Maksimalkan Sistem Peringatan Dini Bahaya Polusi Udara
Masyarakat perlu terus diingatkan mengenai dampak buruk pajanan polusi udara bagi kesehatan. Sistem peringatan dini serta sistem pemantauan polusi udara diharapkan lebih banyak dibangun.
JAKARTA, KOMPAS — Polusi udara semakin mengancam kesehatan masyarakat. Tingkat kualitas udara di DKI Jakarta pada Senin (7/8/2023) pagi bahkan menjadi yang terburuk di dunia. Untuk itu, kesadaran warga akan dampak buruk dari polusi udara perlu ditingkatkan, termasuk membangun sistem peringatan dini bahaya polusi udara.
Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan Agus Dwi Susanto mengutarakan hal itu di Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Terkait hal itu, pemerintah bersama pemangku kepentingan lain perlu lebih agresif memperkuat pengendalian polusi udara di lingkungan masyarakat. Seiring dengan itu, kesadaran publik terkait bahaya polusi udara perlu ditingkatkan, terutama untuk meminimalkan pajanan polusi udara.
Menurut Agus, sistem pemantauan polusi udara serta sistem peringatan dini bahaya polusi udara perlu dibangun. Pemerintah diharapkan membuat dan memperbanyak titik-titik pemantauan atau alat ukur mutu udara. Informasi mengenai hasil pemantauan tersebut juga perlu tersedia dan mudah diakses warga.
Baca juga: Kualitas Udara Buruk, Aktivitas Fisik di Luar Ruang Perlu Dibatasi
”Informasi mengenai kualitas udara yang tidak sehat perlu diberikan secara berkala kepada masyarakat. Itu beserta dengan langkah antisipasi yang harus dilakukan. Dengan begitu, kesadaran warga tentang polusi udara bisa lebih baik. Polusi udara menjadi masalah serius yang harus diantisipasi,” katanya.
Mencegah pajanan
Agus menambahkan, masyarakat dapat melakukan sejumlah cara untuk meminimalkan pajanan polusi udara, seperti mengurangi aktivitas di luar ruangan, menghindari aktivitas fisik berat di luar ruang, dan memakai masker. Warga disarankan menggunakan masker yang memiliki tingkat filtrasi baik.
Masker N95 memiliki tingkat filtrasi paling baik terhadap PM 2.5. Akan tetapi, jika penggunaan masker N95 tidak dimungkinkan, masyarakat setidaknya menggunakan masker medis. Sementara penggunaan masker kain tidak disarankan.
Sistem pemantauan polusi udara serta sistem peringatan dini bahaya polusi udara perlu dibangun. Pemerintah diharapkan dapat membuat dan memperbanyak titik monitoring atau alat ukur kualitas udara.
Selain itu, masyarakat bisa berperan untuk meminimalkan polusi udara, antara lain dengan beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Masyarakat juga perlu disadarkan untuk tak membakar sampah sembarangan lantaran bisa menambah polusi udara di lingkungan.
Sementara pemerintah diharapkan membuat peraturan lebih kuat tentang pengendalian polusi udara. Regulasi itu setidaknya mengatur uji emisi kendaraan bermotor dan mengurangi emisi polusi udara pada industri.
Pemerintah pun didorong untuk membuat sarana transportasi massal yang aman, nyaman, dan murah. Dengan demikian, lebih banyak warga beralih ke transportasi publik.
Sebelumnya, Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Medrilzam dalam Lokakarya Diseminasi Hasil Studi Dampak Polusi Udara dari Sektor Transportasi terhadap Kesehatan di Indonesia, Senin (24/7/2023), menuturkan, sektor transportasi merupakan sumber polusi udara.
Sektor transportasi menghasilkan emisi karbon dioksida terbesar dari pembakaran bahan bakar fosil setelah sektor industri. Untuk itu, kebijakan pada sektor transportasi diperlukan untuk menekan dampak dari polusi udara di masyarakat.
