulan berlalu, kasus terkonfirmasi cacar monyet telah mencapai sedikitnya 6.000 orang yang tersebar di 59 negara. Wilayah episentrum cacar monyet berada di Eropa dengan cakupan kasus sebesar 82 persen dari total kasus. Negara dengan kasus terbanyak adalah Inggris, Jerman, dan Spanyol.
Wabah tersebut perlu segera ditangani secara serius karena lonjakan penularannya tergolong masif. Dalam seminggu terakhir terjadi kenaikan kasus hingga 76,6 persen. Laporan WHO, 27 Juni 2022, menyebutkan kasus terkonfirmasi sebanyak 3.413 orang. Selang 10 hari kemudian, pada 6 Juli 2022, tercatat sudah melonjak lagi menjadi 6.027 kasus.
Penularan yang terbilang cepat itu menyebabkan kasus infeksi cacar monyet belum dapat diperkirakan kapan akan terkendali. Celah penularan makin lebar karena mobilitas manusia antarnegara dan interaksi antarindividu yang tinggi menyebabkan risiko kontak fisik untuk tertular semakin besar.

Celah penyebaran wabah yang begitu lebar menyebabkan sejumlah negara dalam risiko penularan. Tak terkecuali Indonesia. Hingga minggu pertama Juli 2022, di Indonesia memang belum ada kasus terkonfirmasi cacar monyet. Meskipun demikian, upaya preventif untuk menangkal kehadiran virus itu harus diperkuat.
Pasalnya, wabah itu sudah mulai menjangkiti negara tetangga, yakni Singapura, per 6 Juli lalu. Hal ini patut menjadi perhatian dan peningkatan kewaspadaan bersama. Apalagi, sejumlah negara penyumbang wisatawan ke Indonesia juga turut mengonfirmasi kasus cacar monyet di negaranya, seperti Australia, Korea Selatan, dan China.
Penularan wabah di sejumlah negara tersebut sudah sepatutnya diikuti dengan langkah mitigasi yang optimal. Pasalnya, mobilitas masyarakat dari keempat negara itu ke Indonesia tergolong besar. Catatan BPS hingga Mei 2022 menunjukkan, sedikitnya ada kunjungan dari Singapura sebanyak 24.030 orang, Australia 34.400 orang, Korea Selatan 5.420 orang, dan China 6.680 orang.
Fenomena itu harus menjadi kewaspadaan bersama segenap institusi ataupun pemangku kepentingan yang berkaitan dengan mobilitas masyarakat antarnegara tersebut. Pasalnya, virus ini relatif mudah menjalar kepada siapa pun dengan media penularan yang sangat beragam. Salah satu medium terkuatnya adalah kontak fisik melalui darah, cairan tubuh, serta luka pada kulit atau mukosa hewan.
Risiko sedang
WHO menyatakan bahwa risiko infeksi cacar monyet secara global berada di level sedang. Keputusan ini dilatarbelakangi munculnya banyak kasus infeksi di negara-negara bukan endemik virus cacar monyet.
Data terbaru WHO menyebutkan ada 59 negara atau kawasan terkonfirmasi. Secara definisi, risiko pada level sedang ini menandakan bahwa munculnya ruang-ruang ketidakpastian dalam kecepatan penyebarann wabah. Artinya, dalam waktu singkat bisa langsung melejit tak terkendali karena masa inkubasi virus berkisar 6-13 hari.
Menurut dari sejarahnya, virus cacar monyet merupakan kasus sporadis yang terjadi di kawasan hutan Afrika Tengah dan Barat. Ada dua jenis virus yang terpetakan saat ini, yaitu jenis Afrika Barat dan Cekungan Kongo di Afrika Tengah. Jenis virus ini berasal dari genus Orthopoxvirus dan keluarga Poxviridae.
Dari dua jenis virus yang terpetakan, para ahli menyatakan bahwa varian di Cekungan Kongo menyebabkan penyakit lebih parah dan dianggap lebih menular daripada varian Afrika Barat. Hewan pembawa virus ini masuk dalam golongan mamalia kecil, seperti tupai dan jenis primata hutan.
Perjalanan kasus infeksi cacar monyet terbilang cukup lama. Kasus infeksi ke manusia pertama kali diidentifikasi tahun 1970 di Kongo. Saat itu, seorang anak laki-laki berusia 9 tahun mengalami gejala klinis mirip cacar air. Padahal, sejak tahun 1968 daerah tempat tinggalnya telah dinyatakan bebas cacar.

