Kematian Matahari 5 Miliar Tahun Lagi Tergambarkan
Proses kematian Matahari dimulai 5 miliar tahun lagi. Saat itu, Matahari akan menjadi bintang raksasa merah. Lalu, selubung luar bintang dilontarkan hingga membentuk planetari nebula dan intinya jadi bintang katai putih.
Karena Matahari, planet, satelit, asteroid, komet, dan berbagai obyek Tata Surya lainnya ada. Karena Matahari pula, manusia dan makhluk hidup lain mampu berkembang dan bertahan di Bumi. Namun, sama seperti manusia, Matahari pun memiliki batas waktu hidup. Bintang yang suhu pada intinya mencapai 15 juta derajat celsius itu pada akhirnya nanti akan mati juga.
Proses kematian sang penumpu Tata Surya itu diprediksi akan mulai terjadi 5 miliar tahun lagi. Saat hidrogen di inti bintang habis terbakar, bagian luar Matahari akan mengembang dan Matahari akan berubah menjadi bintang raksasa merah yang menelan planet-planet di dekatnya, termasuk Bumi.
Akhirnya, selubung luar bintang raksasa merah itu akan dilemparkan ke luar angkasa hingga menjadi planetari nebula, kumpulan awan dan debu gas yang mengelilingi inti bintang yang runtuh menjadi bintang katai putih. Bintang katai putih itu butuh 7 miliar-8 miliar tahun lagi hingga akhirnya sang bintang benar-benar mati.
Meski Matahari akan memulai proses kematiannya 5 miliar tahun lagi, manusia sepertinya tak perlu khawatir. Bumi pasti tidak akan selamat saat Matahari mengembang menjadi bintang raksasa merah.
Gambaran planetari nebula sebagai fase evolusi lanjut dari Matahari nantinya itu bisa diamati pada planetari nebula Messier 57 (M57) atau populer dengan julukan ”Nebula Cincin”. Citra planetari nebula M57 terbaru itu diperoleh teleskop luar angkasa paling kuat saat ini Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) pada 4 Agustus 2022 dan baru dipublikasikan awal Agustus 2023.
Dalam citra JWST itu, planetari nebula M57 itu terlihat sebagai lingkaran awan berwarna merah muda yang mengelilingi sebuah daerah berwarna hijau muda. Warna citra Nebula Cincin ini diperoleh karena tim ilmuwan menggunakan filter berwarna merah, biru, dan hijau. Namun, citra yang diperoleh JWST ini bukanlah citra Nebula Cincin pertama. Ini hanyalah citra terbaru yang diperoleh dengan menggunakan teleskop baru.
Citra M57 sebelumnya diperoleh Teleskop Luar Angkasa Hubble pada 16 Oktober 1998. Potret Hubble ini menampakkan cincin awan berwarna kuning kemerahan yang terentang sejauh satu tahun cahaya dan mengelilingi sebuah wilayah berwarna biru kehijauan. Namun resolusi yang lebih rendah dibanding citra JWST membuat lingkaran awan dalam citra Hubble terlihat lebih padat.
”JWST memberi kita pemandangan luar biasa dari Nebula cincin yang belum pernah dilihat sebelumnya,” kata profesor Universitas College London dan salah satu ilmuwan utama Proyek Pencitraan Nebula Cincin JWST, Mike Barlow, kepada Space, 3 Agustus 2023.
Foto-foto beresolusi tinggi dari JWST memperlihatkan detail-detail rumit dari selubung atau cincin nebula yang mengembang. Demikian pula area di dalam selubung awan, di sekitar daerah bintang katai putih berada juga terlihat jelas.
Nebula Cincin terletak di arah rasi Lyra pada jarak 2.200 tahun cahaya dari Bumi. Obyek ini tak hanya menarik bagi astronom profesional dan amatir, tetapi juga masyarakat awam. Selain bentuknya yang indah, jaraknya yang relatif dekat, obyek ini juga mudah ditemukan menggunakan teleskop amatir. Posisinya juga menarik, tegak menghadap Tata Surya kita sehingga kita bisa melihat wujudnya secara utuh.
Bagi astronom, melihat dan mengamati Nebula Cincin adalah kesempatan untuk mempelajari hidup dan matinya sebuah bintang. Nebula Cincin merupakan planetari nebula yang terbentuk dari sisa-sisa bintang yang masih bercahaya dari bintang yang sudah lama mati. Pusat dari lingkaran awan cincin itu adalah bintang katai putih yang terlihat sebagai bintik dan merupakan sisa dari inti bintang yang sudah punah.
