Siklus Hidup Manusia Jadi Fokus Integrasi Layanan Kesehatan Primer
Layanan kesehatan primer akan berfokus pada seluruh siklus hidup manusia, mulai dari ibu hamil, bayi, remaja, dewasa, dan lansia. Layanan pun akan diperkuat secara terintegrasi dalam tranformasi layanan kesehatan primer.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan layanan berbasis siklus hidup manusia menjadi fokus integrasi dalam pelayanan kesehatan primer di masyarakat. Itu artinya, layanan di pusat kesehatan primer, termasuk posyandu, tidak hanya melayani kesehatan ibu dan anak, tetapi juga remaja, dewasa, dan warga lansia.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan hal tersebut dalam acara Peluncuran Nasional Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer dan Penguatan Perencanaan Pembangunan Kesehatan di Jakarta, Kamis (31/8/2023). Perluasan layanan kesehatan untuk seluruh siklus hidup manusia merupakan salah satu perubahan mendasar yang diwujudkan dalam transformasi pelayanan kesehatan primer.
”Puskesmas dan posyandu akan fokus pada promotif dan preventif. Itu harus dilakukan di seluruh siklus hidup, termasuk di posyandu. Dulu, posyandu hanya fokus pada ibu hamil dan anak balita. Sekarang, posyandu fokus pada semua usia, dari ibu hamil, balita, anak, dewasa, dan lansia,” tuturnya.
Untuk itu, Budi menyampaikan, pelayanan yang diberikan pada layanan kesehatan primer disesuaikan dengan siklus hidup. Pelayanan dapat dilakukan, antara lain, dengan memberikan edukasi kesehatan, penapisan atau skrining masalah kesehatan sesuai siklus hidup, serta pencegahan penyakit, seperti imunisasi dan pemberian makanan tambahan. Pelayanan tersebut juga akan distandardisasikan agar bisa diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan di seluruh wilayah.
Bentuk transformasi layanan kesehatan primer lainnya adalah dengan memperkuat struktur pelayanan kesehatan primer melalui penguatan puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu, serta jejaring layanan kesehatan lain di masyarakat, seperti layanan kesehatan sekolah dan layanan kesehatan kerja.
Saat ini setidaknya tercatat ada 10.000 puskesmas di tingkat kecamatan, 85.000 puskesmas pembantu di tingkat desa dan kelurahan, serta 300.000 posyandu di tingkat dusun. Setiap fasilitas kesehatan tersebut memiliki tanggung jawab yang berbeda, tetapi pelayanan yang diberikan akan saling terintegrasi.
Dulu, posyandu hanya fokus pada ibu hamil dan anak balita. Sekarang, posyandu fokus pada semua usia, dari ibu hamil, balita, anak, dewasa, dan lansia. (Budi G Sadikin)
Budi menuturkan, hal lain yang juga akan diperkuat dalam transformasi kesehatan primer adalah penguatan pemantauan kesehatan wilayah melalui digitalisasi. Pemantauan wilayah yang dilakukan petugas atau kader kesehatan setempat akan diperkuat melalui dashboard situasi kesehatan per desa atau kelurahan.
”Kita juga akan melakukan reedukasi pada semua kader di posyandu supaya mereka bisa melakukan tugas promosi dengan baik. Tugasnya bukan lagi mengadakan kegiatan setiap bulan sekali, tetapi kita ingin kader secara aktif datang dari rumah ke rumah untuk melakukan edukasi perilaku hidup bersih sehat. Kita akan berikan insentif pada kader yang berhasil,” ujarnya.
Budi berharap, upaya penguatan pada pelayanan kesehatan primer bisa semakin mewujudkan konsep sehat yang diharapkan untuk masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan primer dibentuk untuk memastikan setiap masyarakat bisa tetap sehat tercegah dari berbagai penyakit. Itu sebabnya, fokus dari layanan kesehatan primer pada upaya promotif dan preventif, bukan pada kuratif atau pengobatan.
”Jangan jadikan puskesmas itu sebagai rumah sakit. Puskesmas itu seharusnya untuk menjaga orang tetap sehat. Sementara menyembuhkan orang sakit itu di rumah sakit,” ucap Budi.
Tantangan
Deputi Bidang Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Y B Satya Sananugraha menyampaikan, sejumlah tantangan masih dihadapi dalam sistem pelayanan kesehatan primer di Indonesia. Selama ini, pelayanan kesehatan masyarakat lebih banyak berorientasi pada upaya kuratif dibandingkan dengan upaya promotif dan preventif.
Selain itu, ketersediaan tenaga kesehatan, sarana, dan alat kesehatan juga belum terpenuhi secara merata di semua puskesmas. Setidaknya sekitar 45,1 persen puskesmas belum memiliki sembilan jenis tenaga kesehatan dasar, bahkan masih ada 4,1 persen puskesmas yang tidak memiliki dokter. Selain itu, sebanyak 56,8 persen puskesmas belum memiliki prasaranan yang sesuai standar dan 48,6 persen puskesmas belum memiliki alat kesehatan sesuai standar.
”Oleh karenanya diperlukan upaya untuk meningkatkan layanan kesehatan kepada masyarakat melalui perluasan jejaring pelayanan kesehatan primer yang komprehensif dan berkualitas. Konsep integrasi pelayanan kesehatan primer jadi salah satu kunci yang perlu dioptimalkan,” katanya.
Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene dari Fraksi Partai Nasional Demokrat menuturkan, pelayanan kesehatan primer merupakan fondasi bagi sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Setidaknya ada lima jenis pelayanan esensial yang perlu tersedia di pelayanan kesehatan primer, yakni promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak dan keluarga berencana, pelayanan gizi, serta pencegahan dan pengendalian penyakit.
”Meningkatkan derajat pelayanan kesehatan primer terbukti dapat meningkatkan akses pelayanan kesehatan, meningkatkan derajat kesehatan yang lebih baik, menurunkan rawat inap dan kunjungan gawat darurat, serta menurunkan pembiayaan kesehatan secara keseluruhan,” ujarnya.
Konsorsium
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Maria Endang Sumiwi menuturkan, komitmen dalam penguatan layanan kesehatan primer juga diwujudkan dengan membentuk Konsorsium Pelayanan Kesehatan Primer. Konsorsium ini menjadi wadah atas dukungan dari mitra kesehatan untuk penguatan struktur dan manajemen dalam pelayanan kesehatan primer.
Selain Kementerian Kesehatan, konsorsium ini juga melibatkan lintas kementerian lain, seperti Kemenko PMK, Badan Perencanaan Pembangungan Nasional (Bappenas), Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan. Selain itu, mitra lain yang terlibat, antara lain, ThinkWell Insititute, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjadjaran, Universitas Udayana, Oxford University, Summit Intitute for Development, USAID, Unicef, dan World Bank.
Adapun kegiatan dalam konsorsium tersebut meliputi pembiayaan pelayanan kesehatan primer, dukungan digitalisasi pelayanan kesehatan primer, penguatan komunitas tenaga kesehatan/kader kesehatan, serta implementasi integrasi layanan primer.
”Konsorsium ini sekaligus untuk saling bertukar hasil dari dukungan-dukungan di lapangan untuk memperkuat pelayanan kesehatan primer,” kata Endang.