Sampah Plastik Kini Bisa Diubah Menjadi Sabun Mandi
Karton susu, wadah makanan, dan kantong plastik kini bisa diproses menjadi sabun mandi dan detergen. Temuan metode daur ulang plastik dari peneliti Virginia Tech ini lebih efisien dibandingkan metode sebelumnya.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mungkin sudah saatnya di masa mendatang kita mandi dengan menggunakan sabun yang terbuat dari sampah plastik. Penemuan demi penyelamatan bumi dari polusi plastik ini tengah diupayakan oleh para ahli kimia dari Universitas Negeri Virginia atau Virginia Tech di Blacksburg, Virginia, Amerika Serikat. Mereka mengubah karton susu, wadah makanan, dan kantong plastik menjadi sabun mandi dan detergen.
Peneliti dari Departemen Kimia, Universitas Negeri Virginia, Guoliang ”Greg” Liu, telah menemukan metode baru untuk mendaur ulang plastik. Dia mengumpulkan karton susu, wadah makanan, dan kantong plastik untuk diubah menjadi surfaktan. Surfaktan adalah bahan utama dalam produk pelumas, lilin, detergen, dan sabun.
Liu menilai ada kesamaan antara plastik dan sabun dari tekstur, tampilan, dan cara penggunaannya. Namun, setelah diteliti, ada hubungan pada tingkat molekuler di antara keduanya. Struktur kimia polietilen sebagai salah satu plastik yang paling umum digunakan di dunia saat ini sangat mirip dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan kimia prekursor untuk sabun mandi.
Saya harap ini bisa menjadi awal yang baik dalam perang melawan polusi plastik.
”Bagi saya, sampah plastik pada dasarnya adalah minyak mentah yang berada di atas permukaan tanah. Kita tidak perlu pergi jauh ke laut atau bawah tanah untuk menambang minyak lagi,” kata Guoliang dalam siaran pers Virginia Tech, Kamis (31/8/2023).
Dalam proses penelitiannya, tim menemui kendala untuk memecah rantai karbon dalam polietilen yang panjang menjadi pendek dan efisien agar bisa menjadi asam lemak untuk menghasilkan sabun. Liu kemudian terinspirasi dari asap pembakaran kayu di perapian rumahnya.
Meskipun plastik tidak boleh dibakar di perapian demi mencegah polusi udara, dia mulai menyusun rencana membakar polietilen di lingkungan laboratorium yang aman. ”Jika kita juga memecah molekul polietilen sintetik tetapi menghentikan prosesnya sebelum molekul tersebut terurai menjadi molekul gas kecil, kita akan mendapatkan molekul rantai pendek yang mirip polietilen,” tutur Liu.
Bersama dua mahasiswanya, Zhen Xu dan Eric Munyaneza, mereka membangun reaktor kecil seperti oven untuk memanaskan polietilen, proses ini disebut termolisis gradien suhu. Di bagian bawah oven akan diatur pada suhu yang cukup tinggi untuk memutus rantai polimer, dan di bagian atas, oven didinginkan hingga suhu yang cukup rendah untuk menghentikan kerusakan lebih lanjut.
Setelah proses termolisis, mereka mengumpulkan residunya, mirip dengan membersihkan jelaga dari cerobong asap perapian rumah. Hasilnya, mereka menemukan ”polietilen rantai pendek” atau lebih tepatnya, lilin. Lilin tersebut kemudian diproses lagi, termasuk dilakukan saponifikasi, untuk menjadi sabun. Dalam melakukan proses terakhir ini, tim dibantu para ahli dalam pemodelan komputasi, analisis ekonomi, dan lain-lain.
”Penelitian kami menunjukkan cara baru untuk mendaur ulang plastik tanpa menggunakan katalis baru atau prosedur yang rumit. Dalam penelitian ini, kami telah menunjukkan potensi strategi untuk daur ulang plastik,” kata Zhen Xu.
Xu menyebutkan, selain polietilen, metode ini juga bisa digunakan untuk jenis plastik lain seperti polipropilen. Kedua bahan ini banyak ditemui konsumen plastik setiap hari, mulai dari kemasan produk, wadah makanan, hingga kain.
Bahkan, kedua jenis plastik itu bisa dipanaskan bersamaan untuk diproses menjadi sabun. Hal ini membuat metode ini lebih efisien dibanding metode daur ulang plastik sebelumnya yang harus memilah plastik berdasarkan jenisnya.
Sampah plastik merupakan tantangan global dan menjadi masalah di beberapa negara. Dibandingkan dengan proses yang canggih dan kompleks, proses yang sederhana dengan menjadikannya sabun ini mungkin lebih mudah diakses oleh banyak negara lain di seluruh dunia.
”Saya harap ini bisa menjadi awal yang baik dalam perang melawan polusi plastik,” tutur Xu.