Penyakit jantung bawaan memiliki tanda bervariasi pada setiap pasien. Deteksi dini penting, terutama di masa kehamilan dan saat bayi baru lahir.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
Suyanti Sinaga (39) tidak menyangka jika ketidakmampuan anaknya, Elyakim, untuk berjalan serta perkembangan tubuh yang terhambat ternyata disebabkan oleh penyakit jantung bawaan. Barulah, ketika anaknya merasa sesak napas hebat, ia membawa ke rumah sakit dan dokter mendiagnosis adanya penyakit jantung bawaan.
Elyakim Haposan Simatupang yang kini berusia 10 tahun sudah bisa beraktivitas seperti biasa setelah menjalani operasi untuk kondisi penyakit jantung bawaannya pada 2021. Elyakim didiagnosis menderita penyakit jantung bawaan Tetralogy Fallot. Penyakit jantung bawaan ini adalah kondisi kelainan yang memengaruhi struktur jantung yang menyebabkan pompa darah dari jantung ke seluruh tubuh tidak mengandung oksigen.
”Sebenarnya, operasi yang dilakukan ke Elyakim ini termasuk terlambat karena ia baru dioperasi saat usia delapan tahun. Kondisi Elyakim sudah tidak baik sebelum operasi. Sempat ada riwayat kebiruan di sekujur tubuhnya dan perkembangan yang terlambat,” kata Suyati, warga Cililitan, Jakarta, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (29/9/2023).
Kecurigaan pada kondisi Elyakim tidak pernah terduga saat masa kehamilan. Ketika Suyanti memeriksakan kandungan, termasuk pemeriksaan ultrasonografi (USG), tidak ada tanda kelainan jantung pada janin yang dikandungnya. Saat lahir pun kondisi Elyakim cenderung baik, hanya saja saat menyusu tidak dapat dilakukan dengan baik. Lambat laun, kemampuan berjalan Elyakim semakin berkurang. Bahkan, sampai usia delapan tahun, sebelum dioperasi, Elyakim hanya bisa digendong oleh ibunya.
Sayangnya, tanda-tanda tersebut tidak membuat Suyanti segera memeriksakan kondisi anaknya sehingga anaknya tidak bisa segera mendapat penanganan. ”Yang luput juga adalah ternyata suami saya, ayah Elyakim, punya riwayat jantung bawaan. Itu yang membuat saya juga tidak terlalu waspada,” ucap Suyati.
Tidak sempurna
Penyakit jantung bawaan atau penyakit jantung kongenital merupakan penyakit jantung yang dibawa sejak lahir akibat pembentukan jantung yang tidak sempurna pada fase awal perkembangan janin dalam kandungan. Penyakit jantung bawaan telah teridentifikasi sebagai salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. Secara global 200.000-300.000 kematian terjadi setiap tahun akibat penyakit tersebut.
Penyakit jantung bawaan atau penyakit jantung kongenital merupakan penyakit jantung yang dibawa sejak lahir akibat pembentukan jantung yang tidak sempurna pada fase awal perkembangan janin dalam kandungan.
Diperkirakan, 1 dari 100 bayi baru lahir mengalami penyakit jantung bawaan dan 2-4 per 1.000 bayi baru lahir mengalami penyakit jantung bawaan kritis. Di Indonesia, setiap tahunnya diperkirakan ada 50.000 bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan dan sekitar 12.000 bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan kritis.
Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) Radityo Prakoso menuturkan, deteksi dini kasus penyakit jantung bawaan amat penting agar penanganan bisa dilakukan dengan cepat. Sebagian besar kasus penyakit jantung bawaan bisa diobati, baik dengan intervensi bedah maupun nonbedah. Sementara obat-obatan diberikan hanya untuk mengatasi gejala dan tanda klinis yang dialami.
”Tren masyarakat yang datang ke fasilitas kesehatan meningkat. Itu karena kesadaran orangtua dan tenaga kesehatan meningkat terhadap penyakit jantung bawaan. Ditambah lagi ada coverage (cakupan) jaminan kesehatan nasional yang semakin baik. Skrining ibu hamil di puskesmas juga sudah terlayani,” paparnya.
Penapisan selama masa kehamilan dilakukan untuk mendeteksi penyakit jantung bawaan. Dengan teknologi ekokardiografi fetal, kelainan yang terjadi pada jantung bisa terlihat sejak dalam kandungan. Kelainan ini setidaknya sudah bisa dilihat pada trimester kedua kehamilan.
Akan tetapi, teknologi untuk deteksi dini penyakit jantung bawaan tersebut belum bisa dilakukan di Indonesia. Sumber daya kesehatan yang ahli untuk melakukan deteksi tersebut juga masih terbatas.
”USG memang bisa dilakukan untuk skrining, tetapi terkadang ada kelainan lain yang tidak terdeteksi. Untuk USG deteksi kelainan jantung, perlu effort. Karena itu, masih butuh pelatihan yang intensif dan berkelanjutan agar semakin banyak ahli yang bisa mendeteksi kelainan jantung itu,” tutur Radityo.
Faktor risiko
Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Kardiologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Rizky Ardiansyah dalam Seminar Media IDAI terkait Hari Jantung Sedunia menyampaikan, penyakit jantung bawaan tidak selalu dapat dicegah. Namun, faktor risiko penyakit tersebut bisa ditekan, terutama jika sudah mengetahui adanya riwayat keluarga dengan penyakit jantung bawaan.
Upaya untuk menurunkan faktor risiko dari penyakit jantung bawaan, antara lain tidak mengonsumsi minuman beralkohol, menghindari asap rokok, dan tidak mengonsumsi obat-obatan tanpa resep dokter. Selain itu, saat hamil, ibu juga disarankan untuk mengonsumsi suplemen asam folat sebanyak 400 mikrogram per hari dan rutin konsultasi medis selama kehamilan. Ibu hamil juga diusahakan menghindari kontak dengan penderita infeksi virus, terutama virus rubella dan flu.
Rizky menambahkan, kewaspadaan akan gejala juga perlu ditingkatkan. Gejala penyakit jantung bawaan amat bervariasi, mulai dari gejala ringan sampai berat. Bahkan, pada sejumlah kasus ditemukan tanpa gejala sehingga ada yang baru terdeteksi saat usia dewasa. Gejala yang paling umum ditemukan yakni kulit yang mengalami kebiruan (sianosis) dan sesak napas. Gejala yang bervariasi tersebut membuat upaya deteksi dini menjadi amat penting.
”Ikatan Dokter Anak Indonesia tengah menggalakkan agar setiap bayi usia 24-48 jam menjalani skrining oksimeter. Pada bayi yang dicurigai penyakit jantung bawaan dan dijumpai gejala dan tanda klinis yang mengarah ke penyakit tersebut harus segera dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan ekokardiografi,” tuturnya.