Penelitian menemukan, desain Facebook, platform media sosial terbesar di dunia, justru menyulitkan upaya memerangi misinformasi.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketika misinformasi berkembang secara daring selama pandemi Covid-19, sejumlah platform media sosial mengumumkan kebijakan dan praktik yang bertujuan untuk memerangi penyebaran misinformasi. Penelitian menunjukkan, desain Facebook, platform media sosial terbesar di dunia, justru menyulitkan upaya memerangi misinformasi.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Science Advances pada 15 September 2023 ini menunjukkan, kebijakan misinformasi vaksin Covid-19 di Facebook tidak efektif dalam memerangi misinformasi. Studi yang dipimpin para peneliti di Universitas George Washington ini menemukan, upaya Facebook dirusak oleh fitur desain inti dari platform itu sendiri. Para peneliti di Universitas Johns Hopkins berkontribusi pada laporan ini.
”Saat ini terdapat perhatian besar yang diberikan kepada platform media sosial dan tata kelola kecerdasan buatan. Namun, diskusi ini sebagian besar berfokus pada konten atau algoritma dan arsitektur,” kata David Broniatowski, penulis utama studi ini serta profesor manajemen teknik dan rekayasa sistem di Universitas George Washington.
Anda harus mengubah arsitekturnya jika Anda ingin menciptakan keseimbangan itu.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa menghapus konten atau mengubah algoritma bisa menjadi tidak efektif jika hal tersebut tidak mengubah tujuan platform tersebut, yang memungkinkan anggota komunitas untuk terhubung karena kepentingan yang sama, dalam hal ini keraguan terhadap vaksin.
Facebook dirancang untuk membangun komunitas seputar hal-hal yang menjadi perhatian banyak orang. Untuk melakukan hal ini, ia menggunakan beberapa fitur arsitektur yang berbeda, termasuk halaman penggemar yang mempromosikan merek dan selebriti komunitas, sehingga memungkinkan sekelompok kecil pemengaruh (influencer) untuk menjangkau khalayak luas.
Para pemengaruh ini kemudian dapat membentuk kelompok—yang secara eksplisit dirancang untuk membangun komunitas—tempat anggota komunitas dapat bertukar informasi, termasuk cara mengakses misinformasi atau konten menarik lainnya di luar platform.
Anggota grup ini, dan khususnya administrator grup, yang sering kali merupakan pembuat konten halaman, kemudian dapat menggunakan algoritma umpan berita Facebook untuk memastikan bahwa informasi ini tersedia bagi mereka yang ingin melihatnya.
Meningkatkan konten misinformasi
Para peneliti menemukan, meskipun Facebook mengeluarkan upaya yang signifikan untuk menghapus banyak konten antivaksin selama pandemi Covid-19, keterlibatan secara keseluruhan terhadap konten antivaksin tidak menurun melebihi tren sebelumnya dan dalam beberapa kasus bahkan meningkat.
”Temuan ini, bahwa orang-orang mempunyai kemungkinan yang sama untuk terlibat dengan misinformasi vaksin sebelum dan sesudah upaya penghapusan ekstensif Facebook, sangat memprihatinkan. Hal ini menunjukkan kesulitan yang kita hadapi sebagai masyarakat dalam menghilangkan misinformasi kesehatan dari ruang publik,” tutur Lorien Abroms, peneliti dari studi tersebut dari Sekolah Kesehatan Masyarakat Milken Institute Universitas George Washington.
Dalam konten yang tidak dihapus, terdapat peningkatan tautan ke situs di luar platform, situs dengan kredibilitas rendah, dan tautan ke informasi yang salah di platform media sosial ”alternatif” terutama di kelompok antivaksin. Selain itu, konten antivaksin yang tersisa di Facebook menjadi semakin misinformatif, berisi klaim-klaim palsu yang sensasional mengenai efek samping vaksin yang sering kali terlalu baru untuk diperiksa faktanya secara real-time. Ada juga ”kerusakan tambahan”, kata para peneliti, karena konten provaksin mungkin juga telah dihapus sebagai akibat dari kebijakan platform dan, secara keseluruhan, konten terkait vaksin menjadi lebih terpolarisasi secara politis.
Selain itu, produsen konten antivaksin menggunakan platform ini lebih efektif dibandingkan dengan produsen konten provaksin. Meskipun keduanya memiliki jaringan halaman yang besar, produsen konten antivaksin lebih efektif mengoordinasikan penyampaian konten di seluruh halaman, grup, dan feed berita pengguna.
Bahkan, ketika Facebook mengubah algoritmanya dan menghapus konten serta akun untuk memerangi misinformasi vaksin, para peneliti mengatakan arsitektur platformnya mengalami kemunduran.
Bayangkan arsitektur Facebook seperti sebuah bangunan. Bandara dirancang untuk mengarahkan orang-orang agar dapat dengan mudah dan aman membawa orang ke dan dari gerbang, serta sebuah stadion dirancang untuk mengumpulkan sekelompok orang dengan aman untuk menonton pertunjukan. ”Jika bangunan-bangunan ini tidak dirancang untuk menyeimbangkan perjalanan dan hiburan dengan keselamatan dan keamanan, orang mungkin akan sering dirugikan,” kata Broniatowski.
Broniatowski menambahkan, ”Sekarang pikirkan struktur Facebook dengan cara yang sama: struktur ini dirancang untuk memungkinkan orang-orang yang termotivasi untuk membangun komunitas dan dengan mudah bertukar informasi seputar topik apa pun.”
Menurut dia, orang-orang yang sangat termotivasi untuk menemukan dan membagikan konten antivaksin hanya menggunakan sistem sebagaimana dirancang untuk digunakan sehingga sulit untuk menyeimbangkan perilaku tersebut dengan masalah kesehatan masyarakat atau keselamatan publik lainnya. ”Anda harus mengubah arsitekturnya jika ingin menciptakan keseimbangan itu,” katanya.