Arist Merdeka Sirait dan Mimpi Membangun Taman Bermain Anak
Aktivis yang juga Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait telah berpulang. Ia tidak hanya meninggalkan keluarga, tetapi juga jutaan anak di seluruh Indonesia yang selama ini selalu ia perjuangkan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA, SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Arist Merdeka Sirait, sosok yang semasa hidupnya dikenal lantang menyuarakan hak anak, berpulang dalam usia 63 tahun, Sabtu (26/8/2023) pukul 08.35 di RS Polri Kramat Jati, Jakarta. Ia memiliki beberapa mimpi yang belum tersampaikan, seperti membangun taman bermain anak.
Hal itu diungkapkan oleh Agustinus Sirait (45), adik bungsu dari Arist Merdeka Sirait, Sabtu. ”Ada mimpi abang yang belum tersampai. Satu, ia ingin membangun taman bermain anak. Jadi, ketika pensiun ia ingin sambil mengelola taman bermain anak karena sejatinya menurut Arist, anak itu harus banyak bermain, bukan belajar. Selain itu, abang juga masih punya mimpi untuk membuat klip video untuk lagu-lagu anak ciptaannya,” kata Agustinus.
Agustinus mengenang kakaknya sebagai sosok yang tidak pernah gentar untuk membela hak anak di Indonesia. Berbagai kepentingan anak selalu disuarakan dengan lantang. Bahkan, sering kali itu membuat Arist mengesampingkan kepentingannya.
”Itu termasuk sebelum dirawat di rumah sakit terakhir kali. Sebelumnya, Bang Arist sudah masuk rumah sakit karena infeksi saluran kemih. Belum pulih betul, ia ternyata langsung terbang ke Semarang untuk hadir dalam acara puncak peringatan Hari Anak Nasional dan melanjutkan kegiatannya di Medan bersama Bu Menteri (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak),” ujarnya.
Agustinus menyampaikan, kondisi Arist semakin memburuk setelah kembali dari perjalanan tersebut. Baru tiba di Jakarta, Arist kembali dibawa ke unit gawat darurat. Setelah sempat pulih beberapa hari, kondisi Arist kembali memburuk. Akhirnya, ia dibawa ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta, untuk mendapatkan perawatan jantung. Arist disebutkan memiliki riwayat penyakit jantung dan pernah empat kali menjalani operasi pemasangan ring jantung.
Arist berpulang meninggalkan seorang istri, Rosty Maline Munte. Selain itu, ia juga meninggalkan jutaan anak di Indonesia. ”Tidak ada energi sebesar Bang Arist untuk bisa menyuarakan kepentingan anak. Jutaan anak di Indonesia kehilangan sosok Bang Arist,” ujar Lisda Sundari, Ketua Yayasan Lentera Anak, ketika ditemui di Rumah Duka Sentosa, RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Sabtu.
Sebelum menjadi Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda bekerja bersama Arist Merdeka di Komisi Nasional Perlindungan Anak setidaknya selama tujuh tahun. Ia menyampaikan, Bang Arist, panggilan akrab Arist Merdeka Sirait, punya keyakinan bahwa suara anak merupakan kekuatan. Lewat Arist Merdeka pun Lisda akhirnya bisa banyak belajar untuk memperjuangkan hak-hak anak. ”Terima kasih Pak Arist yang telah meletakkan fondasi partisipasi anak di Indonesia,” ucapnya.
Jenazah Arist Merdeka Sirait disemayamkan di Rumah Duka Sentosa, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, tepatnya di ruangan N. Sejak pukul 14.00, Sabtu, keluarga dan rekan berdatangan ke rumah duka. Karangan bunga pun sudah terlihat memenuhi depan tempat persemayaman almarhum Arist Merdeka Sirait.
Jenazah Arist, menurut rencana, akan disemayamkan di rumah duka tersebut hingga Senin, 28 Agustus 2023. Pada Senin malam, jenazah akan diterbangkan ke Sumatera Utara untuk dibawa ke kediaman keluarga di daerah Porsea, Sumatera Utara. Menurut rencana, pada Selasa, 29 Agustus 2023 pukul 10.00, Arist dimakamkan di makam keluarga di daerah tersebut.
Arist Merdeka Sirait yang dikenal sebagai Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak sudah bergerak sebagai aktivis sejak lama. Sebelum berfokus pada perlindungan anak, Arist lebih dulu memiliki konsen terhadap nasib buruh. Ketika menikah dengan istrinya, yang juga merupakan aktivis isu anak, Arist akhirnya lebih banyak berkecimpung untuk menyuarakan hak-hak anak.
Sikapnya yang selalu tegas dan keras untuk membela hak dan kebutuhan anak senyatanya dilakukan agar persoalan anak bisa dianggap lebih serius.