Baca juga: Menyelami Gerhana Matahari Total
”Dari Nebula Cincin, kita seperti sedang menyaksikan bagian-bagian akhir dari kehidupan sebuah bintang, termasuk tinjauan awal terhadap nasib Matahari di masa depan,” tambah Barlow.
Pengamatan JWST telah membuka jendela baru untuk memahami peristiwa-peristiwa kosmik yang menakjubkan. Nebula Cincin bisa dijadikan laboratorium untuk memahami bagaimana planetari nebula terbentuk dan berkembang serta bagaimana bintang seukuran Matahari akan berevolusi hingga mati.
Evolusi Matahari
Matahari terbentuk dari awan gas yang sangat besar dan sebagian besar terdiri atas hidrogen dan helium. Awan gas itu terus bertumbuh menjadi lebih besar lagi hingga akhirnya runtuh akibat beratnya sendiri. Tekanan di pusat massa gas yang runtuh itu sangat tinggi hingga panasnya pun sangat tinggi pula.
Suhu di pusat massa yang tinggi itu mulai membakar hidrogen hingga akhirnya hidrogen pun kehilangan elektron-elektronnya. Berikutnya, atom-atom hidrogen tanpa elektron itu menyatu membentuk atom helium melalui reaksi fusi yang melepaskan energi sangat besar. Energi hasil fusi itu cukup untuk melawan tekanan gravitasi kuat yang meruntuhkan awan gas.
Persaingan antara gravitasi bintang dan energi yang dihasilkan dari reaksi fusi itulah yang menjadi bahan bakar Matahari dan bintang-bintang lain. Saat ini, proses itu berlangsung stabil dalam Matahari dan sudah terjadi sejak 4,5 miliar tahun lalu saat Matahari terbentuk. Namun, dalam 5 miliar tahun ke depan, hidrogen di Matahari akan habis terbakar.
Ketika bagian inti sudah kehabisan hirogen dan menjadi helium, bagian di luar inti masih terdapat hidrogen dan reaksi fusi terus berlangsung. Bagian di luar inti itu akan membentuk lapisan hidrogen yang menyelubungi inti. Saat kondisi ini terjadi, Matahari mulai tidak stabil karena mulai berlangsung ketidakseimbangan antara gaya gravitasi dan energi fusi yang menjaga bintang.
Selanjutnya, seperti ditulis astrofisikawan Universitas Sussex, Inggris, Jillian Scudder, di The Conversation, 12 Februari 2015, gaya gravitasi akan mengambil alih untuk menekan inti dan membiarkan bagian di luar inti Matahari mengembang.
Baca juga: Mengapa Bumi Mengelilingi Matahari
Akibatnya, Matahari akan mengembang menjadi jauh lebih besar dari apa yang bisa kita bayangkan. Bagian luar Matahari itu akan menggembung hingga permukaan Matahari akan mencapai orbit Mars saat ini. Artinya, planet-planet di dekat Matahari, mulai dari Merkurius, Venus, Bumi, hingga Mars, akan tertelan oleh Matahari. Pada kondisi ini, Matahari kita akan menjadi bintang raksasa merah.
Salah satu bintang raksasa merah yang saat ini bisa kita amati di langit adalah Arcturus yang merupakan bintang terterang di rasi Bootis. Arcturus juga termasuk bintang terterang keempat di langit malam dan bintang paling terang pertama di belahan langit utara.
Contoh lainnya bintang Gamma Crucis yang merupakan bintang terterang ketiga di rasi Layang-layang, Salib Selatan, atau disebut juga ”Gubuk Penceng”. Berdasarkan posisi Indonesia yang sebagian besar ada di belahan langit selatan, rasi ini paling mudah diamati dan banyak suku-suku di Indonesia memiliki ikatan kosmologis dengan rasi ini.
Namun, proses Matahari menjadi bintang raksasa merah itu tidak akan bertahan selamanya, hanya terjadi selama 1 miliar tahun. Pada akhirnya, hidrogen di bagian luar inti pun akan habis terbakar menjadi helium. Helium pun akan menjadi elemen yang mendominasi Matahari dan melebur dengan unsur-unsur yang lebih berat, seperti oksigen dan karbon, dalam reaksi yang tidak terlalu banyak mengeluarkan energi.
Baca juga: Memahami Pusat Tata Surya Melalui Gerhana Matahari
Setelah semua helium pun akhirnya habis terbakar dan menghilang, gaya gravitasi akan sepenuhnya mengambil alih inti Matahari. Inti Matahari pun akan menyusut hingga menjadi bintang katai putih. Sedangkan materi di luar inti yang sebelumnya menyelubungi inti juga akan terlempar ke luar angkasa dan membentuk planetari nebula yang mengelilingi bintang katai putih.
