Perempuan, termasuk anak perempuan, rentan menjadi korban perdagangan orang dengan modus pengiriman pekerja migran. Edukasi pada masyarakat agar berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan dengan iming-iming gaji tinggi.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Rabu (23/8/2023), memulangkan 13 dari 18 perempuan calon pekerja migran yang menjadi korban perdagangan orang ke daerahnya masing-masing. Adapun lima lainnya belum bisa pulang karena masih harus menunggu selesainya proses penyidikan terhadap para terduga pelaku yang merekrut mereka.
Sebanyak 18 perempuan tersebut, Senin (14/8/2023) dini hari, ditemukan petugas BP2MI bersama dengan tim kepolisian saat mereka ditampung di sebuah rumah di Cluster Victoria River Park, Kecamatan Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan, Banten.
”Mereka sudah kami kembalikan ke daerahnya, yakni Sulawesi Utara, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat, Mereka sudah menyadari bahwa yang hampir mereka lakukan bagian dari penempatan tidak resmi yang mengandung risiko,” ujar Kepala BP2MI Benny Rhamdani kepada Kompas, Kamis (24/8/2023) petang.
Mereka sudah menyadari bahwa yang hampir mereka lakukan bagian dari penempatan tidak resmi yang mengandung risiko.
Sebagaimana diberitakan, 18 perempuan yang berasal dari Sulawesi Utara (15), dan Jawa Barat (2), dan Nusa Tenggara Barat (1) diduga menjadi korban perdagangan orang dengan modus pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Singapura. Mereka diiming-iming pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga (PRT) dengan gaji yang tinggi.
Kasus tersebut mencuat ketika BP2MI menerima informasi bahwa ada dua dari 18 calon PMI tersebut, yakni JK (28) dan NK (40), akan diberangkatkan pada 14 Agustus 2023 ke Batam, Provinsi Kepulauan Riau, menggunakan pesawat dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Hang Nadim pada pukul 05.55.
Saat dua calon PMI tersebut keluar dari rumah, tim kepolisian langsung mendatangi mereka dan mendapati selain kedua perempuan tersebut ada 16 perempuan lainnya. Ke-16 perempuan lainnya dalam masa menunggu pemberangkatan.
Bahkan, rencananya setelah dua perempuan berangkat, keesokan harinya juga akan diberangkatkan tujuh orang. Sebelumnya diduga sudah ada beberapa perempuan yang telah dikirim ke Singapura melalui Pelabuhan Batam.
Pasca-pengungkapan kasus tersebut, 18 perempuan calon PMI itu ditempatkan sementara di balai (shelter) BP2MI di Jakarta sebelum dipulangkan ke daerahnya. Selama sekitar sepuluh hari mereka mendapatkan pendampingan dan diedukasi petugas BP2MI agar jika ingin berangkat bekerja ke luar negeri hendaknya mengikuti prosedur pemberangkatan resmi.
”Mereka sudah paham dan jika ingin berangkat, mereka akan berproses lewat dinas setempat dan BP2MI di daerah,” kata Benny.
Adapun pihak yang merekrut mereka serta pihak yang bertanggung jawab untuk pemberangkatan mereka ke Singapura, Benny meminta kepolisian agar semuanya diproses hukum. ”Siapa calo, kaki tangan, bandarnya harus diusut dan diproses hukum agar tidak ada lagi penipuan-penipuan seperti itu. Kami akan mengawal proses hukumnya,” tegas Benny.
Kepada para calon PMI yang menjadi korban, mereka diminta untuk tidak mudah tergoda oleh iming-iming apa pun dan jangan mau didekati oleh siapa pun yang menawarkan pekerjaan di luar negeri dengan berangkat cepat.
Ketika ada tawaran berangkat cepat ke luar negeri tanpa melalui proses pelatihan, PMI harus curiga. Karena jika melalui jalur pemberangkatan resmi, sebelum berangkat seharusnya ada pelatihan dan pembekalan.
Bantuan pemerintah
Dalam upaya untuk melindungi hak-hak yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), Senin (21/8/2023), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memberikan paket bantuan kebutuhan spesifik kepada 18 perempuan calon PMI tersebut saat mereka di shelter BP2MI.
Bantuan tersebut, menurut Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA Ratna Susianawati, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar para perempuan korban, seperti sarung, selimut, pashmina, daster, pakaian dalam, handuk, pembalut, sabun odol, sikat gigi, dan sandal.
”Kami ingin memastikan perempuan terpenuhi perlindungan dan pemenuhan hak-haknya. Selama ini kami melihat bantuan-bantuan yang diberikan sifatnya umum,” ujarnya.
Selanjutnya, Ratna mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia yang melihat, mendengar, atau mengetahui adanya tindakan kekerasan, termasuk TPPO, dapat langsung melaporkannya ke Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) melalui call center 129 atau Whatsapp 08111-129-129.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Kementerian PPPA tahun 2020-2022, ada 1.418 kasus dan 1.581 korban TPPO yang dilaporkan. Dari data tersebut menunjukkan 96 persen korban perdagangan orang adalah perempuan dan anak.
Saat ini TPPO tak hanya menggunakan modus pekerja migran, tetapi juga menjerat korban dengan sejumlah iming-iming seperti tawaran magang kerja, beasiswa, penjualan organ (ginjal), hingga pendapatan instan melalui perekrutan tenaga kerja secara daring (online scamming). Korbannya tidak hanya dari masyarakat ekonomi rendah, tetapi saat ini kalangan berpendidikan mulai banyak diincar.
Bahkan, berdasarkan data Kementerian PPPA, dalam banyak kasus yang terjadi, teknologi juga dimanfaatkan oleh pelaku dalam setiap fase eksploitasi, mulai dari perekrutan, pengiklanan korban, bahkan manajemen keuangan dari bisnis pelaku pun dilakukan secara daring.