Terdapat tiga kebijakan yang tengah dirumuskan, yakni avoid (hindari), shift (beralih), dan improve (perbaikan). Kebijakan Avoid dilakukan dengan mengurangi konsumsi energi bagi transportasi. Sementara kebijakan shift fokus pada transisi ke kendaraan ramah lingkungan.
Adapun kebijakan improve untuk mengembangkan kendaraan ramah lingkungan, misalnya menggunakan kendaraan listrik untuk angkutan umum. ”Dampak polusi tidak hanya pada kesehatan, tetapi juga ekonomi. Kematian (akibat polusi) di Asia Tenggara bahkan mencapai 4.000 kematian per tahun,” katanya.
Risiko kesehatan
Agus memaparkan, polusi udara bisa berdampak buruk pada kesehatan manusia, baik dampak jangka pendek maupun jangka panjang. Data menyebutkan polusi udara menjadi faktor risiko kematian terbesar kelima di Indonesia setelah tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, merokok, dan obesitas.
Baca juga: Mencegah Dampak Polusi Udara, Mulai dari Masker hingga Tanaman
”Dampak dari polusi udara jangan diremehkan. Polusi udara bisa memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Namun, sayangnya, dampak ini kurang diperhatikan oleh masyarakat,” katanya.
Polusi udara dapat terjadi di luar ruangan ataupun di dalam ruangan. Di dalam ruang, polusi biasanya ditimbulkan dari asap rokok serta asap dari proses memasak. Sementara polusi di luar ruangan bisa ditimbulkan dari asap kendaraan serta aktivitas industri. Ada empat polutan yang harus diwaspadai, yakni particulate matter (PM), ozon, nitrogen oksida, dan sulfur dioksida.
Partikel dari polutan tersebut akan semakin berbahaya jika ukurannya kian kecil. Pada PM 2,5, misalnya, menyebabkan berbagai gangguan pada sistem pernapasan serta kerusakan pada organ lain karena bisa masuk dalam sistem peredaran darah.
Agus menjelaskan, paparan polusi udara bisa menyebabkan dampak akut atau jangka pendek, seperti mata merah, hidung berair, bersin, peradangan, sakit tenggorokan, batuk, dan dahak. Pada seseorang dengan penyakit tertentu, paparan polusi udara dapat memperburuk kondisi kesehatan yang dialami.
Polusi udara bisa meningkatkan serangan asma pada seseorang yang sebelumnya memiliki riwayat asma. Paparan polusi udara juga dapat meningkatkan risiko serangan jantung pada seseorang yang memiliki riwayat penyakit tersebut.
Polusi udara yang tinggi pun turut meningkatkan kunjungan ke instalasi gawat darurat di rumah sakit akibat gangguan pada sistem pernapasan dan jantung.
Dalam jangka panjang, paparan polusi udara yang buruk berkepanjangan bisa menyebabkan penurunan fungsi paru. Selain itu, efek kronik paparan polusi udara ialah reaksi alergi, meningkatkan risiko asma, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit jantung dan pembuluh darah, serta risiko kanker.
”Studi yang dilakukan di RSUP Persahabatan pada 2019 menunjukkan adanya kaitan erat antara kualitas udara yang buruk dan kasus asma. Semakin tinggi polusi udara, semakin tinggi pula kasus asma yang dilaporkan,” ujar Agus.
Pajanan polusi udara juga bisa berdampak pada tingkat kognitif anak. Studi menemukan polusi udara dapat membuat proses persepsi dan sensori informasi anak jadi lebih lambat. Fungsi memori, atensi, dan koordinasi motorik anak yang terpajan polusi udara juga lebih rendah dibandingkan dengan yang minim pajanan polusi udara.
Baca juga: Polusi Udara Dikaitkan dengan Berbagai Masalah Kesehatan Jangka Panjang
Tidak hanya itu, polusi udara juga berdampak pada gangguan pertumbuhan serta tengkes (stunting) pada anak. Studi yang dilakukan deSouza di Afrika pada 2022 menunjukkan peningkatan insidensi stunting (gagal tumbuh kembang akibat kurang gizi) dan malnutrisi yang berkaitan dengan pajanan PM 2.5 yang lebih tinggi.