Nama planetari nebula tidak memiliki kaitan dengan planet yang mengorbit bintang karena planetari nebula adalah awan gas dan debu yang berasal dari bagian luar bintang raksasa merah. Planetari nebula adalah tahap evolusi lanjut dari bintang raksasa merah.
”Ketika sebuah bintang (raksasa merah) mati, dia akan melontarkan gas dan debu yang menyelubungi inti ke luar angkasa. Massa selubung yang dilemparkan ke luar angkasa itu bisa mencapai setengah dari massa bintang sebelumnya,” kata astronom Universitas Manchester, Inggris, Albert Zijlstra, seperti dikutip Space, 8 Januari 2022.
Setelah tahap ini, inti Matahari yang sudah menjadi bintang katai putih pun akhirnya akan benar-benar mati karena kehabisan bahan bakar. Dalam situasi ini, menurut astronom, Matahari diperkirakan butuh waktu 7 miliar-8 miliar tahun lagi hingga akhirnya benar-benar mati.
Matahari tidak akan mati melalui ledakan bintang menjadi supernova atau lubang hitam karena massanya terlalu kecil. Untuk menjadi supernova hingga menyisakan inti bintang yang menjadi bintang neutron, sebuah bintang butuh massa minimal 10 kali massa Matahari. Sedangkan untuk menjadi supernova dan meninggalkan kubang hitam, maka bintang tersebut harus memiliki massa minimal 20 kali massa Matahari.
Nasib Bumi
Meski Matahari akan memulai proses kematiannya 5 miliar tahun lagi, manusia sepertinya tak perlu khawatir. Bumi pasti tidak akan selamat saat Matahari mengembang menjadi bintang raksasa merah. Meski di masa depan orbit Bumi mengelilingi Matahari akan semakin membesar ke arah orbit Mars, namun itu tidak cukup menyelamatkan Bumi dari penggembungan Matahari. Saat Matahari mengembang Bumi akan hancur dengan cepat.
Namun, Bumi sepertinya tidak akan mengalami fase pengembangan Matahari. Seperti ditulis Scudder, Bumi diperkirakan sudah akan musnah 1 miliar tahun lagi. Jauh sebelum hidrogen di inti Matahari habis terbakar, keadaan Matahari sudah banyak berubah dibanding kondisinya saat ini.
Setiap usia Matahari bertambah 1 miliar tahun, maka kecerlangan Matahari akan bertambah 10 persen sebagai konsekuensi dari pembakaran hidrogen. Peningkatan kecerlangan ini akan meningkatkan jumlah panas yang diterima Bumi. Ketika Bumi makin memanas, maka air di permukaan Bumi pun secara perlahan akan menguap.
Penguapan itu akan membuat atmosfer di penuhi banyak air dan air tersebut akan bertindak sebagai gas rumah kaca. Gas rumah kaca itu akan memerangkap lebih banyak panas dan akan makin mempercepat penguapan lautan. Konsekuensinya, atmosfer menahan makin banyak air yang suhunya tinggi dan daratan menjadi semakin kering.
Saat atmosfer jenuh dengan air, air di bagian atas atmosfer itu akan dibombardir oleh cahaya berenergi tinggi dari Matahari. Cahaya itu akan memecah molekul air hingga terpisah antara molekul hidrogen dan oksigen. Pada akhirnya Bumi secara keseluruhan, bukan hanya daratan, akan semakin kering dan tanpa air.
Tak hanya itu, peningkatan kecerlangan Matahari juga meningkatkan energi yang dilepaskan ke ruang antarbintang atau ke lingkungan sekitar bintang. Kondisi ini akan mengubah zona layak huni di sekeliling bintang yang didefinisikan sebagai rentang jarak planet dari bintang induknya dengan air bisa berada dalam wujud cair dalam kondisi stabil di permukaan planet.
Karena itu, peningkatan kecerlangan 10 persen Matahari itu membuat posisi Bumi saat ini tidak akan menjadi zona layak huni lagi seperti sekarang. Saat hidrogen di inti Matahari sudah habis terbakar, di masa itulah Mars akan menjadi planet layak huni, sedangkan Bumi akan menjadi planet yang terlalu panas untuk bisa mempertahankan air di permukaannya.
Jadi, tak perlu mencemaskan nasib Bumi di masa depan seiring proses evolusi Matahari, baik saat meningkatnya kecerlangan Matahari pada 1 miliar tahun lagi maupun saat Matahari memulai proses kematiannya 5 miliar tahun lagi. Cukup nikmati hari ini dan saat ini, syukuri apa yang ada, dan buat hidupmu menjadi bahagia.