Gelas Kertas Berdampak Buruk terhadap Lingkungan, Sebagaimana Gelas Plastik
Wadah sekali pakai berupa gelas kertas dapat membahayakan organisme hidup sebagaimana plastik biasa jika berakhir di alam. Temuan ini mendorong kita agar meninggalkan wadah sekali pakai.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Laporan mengenai polusi plastik yang mencemari seluruh bagian bumi dan membahayakan makhluk hidup telah mempercepat peralihan ke bahan alternatif, di antaranya cangkir kertas berlapis bioplastik. Namun, wadah sekali pakai ini juga dapat membahayakan organisme hidup sebagaimana plastik biasa jika berakhir di alam.
Para peneliti di Universitas Gothenburg menunjukkan hal ini dalam sebuah penelitian yang menguji pengaruh cangkir sekali pakai yang terbuat dari sejumlah bahan berbeda terhadap larva nyamuk. Laporan dipublikasikan di jurnal Environmental Pollution.
”Kami meninggalkan gelas kertas dan gelas plastik di dalam sedimen basah dan air selama beberapa minggu dan mengamati bagaimana bahan kimia yang terlarut memengaruhi larva. Semua gelas berdampak buruk terhadap pertumbuhan larva nyamuk,” kata Bethanie Carney Almroth, Profesor Ilmu Lingkungan di Departemen Biologi dan Ilmu Lingkungan di Universitas Gothenburg, dalam rilis, Jumat (25/8/2023).
Bioplastik setidaknya mengandung bahan kimia yang sama banyaknya dengan plastik konvensional.
Kertas tidak tahan lemak dan tidak tahan air sehingga kertas yang digunakan dalam bahan pengemas makanan atau minuman perlu diberi lapisan permukaan film plastik. Plastik ini melindungi kertas dari minuman panas, seperti kopi.
Saat ini, film plastik sering kali dibuat dari polilaktida, PLA, sejenis bioplastik. Bioplastik PLA umumnya diproduksi dari jagung, singkong, atau tebu. Selama ini PLA sering dianggap dapat terbiodegradasi, artinya plastik ini dapat terurai lebih cepat dibandingkan plastik berbahan dasar minyak dalam kondisi yang tepat. Namun, studi para peneliti menunjukkan bahwa material ini masih bisa menjadi racun.
”Bioplastik tidak terurai secara efektif ketika berada di lingkungan, di dalam air. Ada risiko bahwa plastik tersebut tetap berada di alam dan mikroplastik yang dihasilkan dapat tertelan oleh hewan dan manusia, sama seperti plastik lainnya. Bioplastik setidaknya mengandung bahan kimia yang sama banyaknya dengan plastik konvensional,” kata Bethanie Carney Almroth.
Para peneliti menemukan, kemasan kertas ini juga berpotensi menimbulkan bahaya kesehatan dibandingkan bahan lainnya dan hal ini menjadi lebih umum terjadi. ”Kita terpapar plastik dan bahan kimia terkait melalui kontak dengan makanan,” tulis Almroth dan tim.
Temuan Almroth dan tim ini menguatkan studi dari para peneliti di University College London (UCL) yang diterbitkan di Frontiers in Sustainability tahun 2022. Mereka menemukan bahwa sebagian besar bioplastik tidak sepenuhnya terurai dalam kondisi pengomposan.
Danielle Purkiss dari UCL, yang memimpin studi ini, melaporkan, plastik yang dapat dibuat kompos saat ini tidak kompatibel dengan sebagian besar sistem pengelolaan sampah. Tidak ada standar internasional yang selaras untuk plastik rumah tangga yang dapat dijadikan kompos. Nasib bioplastik ini ketika dibuang atau disortir untuk didaur ulang akan berakhir dengan insinerasi atau pembuangan sampah.
”Nasib umum dari tempat pembuangan sampah atau insinerasi biasanya tidak dikomunikasikan kepada pelanggan sehingga klaim lingkungan hidup yang dibuat untuk kemasan kompos dapat menyesatkan,” kata Purkiss.
Tinggalkan plastik sekali pakai
Dalam laporan kajiannya, Almroth dan membahas perubahan besar yang diperlukan untuk memitigasi kerusakan lingkungan dan ancaman terhadap kesehatan kita yang disebabkan oleh krisis polusi plastik.
Menurut Almroth, saat ini kita perlu beralih dari gaya hidup sekali pakai. ”Akan lebih baik jika Anda membawa cangkir sendiri saat membeli kopi untuk dibawa pulang. Atau, luangkan waktu beberapa menit, duduk dan minum kopi dari cangkir porselen yang disediakan penjual,” kata Almroth.
Saat ini, upaya sedang dilakukan melalui PBB di mana negara-negara di dunia sedang merundingkan perjanjian yang mengikat untuk mengakhiri penyebaran plastik di masyarakat dan alam. Carney Almroth adalah anggota dewan ilmuwan, SCEPT (Koalisi Ilmuwan untuk Perjanjian Plastik yang Efektif) yang menyumbangkan bukti ilmiah dalam negosiasi tersebut. Dewan tersebut menyerukan penghapusan secara bertahap penggunaan plastik yang tidak perlu dan bermasalah, serta kewaspadaan untuk menghindari penggantian satu produk buruk dengan produk lainnya.
”Kami di SCEPT menyerukan persyaratan transparansi dalam industri plastik yang memaksa adanya pelaporan yang jelas tentang bahan kimia apa yang terkandung dalam semua produk, seperti halnya dalam industri farmasi. Namun, tujuan utama dari pekerjaan kami adalah meminimalkan produksi plastik,” kata Almroth.