Percepatan Pengakuan Wilayah Adat Butuh Komitmen Pemerintah Daerah
Upaya pengakuan masyarakat adat beserta wilayah adatnya masih belum optimal. Sebab, status pengakuan wilayah adat masih minim yang dituangkan melalui kebijakan di tingkat daerah, baik perda maupun SK gubernur/bupati.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga Agustus 2023, tercatat luas wilayah adat di Indonesia mencapai 26,9 juta hektar. Namun, penetapan wilayah adat dari pemerintah masih sangat rendah, yakni baru seluas 3,73 juta hektar. Upaya percepatan pengakuan wilayah adat ini tidak hanya bertumpu pada komitmen pusat, tetapi juga pemerintah daerah.
Berdasarkan pembaruan data dari Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), hingga Agustus 2023, telah teregistrasi 1.336 peta wilayah adat di 155 kabupaten/kota dengan luas sekitar 26,9 juta hektar. Angka ini bertambah 1,8 juta hektar dari data sebelumnya yang dirilis Maret 2023 seluas 25,1 juta hektar di 154 kabupaten/kota.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 219 wilayah adat sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah (pemda) dengan luas 3,73 juta hektar atau sekitar 13,9 persen. Adapun total hutan adat yang sudah mendapat pengakuan sebanyak 123 hutan adat dengan luas 221.648 hektar.
Selain itu, dari analisis tutupan hutan di 1.336 wilayah adat, BRWA mengidentifikasi terdapat sekitar 12,9 hektar berupa hutan primer dan 5,37 juta hektar hutan sekunder.
Kepala daerah bersama DPRD sangat penting untuk memiliki komitmen yang kuat guna menerbitkan kerangka hukum dan kebijakan.
Kepala BRWA Kasmita Widodo menyampaikan, sampai sekarang upaya penyelenggaraan dan pengakuan masyarakat adat beserta wilayah adatnya masih belum optimal. Sebab, status pengakuan wilayah adat ini masih minim yang dituangkan melalui kebijakan di tingkat daerah, baik peraturan daerah (perda) maupun surat keputusan (SK) gubernur dan bupati.
”Jadi, kapasitas pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pengakuan masyarakat adat dan wilayah adat pelaksanaannya masih belum signifikan,” ujarnya dalam konferensi pers terkait status pengakuan wilayah adat di kantor BRWA, Bogor, Rabu (9/8/2023).
Kasmita menilai bahwa beberapa hambatan memang kerap terjadi dalam upaya pengakuan masyarakat adat dan wilayahnya. Hambatan tersebut salah satunya terkait dengan banyaknya pihak di daerah yang belum memahami proses serta prosedur verifikasi masyarakat adat dan wilayahnya. Hambatan lainnya adalah berkaitan dengan minimnya anggaran di pemda untuk program pengakuan masyarakat adat dan wilayahnya.
Menurut Kasmita, pengakuan wilayah adat dapat dipercepat melalui kerangka hukum dan kebijakan di tingkat daerah. Kebijakan berupa perda dan SK gubernur atau bupati tersebut bisa menjadi rujukan untuk menyiapkan peta wilayah adat yang nantinya akan disampaikan ke pemerintah pusat.
Kasmita menekankan, upaya menuntaskan seluruh proses pengakuan wilayah adat di Indonesia akan cukup lama dilakukan jika tidak ada komitmen dan kapasitas politik, baik dari kepala maupun pemerintah daerah (pemda). Oleh karena itu, pemerintah pusat dan daerah perlu berkomitmen dengan memperkuat kapasitas serta anggaran yang memadai guna mempercepat pengakuan masyarakat adat dan wilayahnya.
”Kepala daerah bersama DPRD sangat penting untuk memiliki komitmen yang kuat guna menerbitkan kerangka hukum dan kebijakan. Peraturan pemerintah tentang penyelenggaraan kehutanan masih mensyaratkan bahwa untuk pengakuan hutan adat yang berada di kawasan hutan harus berdasarkan perda tentang masyarakat adat,” katanya.
Setelah penerbitan perda, setiap daerah juga perlu membentuk kelembagaan atau panitia guna mempercepat pengakuan masyarakat adat. Pengakuan masyarakat adat dan wilayahnya akan tetap berjalan lambat apabila tidak ada kelembagaan dan dinas yang khusus ditunjuk sebagai pelaksana program tersebut.
Penetapan hutan adat
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat ini juga telah menetapkan 15 hutan adat seluas 68.000 hektar di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Penetapan ini membuat Gunung Mas menjadi kabupaten dengan hutan adat terluas di Indonesia.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong saat penyerahan salinan Surat Keputusan Penetapan Status Hutan Adat Gunung Mas di Jakarta, Selasa (9/8/2023), berharap, penetapan hutan adat ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memberi manfaat yang nyata kepada masyarakat, baik hari ini maupun ke depan.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) KLHK Bambang Supriyanto mengatakan, pihaknya terus melakukan berbagai upaya percepatan pengakuan masyarakat adat sekaligus penetapan status hutan adat.
Upaya tersebut salah satunya dilakukan melalui kerja bersama tim terpadu KLHK dengan kementerian dan lembaga terkait, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten. Hasil kerja tim terpadu tersebut kemudian yang menjadi rekomendasi bagi Bupati Gunung Mas untuk menetapkan 15 SK Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat sebagai dasar Menteri LHK untuk menetapkan status hutan adat.