Diagnosis yang terlambat dapat meningkatkan risiko perburukan pada kasus penyakit jantung bawaan. Deteksi dini perlu dilakukan, bahkan sejak sebelum masa kehamilan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak ada penyebab pasti dari penyakit jantung bawaan. Namun, penyakit tersebut bisa dideteksi dan ditangani sejak dini. Kematian pun bisa dicegah jika terdiagnosis dengan baik. Meski begitu, masih banyak kasus penyakit jantung bawaan yang terlambat didiagnosis.
Penyakit jantung bawaan telah diidentifikasi sebagai salah satu penyebab kematian tertinggi pada satu tahun pertama kehidupan manusia. Secara global, diperkirakan ada 200.000-300.000 kematian setiap tahun akibat penyakit jantung bawaan.
”Keterlambatan diagnosis menyebabkan peningkatan angka kematian akibat PJB (penyakit jantung bawaan),” ujar Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PP Perki) Radityo Prakoso di Jakarta, Rabu (28/9/2022).
Ia mengatakan, diagnosis yang tepat amat penting agar kasus penyakit jantung bawaan bisa ditangani dengan cepat. Selain itu, deteksi dini juga perlu dilakukan. Upaya itu bisa dilakukan sejak masa persiapan kehamilan, selama kehamilan, dan saat bayi baru lahir.
Pada masa persiapan kehamilan, deteksi dilakukan untuk mengidentifikasi adanya faktor risiko dari pasangan yang merencanakan kehamilan. Jika faktor risiko tersebut dapat diketahui sejak dini, modifikasi bisa dilakukan melalui pencegahan, kebiasaan, dan intervensi medis yang dapat memengaruhi hasil kehamilan.
Keterlambatan diagnosis menyebabkan peningkatan angka kematian akibat PJB (penyakit jantung bawaan).
Faktor risiko yang patut diwaspadai terkait penyakit jantung bawaan, antara lain, adalah adanya faktor genetik, penyakit rubela, diabetes, penggunaan obat-obatan, penggunaan antibiotik pada awal kehamilan, konsumsi alkohol, dan paparan rokok baik sebagai perokok aktif maupun pasif. Selain itu, faktor risiko lain, yakni kehamilan ibu yang berusia lebih dari 30 tahun. Semakin tua usia saat hamil, risiko penyakit jantung bawaan pada bayi yang dikandung menjadi semakin tinggi.
”Faktor risiko ini jika diketahui sejak dini bisa diintervensi dengan modifikasi gaya hidup. Misalnya, pada orangtua yang merokok ataupun mengonsumsi alkohol, kebiasaan itu bisa dihentikan terlebih dahulu agar kehamilan bisa baik,” kata Radityo.
Ia menambahkan, deteksi pun bisa dilakukan kembali melalui konseling prenatal. Kemajuan teknologi dalam kedokteran, terutama pada bidang kardiologi janin, telah memungkinkan penyakit jantung bawaan bisa dideteksi sejak dalam kandungan. Sebagian besar penyakit jantung bawaan dapat terlihat melalui visualisasi dengan ekokardiografi fetal pada trimester kedua.
Intervensi dapat dilakukan jika ditemukan adanya kelainan jantung pada janin. Namun, teknologi untuk intervensi kelainan jantung bawaan pada janin belum dapat diterapkan di Indonesia. ”Diharapkan dalam waktu dekat teknologi ini bisa diadopsi di Indonesia,” ucap Radityo.
Selanjutnya, penapisan penyakit jantung bawaan juga perlu dilakukan pada bayi baru lahir. Penapisan ini untuk mendeteksi adanya penyakit jantung bawaan kritis dengan menggunakan oksimetri denyut. Sebaiknya penapisan tersebut dilakukan sesegera mungkin setelah bayi lahir paling lambat 24 jam setelah dilahirkan.
Deteksi penyakit jantung bawaan kritis ini penting untuk mencegah terjadinya perburukan pada bayi. Jika terlambat dideteksi dan ditangani, bayi berisiko mengalami komplikasi yang berat hingga kematian tanpa diketahui penyebabnya. Sebaliknya, jika terdeteksi dan ditangani dengan baik, bayi dengan penyakit jantung bawaan bisa memiliki kualitas hidup yang baik.
Ketua Umum Yayasan Jantung Indonesia Esti Nurjadin menyampaikan, kesadaran orangtua menjadi kunci dalam pencegahan kematian pada penyakit jantung bawaan. Deteksi dini dan penanganan yang tepat dan cepat sangat dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup dari anak dengan penyakit jantung bawaan.
Kesadaran itu juga diperlukan untuk mendeteksi gejala-gejala yang bisa terjadi pada anak yang mengalami penyakit jantung bawaan. Gejala ini bisa muncul pada bayi baru lahir, anak balita, anak usia prasekolah, ataupun remaja. Gejala-gejala itu seperti kesulitan dalam makan, sesak napas, keringat dingin, dan nyeri dada.
”Semakin baik jika penyakit jantung bawaan bisa dideteksi sejak dini. Untuk itu, pemeriksaan sebelum kehamilan dan selama kehamilan perlu dilakukan,” kata Esti.