Pemulihan bekas lahan tambang merupakan keharusan untuk mencegah dampak bahaya dan ancaman yang bisa ditimbulkan. Keterlibatan masyarakat pun dibutuhkan agar pengelolaan kawasan pemulihan tersebut bisa berkelanjutan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Lahan bekas tambang yang terbengkalai dapat mengancam masyarakat dan lingkungan, mulai dari pencemaran lingkungan, banjir, longsor, serta kerusakan ekosistem flora dan fauna sekitar. Karena itu, upaya pemulihan lahan bekas tambang menjadi keniscayaan. Selain untuk melindungi lingkungan, upaya pemulihan diharapkan turut meningkatkan perekonomian warga.
Salah satu bentuk upaya pemulihan lahan bekas tambang dilakukan di Desa Wonosari, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Di wilayah tersebut terdapat lahan bekas tambang batubara yang terbengkalai dengan luas sekitar 24 hektar. Di kawasan itu terdapat danau bekas galian tambang sepanjang 650 meter dengan lebar 12-20 meter dan kedalaman 4-5 meter.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro dalam kunjungannya di Desa Wonosari, Kalimantan Timur, Senin (16/10/2023), mengatakan, upaya pemulihan kawasan bekas tambang di desa tersebut akan dilakukan dengan pengembangan desa ekowisata. Upaya itu dinilai tepat karena dapat sekaligus memanfaatkan potensi goa yang ada di sekitar kawasan itu.
”Kunci dari upaya pemulihan ini ada pada kepala desa dan masyarakat agar pengelolaan bisa berkelanjutan. Tanpa ada partisipasi masyarakat setempat, upaya pemulihan dan pemanfaatannya tidak akan berjalan dalam jangka panjang,” tuturnya.
Sigit menjelaskan, khusus di kawasan bekas tambang di Desa Wonosari akan dikembangkan berbagai kegiatan wisata, meliputi wisata pemandangan alam, wisata seni budaya, wisata pertanian dan perkebunan, wisata olahraga, serta wisata kuliner. Beberapa model wisata akan diterapkan menggunakan pendekatan pelestarian lingkungan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kunci dari upaya pemulihan ini ada pada kepada desa dan masyarakat agar pengelolaan bisa berkelanjutan.
Area sekitar bekas tambang yang saat ini sudah menjadi danau akan dimanfaatkan sebagai wisata air. Pengunjung nantinya bisa menggunakan perahu untuk melintas di sepanjang danau bekas tambang tersebut. Sementara di sekitar danau tersebut akan ditanam sejumlah pohon serta tanaman buah yang dapat menjadi sumber pangan bagi hewan liar yang hidup di sekitarnya.
Di hulu goa pun akan dilakukan penataan dengan konsep ekoriparian atau kegiatan restorasi sempadan sungai yang dipadu dengan kegiatan penurunan beban pencemaran. Lokasi yang dikembangkan dengan konsep ekoriparian dapat menjadi pusat edukasi lingkungan dan ekowisata sungai.
”Selain kawasan bekas lahan, di Desa Wonosari akan dilakukan pula penataan kawasan Goa Batu Tapak Raja. Di goa ini terdapat beberapa jenis kelelawar yang harus dilindungi. Keberadaan void (lubang bekas tambang) dan goa tentu akan menjadi daya tarik dalam pengembangan kawasan,” kata Sigit.
Ia menambahkan, pengembangan ekowisata tersebut merupakan salah satu mandat yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo untuk menghadirkan alternatif wisata di sekitar Ibu Kota Negara. Jarak dari Titik Nol Ibu Kota Negara ke akses pintu masuk area wisata alam Goa Batu Tapak Raja sekitar 31 kilometer dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat sekitar satu jam. Disebut Goa Batu Tapak Raja karena di dalam goa tersebut terdapat stalaktit yang berbentuk seperti tapak manusia yang akhirnya oleh masyarakat setempat disebut tapak raja.
Bukaan lahan
Direktur Pemulihan Kerusakan Lahan KLHK Edy Nugroho Santoso menyampaikan, secara ideal, apabila pada suatu kawasan tidak dilakukan penambangan setidaknya selama satu bulan, harus dilakukan reklamasi. Upaya reklamasi merupakan tanggung jawab dari pelaku industri yang melakukan penambangan. Reklamasi pun harus sesuai dengan peruntukan wilayah, sesuai aturan yang berlaku sebelumnya.
Akan tetapi, kondisi di lapangan ditemukan kawasan bekas tambang yang ditelantarkan. Pada 2019 tercatat ada 831.000 hektar bukaan tambang di Indonesia. Lima provinsi dengan bukaan tambang terluas adalah Kalimantan Timur, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.
Dari jumlah bukaan tersebut ditemukan kegiatan penambangan tanpa izin. Terdapat sekitar 368.000 hektar yang berada di luar wilayah izin usaha pertambangan. KLHK saat ini berupaya melaksanakan upaya pemulihan bekas tambang tanpa izin tersebut berbasis ekonomi kerakyatan. Pada 2023 ditargetkan upaya pemulihan terhadap 148 hektar lahan.
”Sebenarnya ada mekanisme penegakan hukum yang bisa dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban dari perusahaan yang melakukan penambangan. Namun, itu harus cepat dilakukan dengan pertimbangan dampak lingkungan. Sambil menunggu, kita lakukan pemulihan dengan mengajak keterlibatan perusahaan lain melalui mekanisme CSR,” tutur Edy.