Belum Ada Daerah yang Bentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan
Pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan sudah mendesak. Komitmen pemerintah daerah dibutuhkan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga saat ini belum ada satu pun provinsi atau kota/kabupaten yang membentuk satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Padahal, kasus kekerasan di satuan pendidikan semakin tinggi.
Berdasarkan data di dasbor tim pencegahan dan penanganan kekerasan & satuan tugas (satgas) kabupaten-kota dan provinsi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang diakses pada Jumat (13/10/2023), dilaporkan ada 436.526 satuan pendidikan. Dari jumlah tersebut, yang memiliki tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) sebanyak 20.157 satuan pendidikan (4,7 persen). Namun, yang benar-benar valid baru 6.719 satuan pendidikan (1,54 persen). Adapun satgas belum dibentuk di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota.
Berdasarkan Peraturan Mendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) yang diluncurkan dalam Merdeka Belajar Episode 25 pada 8 Agustus 2023, satuan pendidikan diamanatkan untuk membentuk TPPK. Sementara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota membentuk satgas.
Waktu pembentukan TPPK pada PAUD dan satuan pendidikan kesetaraan paling lama satu tahun. Adapun pada satuan pendidikan dasar, menengah, dan khusus paling lama enam bulan terhitung sejak Permendikbudristek PPKSP diundangkan.
Guna memperkuat komitmen pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan, Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek mengadakan serangkaian program penguatan kapasitas yang menyasar unit pelaksana teknis (UPT), dinas pendidikan, kelompok kerja kepala sekolah (KKKS) TK dan SD, serta musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS) SMP, SMA, dan SMK. Sebab, program pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan ini dinilai sangat mendesak untuk sesegera mungkin diimplementasikan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
”Mengingat semakin tingginya insiden kekerasan di satuan pendidikan yang mengancam tidak saja peserta didik, tapi juga warga satuan pendidikan lainnya. Setelah mengikuti kegiatan peningkatan kapasitas ini, para kepala UPT, kepala dinas, dan kepala sekolah diharapkan dapat mendorong terbentuknya TPPK dan satgas PPKSP di satuan pendidikan. Apabila ditemukan kasus tindak kekerasan dapat segera melaporkannya sehingga ada pengawasan dan pengembangan program pencegahan secara menyeluruh,” ujar Kepala Puspeka Rusprita Putri Utami.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam upaya PPKSP, TPPK akan bermitra dengan satgas PPKSP sesuai kewenangan pembagian pengelolaan pendidikan di lingkup pemerintah daerah. Satgas berfungsi sebagai koordinator PPKSP di tingkat daerah.
Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan Baharudin Iskandar menyatakan akan segera membentuk satgas PPKSP. ”Atas arahan kepala dinas pendidikan, kami segera membentuk satgas agar bisa segera merancang program kerja yang nyata untuk pencegahan dan penanganan kekerasan di Sulawesi Selatan. Selama ini untuk jenjang SMA/SMK, kami telah mengimplementasikan program Roots yang menciptakan siswa agen perubahan antiperundungan,” kata Baharudin.
Apabila ditemukan kasus tindak kekerasan dapat segera melaporkannya sehingga ada pengawasan dan pengembangan program pencegahan secara menyeluruh.
Kepala SD Negeri 64 Ambon sekaligus Ketua KKKS Kota Ambon Sri Luluk Agustiningsih menyatakan, Permendikbudristek PPKSP telah memberikan rasa aman dan perlindungan tidak hanya bagi siswa, tetapi juga guru dan semua warga satuan pendidikan. Untuk implementasinya, diperlukan sinergi semua warga satuan pendidikan.
”Sekolah kami sudah membentuk TPPK yang di dalamnya berisi guru, komite sekolah, dan orangtua penggerak. Kolaborasi dari unsur-unsur ini sangat penting, terutama orangtua, karena pencegahan maupun deteksi dini terhadap kekerasan akan lebih efektif ketika anak lebih dekat dengan orangtua,” ujar Luluk.
Dukungan kementerian/lembaga
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti mengatakan, Kemendikbudristek berkolaborasi dengan delapan kementerian dan lembaga turut menandatangani perjanjian kerja sama untuk memperkuat upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Hal itu dalam rangka mengimplementasikan kebijakan PPKSP untuk mewujudkan lingkungan belajar yang inklusif, berkebinekaan, ramah, dan aman bagi semua,
Selain Kemendikbudristek, gerakan ini didukung pula oleh Kementerian Agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), serta Komisi Nasional Disabilitas (Komnas Disabilitas).
”PKS untuk meningkatkan kerja sama dan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing kementerian/lembaga dalam mewujudkan lingkungan belajar yang inklusif, berkebinekaan, dan aman demi mendukung pembelajaran yang optimal serta mewujudkan generasi emas Indonesia yang cerdas dan berkarakter,” kata Suharti.
Sementara itu, Pelaksana Harian Staf Ahli Menteri Bidang Aparatur dan Pelayanan Publik Kemendagri Zanariah mengatakan, upaya pencegahan ini tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja sehingga perlu dilakukan secara sinergis oleh semua pemangku kepentingan. Kemendagri melalui Ditjen Bina Pembangunan Daerah dan Ditjen Bina Keuangan Daerah akan mendorong dan memastikan bahwa pemerintah daerah dalam mengimplementasikan PPKSP bisa berjalan dengan lancar dan baik.
”Kami berharap ke depannya tidak ada lagi kekerasan pada satuan pendidikan,” kata Zanariah.
Adapun KPAI, Komnas HAM, dan Komnas Disabilitas ditekankan agar dapat mendukung kampanye, sosialisasi, dan edukasi. Termasuk juga berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait apabila menerima laporan atau pengaduan mengenai dugaan kekerasan pada satuan pendidikan.
Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Putu Elvina mengatakan, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya untuk menyebarluaskan edukasi tentang HAM melalui pelatihan dan sosialisasi di sejumlah daerah. Visinya adalah untuk mencerdaskan bangsa guna menciptakan kondisi aman dan nyaman di satuan pendidikan.
Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono, berharap, setelah melalui proses penyusunan yang panjang, Permendikbudristek PPKSP dapat terimplementasi dengan baik sehingga dapat melindungi anak-anak Indonesia ketika berada di lingkungan satuan pendidikan. ”Kami berkomitmen agar regulasi ini dapat terimplementasi dengan baik serta (ada) dukungan SDM, sarana dan prasarana sehingga dapat mengatasi permasalahan tidak hanya jangka pendek, tetapi juga jangka panjang,” kata Aris.