Sejak temuan kasus pertama itu, cacar monyet menyebar di 11 negara lain di benua Afrika, seperti Kamerun, Liberia, Nigeria, Pantai Gading, dan Sudan Selatan. Sayangnya, jangkauan infeksi melebar ke banyak negara di luar benua Afrika.
Amerika Serikat menjadi negara pertama yang melaporkan kasus cacar monyet tahun 2003. Selanjutnya, bergulir ke banyak negara hingga mewabah di tahun 2022 ini.
Oleh sebab itu, penularan virus yang terus meluas di sejumlah negara saat ini patut menjadi pemahanan bersama oleh segenap lapisan masyarakat Indonesia. Langkah mitigasi dan komunikasi yang baik antara pemerintah dan juga masyarakat menjadi titik awal untuk meredam penularan virus itu di Indonesia. Becermin dari pandemi Covid-19, pemerintah cenderung terlambat merespons sehingga kondisi memburuk dengan cepat.
Obat dan vaksin
Wabah cacar monyet terpantau terus bertambah dan dalam tempo sekitar satu minggu kenaikan kasusnya lebih dari 50 persen. Meski tergolong ringan dan tidak menyebabkan keparahan seperti Covid-19, pengobatan dan vaksinasi tetap diperlukan.
Jenis pengobatan untuk pasien cacar monyet sebenarnya belum ada lisensi resmi untuk digunakan secara global. Sejumlah negara melakukan penelitian untuk melihat efektivitas obat terhadap pasien. Tak hanya jenis obat, vaksinasi untuk cacar monyet juga terus dikembangkan.
Mempertimbangkan riset jenis pengobatan cacar monyet, European Medicines Agency memiliki sejumlah calon kuat untuk pengobatan cacar monyet. Obat pertama adalah Tecovirimat, yaitu obat antivirus untuk infeksi Orthopoxvirus (cacar, cacar monyet, cacar sapi, dan virus vaccinia).

Uni Eropa telah menggunakan obat ini sejak Januari 2022. Tecovirimat diminum secara oral dengan dosis sebanyak 200 miligram untuk 14 hari. Dosis maksimalnya sebesar 600 miligram disesuaikan dengan berat badan pasien. Konsumsi obat ini menyebabkan efek samping seperti sakit kepala, nyeri perut, dan mual.
Calon obat berikutnya adalah Brincidofovir. Obat ini telah disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) di Amerika Serikat. Namun, masih ditangguhkan penggunaannya untuk wilayah Uni Eropa. Tablet oral obat ini diberikan dengan dosis 100 miligram. Sayangnya, efek samping Brincidofovir terbilang cukup berat, mulai dari diare hingga toksisitas embrio.
Calon obat terakhir adalah Cidofovir yang terbukti mampu melawan virus pox dalam penelitian in-vitro dan hewan. Obat ini masih dalam tahap pengujian secara berkala untuk melihat efektivitas dan keamanannya terhadap tubuh manusia.
Untuk langkah preventifnya, vaksinasi sangat diperlukan untuk mencegah penularan. Selama ini WHO memiliki sejumlah daftar vaksin di beberapa negara untuk virus Orthopoxvirus. Artinya, untuk penyakit cacar monyet, vaksin yang dipakai serupa dengan penyakit cacar pada umumnya.
Amerika Serikat memakai vaksin bernama ACAM2000, Jynneos, dan APSV. Hanya saja, vaksin APSV masih dalam tahap investigasi oleh CDC. Vaksin ACAM2000 diindikasikan aktif melawan virus penyebab cacar dan memiliki kecenderungan efektif bagi pasien dengan gejala berat. Adapun Jynneos diperuntukkan bagi penduduk berusia lebih dari 18 tahun dengan kondisi berisiko tinggi terinfeksi.
Selain Amerika Serikat, negara-negara di wilayah Eropa juga memiliki vaksin untuk cacar, yaitu IMNAVEX. Kanada juga memiliki vaksin khusus untuk cacar, yaitu Imvamune yang sebelumnya hanya untuk penyakit cacar biasa. Sementara Jepang menggunakan vaksin jenis LC16m8 untuk memutus rantai infeksi virus cacar.
Upaya pengendalian wabah penyakit cacar monyet menjadi kepentingan bersama setiap negara. Pasalnya, terjadi peningkatan kasus yang signifikan sehingga mengindikasikan laju infeksi yang masih tinggi. Upaya preventif terus dilakukan dengan memotong alur infeksi dan pemberian vaksinasi. Upaya kuratif juga harus dipersiapkan dengan menyediakan obat-obat yang sesuai.
Bagi Indonesia, skenario upaya preventif dan kuratif itu harus dipersiakan jauh-jauh hari setidaknya mulai detik ini. Meskipun belum ada kasus terkonfirmasi, wilayah sebaran kasus infeksi terus meluas di sejumlah negara sehingga sudah saatnya Indonesia bersiap dan waspada sekarang juga. (LITBANG KOMPAS )