Bulan Imunisasi Juga Menyasar Anak Tidak Bersekolah
Pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Sekolah atau BIAS tidak hanya menjangkau anak yang berada di institusi pendidikan seperti sekolah ataupun madrasah. Program BIAS juga harus bisa menjangkau anak yang tidak bersekolah.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menetapkan bulan Agustus sebagai Bulan Imunisasi Anak Sekolah. Imunisasi akan diberikan kepada seluruh anak usia sekolah dasar sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Itu artinya, imunisasi tidak hanya diberikan kepada anak yang berada di institusi pendidikan, tetapi juga anak dengan usia setara yang tidak bersekolah.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Prima Yosephine, dihubungi di Jakarta, Sabtu (5/8/2023), mengatakan, Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) merupakan kegiatan rutin untuk memberikan imunisasi kepada anak usia sekolah dasar atau sederajat. BIAS dilakukan dua kali dalam setahun, yakni pada Agustus dan November. BIAS menyasar semua anak usia sekolah, baik yang bersekolah maupun tidak bersekolah.
”Untuk anak yang tidak bersekolah, pendekatannya dengan usia. Itu berarti untuk anak usia tujuh tahun atau setara dengan kelas I SD (sekolah dasar), kemudian usia delapan tahun setara dengan kelas II SD, serta usia 11 tahun untuk kelas V SD dan 12 tahun untuk kelas VI SD,” tuturnya.
Prima menyampaikan, Kementerian Kesehatan telah melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait pemetaan sasaran BIAS untuk anak yang tidak bersekolah. Pemetaan ini untuk mengetahui jumlah serta lokasi sasaran anak yang berada di luar institusi pendidikan. Diharapkan, orangtua ataupun kerabat dari anak yang menjadi sasaran program BIAS juga secara aktif datang ke puskesmas setempat untuk mendapatkan imunisasi.
Pada bulan Agustus, program BIAS akan menyasar anak usia kelas I sekolah dasar atau usia tujuh tahun untuk mendapatkan vaksin campak-rubella. Selain itu, imunisasi juga akan diberikan kepada anak usia kelas V sekolah dasar atau usia 11 tahun untuk mendapatkan dosis pertama vaksin HPV serta usia kelas VI atau 12 tahun untuk mendapatkan dosis kedua vaksin HPV.
Untuk anak yang tidak bersekolah, pendekatannya dengan usia. Itu berarti untuk anak usia tujuh tahun atau setara dengan kelas I SD (sekolah dasar), kemudian usia delapan tahun setara dengan kelas II SD, serta usia 11 tahun untuk kelas V SD dan 12 tahun untuk kelas VI SD.
Sementara pada BIAS bulan November, imunisasi akan diberikan kepada anak usia kelas I sekolah dasar atau tujuh tahun untuk vaksin DT (Diphteria tetanus), anak usia kelas II sekolah dasar atau delapan tahun untuk vaksin Td (Tetanus diphteria), serta anak usia kelas V sekolah dasar atau 11 tahun untuk vaksin lanjutan Td.
Secara terpisah, Ketua Tim Kerja Imunisasi Usia Sekolah dan Sumber Daya Imunisasi Kementerian Kesehatan Lily Banonah Rivai dalam pertemuan daring yang diselenggarakan Direktorat Pengelolaan Imunisasi pada Rabu (2/8/2023) menuturkan, selama ini sasaran program BIAS masih lebih banyak berfokus pada anak yang berada di institusi pendidikan. Hal ini karena hampir 90 persen anak usia sekolah berada di institusi pendidikan, seperti sekolah atau madrasah. Namun, pada tahun ini pelaksanaan BIAS akan memperkuat sasaran anak usia sekolah yang berada di luar institusi pendidikan.
Ia mengatakan, pelaksanaan imunisasi pada program BIAS di luar institusi pendidikan dapat dilakukan, antara lain, di rumah singgah anak jalanan, yayasan atau panti asuhan, panti sosial, panti rehabilitasi, lembaga kesejahteraan sosial, sekolah nonformal, dan balai atau lembaga pemasyarakatan. Selain itu, orangtua atau kerabat dari anak dengan usia sasaran BIAS dapat secara proaktif datang ke puskesmas terdekat untuk didata sebagai sasaran imunisasi.
”Jadi, untuk anak yang tidak bersekolah, alurnya bisa melalui wadah atau tempat berkumpul dari anak yang tidak bersekolah agar bisa diidentifikasi terlebih dahulu terkait siapa anaknya dan berapa jumlahnya. Kemudian, bisa dikoordinasikan dengan puskesmas agar bisa segera melakukan imunisasi. Jadi, kami harapkan kerja sama dari pemangku kepentingan terkait untuk mendata sasaran anak yang ada di luar sekolah,” ujar Lily.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, capaian cakupan imunisasi lanjutan lengkap usia sekolah dasar pada 2022 telah mencapai 91 persen. Namun, cakupan tersebut belum merata. Delapan provinsi masih belum mencapai target cakupan sebanyak 70 persen, yakni Aceh (28,8 persen), Papua Barat (48 persen), Papua (49,1 persen), Maluku Utara (54,1 persen), Riau (57,9 persen), Sumatera Barat (59,8 persen), Maluku (64,6 persen), dan Gorontalo (66,8 persen).
Anggota Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Mei Neni Sitaresmi mengatakan, imunisasi anak usia sekolah amat penting untuk diberikan karena kekebalan dari vaksin yang diberikan pada usia balita sudah mulai menurun. Pada imunisasi anak sekolah, vaksin lanjutan yang diberikan untuk menguatkan tingkat kekebalan dari vaksin yang sebelumnya diberikan.
Selain itu, imunisasi usia sekolah juga bisa menjadi kesempatan sebagai imunisasi kejar bagi anak yang belum mendapatkan vaksin lengkap saat berusia balita. Dengan memberikan imunisasi lanjutan di usia sekolah, anak juga bisa mencegah risiko terjadinya penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi. Risiko tertular dan menularkan ke orang lain pun bisa dicegah.
Pada anak usia sekolah, vaksin yang diberikan yakni vaksin measles-rubella (MR) yang dapat mencegah penyakit campak dan rubela. Vaksin lain yang diberikan yakni DT dan Td yang bermanfaat untuk mencegah penyakit difteri, tetanus, dan batuk rejan (pertusis). Pada anak perempuan usia sekolah dasar kelas lima dan enam diberikan pula vaksin HPV yang berguna untuk mencegah terjadinya kanker serviks atau kanker leher rahim.
”Vaksinasi merupakan tindakan pencegahan yang cost effective untuk mencegah penyakit berbahaya. Anak sekolah yang mendapatkan vaksinasi juga bisa mencegah potensi sebagai sumber penular bagi sekitarnya,” ujar Mei.