Kongres Kebudayaan Indonesia Evaluasi Upaya Pemajuan Kebudayaan
Para pelaku kebudayaan akan berkumpul di Jakarta pada 20-29 Oktober 2023 dalam Kongres Kebudayaan Indonesia untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan kebudayaan lima tahun terakhir.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) yang digelar lima tahun sekali akan kembali digelar pada 20-29 Oktober 2023 di Jakarta. Para pelaku kebudayaan bersama pengambil kebijakan bidang kebudayaan di tingkat pusat dan daerah bermusyarawarah di Jakarta untuk merumuskan kembali strategi kebudayaan Indonesia untuk menjawab tantangan domestik dan global saat ini.
Tahun 2018, KKI menghasilkan sejumlah strategi kebudayaan berupa dokumen perencanaan pemajuan kebudayaan nasional dengan masa berlaku 20 tahun dan dapat diperbarui setiap lima tahun. Dokumen itu disetujui Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2022 tentang Strategi Kebudayaan. Kini, mereka akan melihat kembali hasil kerja dari kesepakatan kongres dalam kurun waktu tersebut.
”Kongres tahun ini kami akan lebih banyak mengevaluasi pelaksanaan dari kebijakan di bidang kebudayaan selama lima tahun ini apa saja, apa yang sudah dicapai, apa yang belum, dan apa hambatannya. KKI 2023 ini kami ingin merumuskan rencana induk kemajuan kebudayaan,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid, Jumat (13/10/2023).
KKI termasuk dalam agenda Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2023. Tema PKN tahun ini ”Merawat Bumi, Merawat Kebudayaan”, yang menyiratkan makna atas relevansi setiap aksi berkesenian dan berkebudayaan dengan tetap mengakar pada nilai-nilai budaya serta kearifan lokal.
PKN 2023 dibagi dalam tiga fase, yaitu rawat, panen, dan bagi. Fase rawat merupakan pra-acara berupa residensi dan penelitian sejak Juni lalu. Setelah itu diikuti fase panen pada Juli-Agustus dengan mengumpulkan, mendokumentasikan, dan mengarsipkan berbagai kebudayaan di sejumlah daerah.
Kemudian dilanjutkan dengan fase bagi pada September-Oktober saat seluruh karya dibagikan melalui pameran, tur, perjamuan, pergelaran, konferensi, dan lokakarya yang dapat disaksikan publik. Lebih kurang ada sekitar 700 seniman, 600 komunitas, 1.000 pelaku budaya, dan ada 223 titik residensi yang ikut serta dalam proses PKN.
Menurut Hilmar, semangat PKN tahun ini relevan dengan urgensi perhatian masyarakat terhadap keselamatan bumi. Para pelaku kebudayaan seharusnya juga dapat berkontribusi dalam persoalan pelestarian lingkungan.
”Seniman tidak saja berbicara tentang lingkungan, tetapi kita ingin menggali sumber daya yang digunakan oleh masyarakat dalam bentuk pengetahuan lokal dan ekspresi budaya dengan konsep lumbung sehingga bisa dikumpulkan dan diakses oleh masyarakat banyak,” ujarnya.
Selain itu, PKN dan KKI diharapkan dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Kebudayaan. Berdasarkan hasil riset Kemendikbudristek, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Badan Pusat Statistik (BPS), adanya korelasi antara dimensi ekonomi budaya dan penurunan tingkat kemiskinan.
Semakin tinggi dimensi ekonomi budaya dalam indeks tersebut, terjadi pula penurunan tingkat kemiskinan. Kemudian, semakin tinggi dimensi ketahanan sosial budaya berkorelasi dengan semakin tingginya kerukunan umat beragama.
Dewan Kurator PKN, Ibe Karyanto, berharap, PKN dan KKI dapat meningkatkan semangat pertukaran dengan mengesampingkan kompetisi dan mengedepankan kolaborasi antar-kebudayaan. Hasil dari KKI juga tidak boleh hanya sekadar jargon saja, perlu implementasi yang cepat dan tepat, terutama untuk menyelamatkan kebudayaan yang menuju kepunahan.
Para seniman harus memikirkan strategi keberlanjutannya yang efektif.
”Ini memang klise, sering kali kita takut dengan harapan, jangan-jangan itu hanya jargon saja. Namun, para seniman harus memikirkan strategi keberlanjutannya yang efektif, ini penting,” kata Ibe.
Pendekatan lumbung yang digunakan dalam PKN 2023 ini memiliki simbol kekuatan kolektif, tugas dewan kurator bukan hanya menyeleksi, melainkan juga menjaga nilai-nilai yang ada dalam lumbung tersebut. Ada banyak nilai di dalam konsep lumbung, seperti kolaborasi, saling berbagi, hemat, ramah lingkungan, dan kegembiraan. Para pelaku budaya harus membangun jejaring karena persoalan kebudayaan adalah milik bersama.
Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung Heni Astuti mengatakan, pemerintah daerah juga langsung bergerak untuk pemajuan kebudayaan. Lampung, misalnya, sudah memperbarui Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelestarian Adat Istiadat dan Seni Budaya Lampung.
Perda ini diterbitkan untuk melindungi dan memelihara adat istiadat, pakaian daerah, upacara adat perkawinan, ornamen daerah, bahasa dan aksara, kesenian, kepurbakalaan, situs sejarah, museum, dan nilai-nilai tradisional Lampung.
Pemprov Lampung juga sudah mengajukan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kebudayaan Daerah untuk diselaraskan dengan UU No 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Sebab, menurut Heni, ini terkait dengan birokrasi anggaran daerah.
”Kalau terkait pemberian penghargaan itu, anggaran daerah belum bisa mencukupi. Namun, kami melalui Dewan Kesenian Lampung atau lembaga kebudayaan itu memberikan dana hibah kepada sanggar atau dewan kesenian di Lampung,” kata Heni.