Pelibatan masyarakat dalam perencanaan hingga evaluasi program otsus Papua penting. Hal ini tak terkecuali bagi penyandang disabilitas dan perempuan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Kebijakan pendanaan otonomi khusus di Tanah Papua masih akan berlanjut hingga 2041. Pelaksanaan pendanaan otsus jilid kedua ini mengemban harapan agar banyak orang asli Papua atau OAP yang semakin cerdas, sehat, dan sejahtera bersama. Tak boleh ada di antara mereka ada yang tertinggal, termasuk penyandang disabilitas dan perempuan.
Sama seperti data nasional, sebetulnya belum ada data pasti tentang jumlah penyandang disabilitas di Tanah Papua. Berdasarkan data Long Form Sensus Penduduk 2020 Provinsi Papua Barat, prevalensi penyandang disabilitas berusia di atas lima tahun adalah 1,4 persen. Sementara itu, Long Form Sensus Penduduk 2020 Provinsi Papua mencatat prevalensi difabel adalah 1,37 persen.
Mendata jumlah difabel beserta ragam disabilitasnya tidak mudah. Masih ada difabel yang disembunyikan keluarganya sehingga luput didata. Bagi sebagian orang, disabilitas adalah aib.
Penyandang disabilitas sejatinya warga dengan hak yang setara dengan warga Indonesia lain. Mereka adalah subyek yang berhak penuh untuk terlibat dalam pembangunan. Namun, difabel sulit berpartisipasi karena ”tertinggal” dari orang lain.
Sebagian penyandang disabilitas hidup dalam kemiskinan, tidak bekerja, atau tidak sekolah tinggi. Hal ini dipicu berbagai hal, salah satunya aksesibilitas yang belum inklusif. Hal ini membuat mereka sulit bepergian, apalagi mandiri dan berdaya.
Kendala lain adalah belum semua penyedia kerja mau menampung difabel. Padahal, pemerintah mengatur agar perusahaan swasta memperkerjakan 1 persen difabel dan 2 persen untuk badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD).
Karena situasi belum inklusif, penyandang disabilitas termasuk dalam kelompok rentan. Pemerintah pun menyediakan bantuan jika terjadi krisis, atau bantuan untuk membantu difabel berdaya. Namun, data penyandang disabilitas yang belum menyeluruh membuat beberapa orang luput dari bantuan.
”Penyandang disabilitas butuh sarana penunjang, seperti kursi roda, kruk, alat bantu dengar. Data penting agar kebutuhan mereka bisa diakomodasi,” kata Direktur Konsultasi Independen Pemberdayaan Rakyat Papua (Kipra) Irianto Yacobus, Senin (28/8/2023), di Jayapura, Papua.
OAP difabel
Penting pula untuk mendata OAP yang juga penyandang disabilitas. Menurut Irianto, data ini masih minim. Adapun ia menyebut hingga kini pihaknya baru mendata 200 OAP difabel di Kota Jayapura.
Data ini penting untuk memastikan penyandang disabilitas turut menikmati dana otsus Papua dari pemerintah. Dana otsus ini dikucurkan untuk menyejahterakan OAP.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Papua Barat Dance Sangkek mengatakan, daerahnya mengembangkan sistem data digital bernama Sistem Administrasi dan Informasi Kampung (SAIK) Plus. Sistem yang dikembangkan sejak 2018 ini mendata OAP dan non-OAP di Papua Barat.
Data penting untuk memastikan penyandang disabilitas turut menikmati dana otsus Papua dari pemerintah.
Difabel juga didata di SAIK Plus. Proses input data di SAIK Plus saat ini mencapai 80 persen.
”Itu yang jadi basis kami untuk menentukan dan merencanakan kebijakan otsus yang berbasis OAP. Di situ ada data-data ekonominya (penduduk) seperti apa, sosialnya seperti apa. Itu yang diukur untuk menghitung besarnya alokasi (dana otsus),” ucap Dance, di Manokwari, Sabtu (1/9/2023).
Adapun kebijakan otsus di Tanah Papua berlangsung selama 20 tahun dari 2001. Kebijakan ini dilanjutkan di periode kedua, yakni pada 2021-2041. Ada tiga agenda besar di otsus jilid kedua, yaitu Papua Cerdas, Papua Sehat, dan Papua Produktif. Agenda ini fokus di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.
Hasil kebijakan otsus jilid pertama dinilai belum optimal antara lain karena masalah transparansi, konektivitas, serta pengolahan sumber daya alam yang belum optimal. Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cendana, Adlof ZF Siahay, sebelumnya mengatakan, penggunaan dana otsus jilid pertama fokus ke pembangunan infrastruktur yang sifatnya umum, bukan untuk OAP. Itu sebabnya ada OAP yang tak merasakan manfaat dana otsus.
Menurut Irianto, OAP mesti dilibatkan dalam perencanaan dan penganggaran dana otsus, khususnya penyandang disabilitas. Ini penting agar mereka bisa menyuarakan pendapatnya, memastikan program turunan otsus sesuai kebutuhan, serta tepat sasaran. Kebijakan otsus pun diharapkan inklusif.
Konsorsium GEDSI
Untuk memastikan kelompok rentan terlibat dalam pelaksanaan otsus, tujuh organisasi masyarakat membentuk Konsorsium GEDSI (Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial) pada April 2023. Konsorsium yang berbasis di Papua ini terdiri antara lain dari Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Perempuan dan Anak Papua (LP3AP), Kipra, dan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jayapura.
Koordinator Konsorsium GEDSI Siti Akmiati mengatakan, selain penyandang disabilitas, konsorsium juga ingin melibatkan perempuan dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga evaluasi otsus jilid kedua.
”Mereka (kelompok rentan) tidak dilibatkan di proses perencanaan hingga penganggaran sehingga kebutuhannya tidak terakomodasi. Bantuan jadi tidak tepat sasaran,” kata Siti.
Konsorsium GEDSI lantas berupaya untuk mendata perempuan dan difabel berikut kebutuhannya. Mereka juga berupaya menjangkau pemerintah daerah agar melibatkan perempuan dan difabel.
Mereka juga akan menggelar diskusi untuk menghimpun kebutuhan kelompok rentan, serta mengadvokasi berbagai pihak untuk melibatkan mereka. Mereka berencana menyusun sejumlah rekomendasi bagi pengambil keputusan. Adapun pekerjaan ini disokong oleh program USAID Kolaborasi.
Menurut Chief of Party USAID Kolaborasi Caroline Tupamahu, kaum rentan seperti perempuan dan difabel perlu dilibatkan dalam pembangunan, termasuk perencanaan dan penganggaran dana otsus. ”Kami bekerja sama dengan mereka (Konsorsium GEDSI) untuk mempertemukan apa yang mereka lakukan dengan pemerintah. Ini agar mereka tidak bergerak sendiri, tetapi ada jembatan ke pemerintah,” katanya.