Lebih dari 58 Juta Anak Jadi Sasaran Minum Obat Cacing
Pemberian obat cacing diperlukan untuk mengatasi masalah kecacingan yang cukup banyak dialami anak di Indonesia. Sebanyak 58 juta anak menjadi sasaran minum obat cacing.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Prevalensi kecacingan di Indonesia masih cukup tinggi, terutama di wilayah dengan kondisi sanitasi yang buruk. Pemberian obat pencegahan kecacingan secara massal pun dilakukan untuk menekan angka penularan di masyarakat. Sebanyak 58 juta anak di Indonesia menjadi sasaran pemberian obat cacing tersebut.
Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, 27 kabupaten/ kota di Indonesia memiliki prevalensi kecacingan lebih dari 10 persen. Sebanyak 17 kabupaten/kota dengan prevalensi kecacingan 5-10 persen dan 80 kabupaten/kota dengan prevalensi kecacingan kurang dari 5 persen.
Staf Akademik Divisi Infeksi dan Pediatri Tropis Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Hindra Irawan Satari, di Jakarta, Selasa (22/8/2023), mengatakan, kecacingan menjadi cermin kurangnya upaya pengendalian lingkungan dan kesehatan masyarakat, terutama terkait sanitasi, air, dan kebersihan. Upaya penanganan kecacingan perlu dilakukan secara komprehensif, terutama kecacingan pada anak.
“Anak yang mengalami kecacingan akan mengalami gangguan pada pertumbuhan dan perkembangannya. Gizi yang seharusnya bisa diserap tubuh tidak akan optimal karena justru menjadi makanan bagi cacing di tubuh. Ini dapat membuat anak mengalami anemia dan stunting (tengkes),” katanya.
Kecacingan umumnya terjadi melalui infeksi dari cacing yang ditularkan melalui tanah, antara lain cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale). Infeksi dari cacing tersebut erat kaitannya dengan kebiasaan BAB sembarangan, tidak mencuci tangan sebelum makan, serta kebiasaan anak bermain di tanah tanpa menggunakan alas kaki.
Kondisi kecacingan pada anak dapat memengaruhi asupan gizi, kesehatan pencernaan, penyerapan makanan, serta metabolisme makanan dalam tubuh. Anak yang mengalami kecacingan sangat berisiko mengalami kekurangan kebutuhan zat gizi, terutama karbohidrat dan protein serta kehilangan darah. Selain menghambat perkembangan fisik, kecacingan pun bisa menurunkan daya tahan tubuh, kecerdasan, dan produktivitas.
Anak yang mengalami kecacingan akan mengalami gangguan pada pertumbuhan dan perkembangannya. Gizi yang seharusnya bisa diserap oleh tubuh tidak akan optimal karena justru menjadi makanan bagi cacing di tubuh.
Hindra menyampaikan, kecacingan merupakan penyakit menular berbasis lingkungan. Itu sebabnya pengendalian melalui perbaikan sanitasi lingkungan sangat penting. Masyarakat perlu lebih sadar dalam melakukan perilaku hidup bersih dan sehat, terutama untuk mencuci tangan pakai sabun di waktu penting, seperti setelah BAB, sebelum menyiapkan makan, serta sebelum makan. Pastikan pula untuk buang air besar di toilet yang layak. Selain itu, jangan lupa memotong kuku.
Obat cacing
Hindra menambahkan, pemberian obat cacing secara massal perlu dilakukan sebagai upaya pengendalian dan pencegahan di masyarakat. Pemerintah pun saat ini telah menjalankan program pemberian obat pencegahan secara massal cacingan. Pada tahun ini setidaknya 58 juta anak di Indonesia menjadi sasaran dari pemberian obat tersebut.
”Obat cacing ini bermanfaat, selain untuk mengatasi kecacingan yang terjadi pada anak juga untuk mencegah penularan. Karena itu, pemberian obat cacing harus menyeluruh di kabupaten/kota yang dibarengi dengan upaya penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat,” tuturnya.
Farmakolog dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesa yang juga Ketua Ahli Pengobatan Filariasis Indonesia, Purwanty Astuti Ascobat, menyampaikan, jenis obat cacing yang diberikan dalam program pemberian obat pencegahan secara massal untuk kecacingan adalah Albendazol. Anak usia bawah dua tahun dapat diberikan dalam bentuk sediaan tablet kunyah setengah dosis atau 200 miligram dosis tunggal, sedangkan usia lebih dari dua tahun diberikan satu dosis atau 400 miligram dosis tunggal.
Pemberian obat tersebut pun diberikan antara satu kali setahun dan dua kali setahun tergantung pada prevalensi kecacingan di wilayahnya. ”Obat cacing ini sangat penting untuk anak sebagai upaya menangani kondisi kecacingan. Obat ini dapat membunuh cacing tanpa memberikan efek samping yang berarti,” kata Purwanty.