Pameran numismatik merekam perjalanan mata uang yang pernah beredar di Nusantara. Pengetahuan sejarah ini penting disebarluaskan guna menambah wawasan masyarakat.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
Sebagai mata uang, rupiah mempunyai sejarah panjang dalam mengiringi perjalanan bangsa Indonesia. Pameran numismatik yang menampilkan peredaran uang dari masa ke masa membangkitkan gairah untuk mengawal sejarah rupiah.
Uang kuno, baik koin dan kertas, “membanjiri” ruang tengah lantai dasar Mal Ciputra Jakarta, Jumat (1/9/2023). Uang-uang itu berasal dari beragam era, mulai dari masa penjajahan, Orde Lama, Orde Baru, hingga pascareformasi.
Pameran Indonesia Numismatic Show (INS) 2 tersebut bukan hanya menjadi “surga” bagi pemburu atau kolektor uang-uang kuno. Pameran yang melibatkan lebih dari 60 pelaku numismatik tersebut juga mengedukasi masyarakat tentang perjalanan mata uang di Nusantara.
Numismatik merupakan kegiatan mengumpulkan benda-benda terkait uang, seperti uang kertas, koin, dan token yang pernah beredar dan digunakan masyarakat.
Tak sedikit pemuda yang penasaran untuk singgah ke pameran itu. Mereka tidak membeli uang kuno, tetapi memburu pengetahuan mengenai alat tukar yang pernah dipakai di Indonesia.
Sementara para kolektor sibuk mencari uang kuno incarannya. Selain sebagai koleksi, uang kuno itu juga dijadikan investasi karena bisa dijual kembali di masa mendatang.
“Acara ini sebetulnya, selain untuk perdagangan, juga menjadi edukasi bagi masyarakat,” ujar Ketua Umum Masyarakat Numismatik Indonesia (MNI) Sunardji.
Pameran yang berlangsung pada 31 Agustus – 3 September 2023 itu terbuka untuk umum. Pihak sekolah dipersilakan membawa siswa-siswanya jika ingin belajar mengenai peredaran mata uang di Tanah Air.
“Dengan begitu, generasi muda bisa teredukasi. Coba perhatikan, banyak di media sosial menjual uang koin dengan harga mahal. Padahal, tidak begitu. Di sini informasi itu bisa diketahui sehingga harapannya masyarakat tidak tertipu,” jelasnya.
Dalam pemeran itu, MNI membagikan 1.000 keping uang koin Rp 100 “Karapan Sapi” keluaran 1990-an kepada pengunjung. Hal ini merupakan perluasan edukasi kepada masyarakat tentang numismatik.
Selain bisa bertanya langsung kepada penyelenggara, masyarakat juga dapat menggali informasi dari pengunjung pengoleksi uang kuno. Sejumlah panel memaparkan berbagai informasi mengenai sejarah uang Indonesia.
Penggunaan mata uang di Nusantara diperkirakan dimulai pada masa Kerajaan Hindu-Buddha sekitar tahun 850-1300 Masehi. Mata uang semakin umum dipakai pada masa kerajaan Islam di sejumlah wilayah, seperti Banten, Cirebon, Samudera Pasai, Banjarmasin, dan Buton.
Peredaran mata uang sangat dipengaruhi oleh kegiatan perdagangan dengan negara lain, seperti China pada 850-1900. Pengaruh juga datang dari Perusahaan Hindia Timur Belanda atau VOC pada 1602-1799.
Pameran Indonesia Numismatic Show (INS) 2 tersebut bukan hanya menjadi “surga” bagi pemburu atau kolektor uang-uang kuno. Namun, pameran yang melibatkan lebih dari 60 pelaku numismatik tersebut juga mengedukasi masyarakat tentang perjalanan mata uang di Nusantara.
Di awal kemerdekaan, Pemerintah Indonesia mengeluarkan mata uang nasional yang dinamai Oeang Repoeblik Indonesia atau ORI pada 1946. ORI turut berperan dalam perjuangan kemerdekaan sebagai alat mewujudkan persatuan.
Direktur Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Hari Widodo mengatakan, pameran numismatik diharapkan mengedukasi masyarakat tentang sejarah mata uang di Tanah Air. Dari aspek ekonomi, turut membantu pelaku UMKM yang menjual uang kuno.
“Peran numismatik penting dalam mengawal sejarah rupiah. Selain mengoleksi, mereka juga mengikuti perjalanan rupiah dari masa ke masa,” katanya.
Diperkenalkan di sekolah
Sejumlah pengunjung yang bukan kolektor uang kuno tak kalah antusias menyaksikan pameran itu. Bahkan, mereka menyarankan agar uang kuno tersebut diperkenalkan di sekolah-sekolah sehingga menambah pengetahuan siswa terkait sejarah mata uang di Indonesia.
“Tidak ada salahnya para pelaku numismatik dihadirkan di sekolah-sekolah dengan membawa mata uang kuno sehingga memperkaya wawasan siswa. Pasti akan lebih dimengerti ketimbang hanya belajar dari teks,” ujar Selo (25), pengunjung asal Kemang, Jakarta Selatan.
Menurut Selo, sudah sepatutnya komunitas di berbagai bidang diberdayakan mendukung pembelajaran di sekolah. Pameran bisa menjadi pintu masuk untuk membuka kesempatan bagi komunitas berperan lebih besar di bidang pendidikan.
Aris, pelaku numismatik asal Depok, Jawa Barat, berharap, pameran itu menjadi titik balik bagi para penjual uang kuno yang sempat terpuruk selama pandemi Covid-19. Sebab, banyak aktivitas terkendala akibat pembatasan pertemuan secara fisik. Padahal, jual beli uang kuno relatif lebih aman jika bertemu secara langsung.
“Bisa dicek langsung barangnya. Kalau online, asal di toko (lokapasar) resmi, relatif aman. Namun, di media sosial, tidak jarang terjadi penipuan,” katanya.
IMS 2 juga diikuti peserta dari luar negeri, seperti dari Hong Kong, Belanda, Swedia, Singapura, Kanada, China, Rusia, dan Rumania. Mereka tidak hanya menjual uang kuno dari masing-masing negara, tetapi juga negara lain.
Ketua Panitia INS 2 Teddy Rinaldy mengatakan, pameran itu bukan cuma untuk meningkatkan citra numismatik Indonesia di mata dunia. Namun, diharapkan turut mendukung pedagang kecil di bidang numismatik agar berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Kami berharap antusiasme masyarakat Indonesia terhadap numismatik akan terus tumbuh melalui pameran seperti ini,” ucapnya.