Sebanyak 4 dari 10 penyakit mematikan di Indonesia berhubungan dengan polusi udara. Anggaran BPJS Kesehatan semakin tertekan. Sejumlah cara ini bisa dilakukan untuk bertahan hidup bersama udara kotor.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga Jabodetabek terpaksa harus mandiri beraktivitas di dalam kepungan polusi udara yang buruk beberapa hari terakhir. Berbagai cara mulai dari memakai masker hingga menanam tanaman di rumah bisa ditempuh secara mandiri oleh masyarakat agar bisa bertahan hidup dari bahaya polutan yang mengancam kesehatan.
Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir, Jumat (11/8/2023) pukul 07.00, polutan Jakarta masuk kategori merah dengan konsentrasi polutan particulate matter 2.5 (PM 2,5) sebesar 107,4 mikrogram per meter kubik atau 21 kali lipat dari batas aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta mencapai 176 poin, peringkat dua tertinggi di dunia setelah kota Dubai, Uni Emirat Arab (530 poin).
Sejumlah ahli menyarankan masyarakat untuk sebisa mungkin menghindari beraktivitas di luar ruangan, terlebih di saat jam sibuk pergi dan pulang kerja. Jika harus keluar, lebih baik tetap menggunakan masker tiga lapis yang memenuhi standar.
Saat di dalam ruangan pun disarankan untuk menyalakan filter penyaring udara atau alat penjernih udara (air purifier). Penggunaan air purifier juga harus sesuai dengan anjuran pemakaian.
”Dalam pemakaiannya, penting memperhatikan clean air delivery rate (CADR), untuk mengukur efektivitas pembersih udara berdasarkan ruang kamar dan volume udara bersih yang dihasilkan per menit. Ini yang menentukan seberapa banyak udara bersih disediakan oleh air purifier,” kata dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta Timur, Erlina Burhan, Jumat.
Selain air purifier dan filter udara, masyarakat juga bisa memanfaatkan tanaman hias yang diletakkan di dalam ruangan untuk mengurangi polusi udara. Studi udara bersih NASA pada 1989, mengutip Healthline, mengungkapkan ada sembilan tanaman penyaring udara kotor yang bisa ditempatkan di dalam ruangan.
Kesembilan tanaman itu adalah palem kuning (Chamaedorea seifrizii), palem jari (Rhapis excelsa), palem parlor (Chamaedorea elegans), lidah mertua atau sanseviera (Dracaena trifasciata), sri gading (Dracaena fragrans ’massangeana’), sri rejeki (Dracaena fragrans ’Janet Craig’), warneckei (Dracaena deremensis ’warneckei’), dragon tree (Dracaena marginata), dan krisan (Chrysanthemum morifolium).
”Kekuatan penyaringan tanaman lebih kecil daripada alat pembersih udara, tetapi mereka lebih alami, hemat biaya, dan memberikan efek terapi,” tulis NASA dalam studinya.
Perokok juga perlahan harus berhenti merokok agar tidak memperparah polusi udara. Kuatkan niat berhenti total merokok, tidak beralih ke vape, buang semua asbak dan korek di rumah, menghindari pergaulan dengan perokok, dan selalu bawa pensil dan kertas untuk mengalihkan perhatian tangan akan kebiasaan merokok.
Masyarakat yang masih menggunakan kendaraan pribadi sebaiknya beralih ke transportasi publik karena sektor transportasi menjadi penyebab polusi utama. Pemerintah harus terus meningkatkan layanan transportasi publik di Jabodetabek dengan rute terintegrasi dan pelayanan yang nyaman bagi masyarakat.
Polusi udara juga berbahaya bagi kulit dalam jangka panjang. Berbagai partikel dalam polusi udara, seperti radiasi ultraviolet, hidrokarbon aromatik polisiklik, dan senyawa organik yang mudah menguap seperti oksida, partikel, ozon, dan asap rokok, dapat memengaruhi kulit dengan menginduksi stres oksidatif.
Masyarakat harus rutin membersihkan wajah minimal dua kali sehari dengan sabun pembersih alami. Selain itu, selalu gunakan tabir surya saat beraktivitas di luar ruangan. Kenakan pula payung, jaket, sarung tangan, dan kacamata hitam, serta segera mandi saat sampai di rumah.
Dalam catatan Kementerian Kesehatan, 4 dari 10 penyakit penyebab kematian terbanyak merupakan penyakit pernapasan yang salah satunya disebabkan oleh polusi udara. Empat penyakit itu antara lain paru obstruktif kronis (PPOK) ada 145 kejadian dengan 78.300 kematian, kanker paru 18 kejadian dengan 28.600 kematian, pneumonia 5.900 kejadian dengan 52.500 kematian, dan asma 504 kejadian dengan 27.600 kematian.
Masalah ini turut menekan anggaran BPJS Kesehatan yang selalu meningkat setiap tahun. Pneumonia menelan anggaran sebesar Rp 8,7 triliun, tuberkulosis Rp 5,2 triliun, PPOK Rp 1,8 triliun, asma Rp 1,4 triliun, dan kanker paru Rp 766 miliar.