Anggaran Minim, Perpusnas Optimalkan Kolaborasi untuk Dongkrak Literasi
Minimnya anggaran bisa menjadi kendala Perpustakaan Nasional dalam meningkatkan literasi masyarakat. Padahal, literasi merupakan fondasi penting untuk membangun SDM unggul di masa depan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui pagu definitif Perpustakaan Nasional tahun anggaran 2024 sebesar Rp 725 miliar. Usulan tambahan anggaran sekitar Rp 383 miliar untuk penguatan budaya literasi dan kualitas layanan internal tidak terealisasi. Dengan anggaran minim, Perpusnas akan mengoptimalkan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mendongkrak literasi di Tanah Air.
Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando mengatakan, anggaran tersebut terbilang kecil di tengah tingginya gairah gerakan literasi di berbagai daerah. Permintaan bantuan buku ke Perpusnas dari berbagai pihak pun tidak pernah sepi.
”Secara de facto, itu (anggaran minim) betul-betul menjadi kendala kami karena permintaan dari daerah untuk membangun dan mengembangkan perpustakaan luar biasa. Hampir setiap hari kami menerima permintaan bantuan buku,” ujarnya seusai menghadiri rapat dengar pendapat bersama Komisi X DPR di Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Syarif menjelaskan, pihaknya berupaya menyiasati keterbatasan itu dengan mengoptimalkan kolaborasi dengan berbagai pihak. Pemerintah daerah, perguruan tinggi, akademisi, dan komunitas diajak bersama-sama memperkuat gerakan literasi di penjuru Nusantara.
”Yang paling menguntungkan kami adalah (berkolaborasi) dengan komunitas. Mereka selalu punya cara. Walaupun pandemi atau krisis, tetap bergerak. Ini kami rangkul betul sehingga bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat,” katanya.
Kolaborasi dengan komunitas dinilai efektif karena gerakan literasi yang dijalankan dekat dengan warga. Selain itu, komunitas juga berjejaring sehingga diharapkan berdampak lebih luas.
Komunitas tersebut termasuk taman bacaan masyarakat (TBM) yang tersebar hingga pelosok daerah. Menurut Syarif, TBM punya peran penting dalam mengembangkan kesadaran masyarakat untuk menumbuhkan budaya membaca buku.
”Dalam undang-undang, memang 20 persen APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dialokasikan untuk pendidikan. Namun, jangan lupa, pendidikan itu jantungnya adalah membaca dan peningkatan indeks literasi,” ucapnya.
Pemerataan penyebaran buku sangat penting dalam mendukung ekosistem literasi di Indonesia. Sebab, saat ini, satu buku ditunggu oleh 90 orang.
Syarif berharap, anggaran peningkatan budaya literasi pada tahun berikutnya bisa ditambah. Sebab, penguatan literasi menjadi fondasi dalam membangun sumber daya manusia unggul di masa depan.
Berdasarkan fungsinya, pagu definitif sebesar Rp 725 miliar dialokasikan untuk pendidikan sejumlah Rp 463 miliar dan pelayanan umum Rp 262 miliar. Anggaran tersebut tersebar dalam belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal.
”Komisi X DPR secara umum dapat menyetujui alokasi pagu definitif Perpusnas tahun anggaran 2024. Namun, seluruh catatan yang disampaikan menjadi perhatian dan pertimbangan Badan Anggaran DPR dalam pembahasan RAPBN tahun berikutnya,” ujar Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian saat membacakan kesimpulan rapat dengar pendapat tersebut.
Catatan itu, di antaranya, memasukkan program yang berdampak langsung pada masyarakat, yaitu taman bacaan masyarakat berstandar, peningkatan literasi melalui digitalisasi, dan pemerataan layanan perpustakaan di semua daerah.
Minimal Rp 1 triliun
Pemerataan penyebaran buku sangat penting dalam mendukung ekosistem literasi di Indonesia. Sebab, saat ini, satu buku ditunggu oleh 90 orang. Padahal, berdasarkan standar Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), satu orang idealnya membaca tiga buku per tahun.
Kemampuan literasi siswa di Indonesia juga memprihatinkan. Menurut hasil Asesmen Nasional 2021, satu dari dua peserta didik belum mencapai kompetensi minimum literasi.
Sementara Survei Program for International Student Assessment (PISA) 2018 juga menunjukkan hasil memprihatinkan. Kemampuan membaca siswa Indonesia berada di urutan 10 besar terbawah dari 77 negara Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Pengunjung memilih buku yang akan dibaca di Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, Jakarta Selatan, Senin (24/4/2023). Perpustakaan di taman itu mempermudah masyarakat mengakses bahan bacaan sehingga diharapkan meningkatkan minat baca.
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDI-P, Sofyan Tan, mengatakan, koleksi buku dan kualitas perpustakaan yang baik mencerminkan kemajuan suatu negara. Oleh karena itu, perpustakaan ikut menentukan masa depan bangsa.
”Saya punya cita-cita Perpusnas itu (anggarannya) minimal menembus Rp 1 triliun. Namun, ternyata banyak sekali kebutuhan di berbagai tempat yang tidak bisa kita jelaskan dengan hati riang,” katanya.
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Dede Yusuf, menuturkan, anggaran Perpusnas tahun depan memang tidak meningkat signifikan. Namun, dia berharap hal itu tidak mengganggu fokus Perpusnas dalam meningkatkan literasi warga.
”Era ini membutuhkan infrastruktur. Jadi, beberapa konsep, seperti pojok baca digital, diharapkan bisa direalisasikan lebih banyak,” ucapnya.