Jaga Kesadaran Publik untuk Menjaga Ekosistem Perairan
Danau dan sungai masih dimanfaatkan masyarakat, antara lain, untuk mencari sumber pangan. Itu sebabnya, kelestarian ekosistem sungai mesti dijaga.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Ekosistem perairan perlu dijaga kelestariannya dari ancaman sampah serta dijaga keberagaman spesies ikan di dalamnya. Sebab, perairan seperti sungai dan danau menjadi sumber penghidupan masyarakat.
Hal ini merupakan pesan dari Festival Gong Sitimang yang berlangsung di Danau Sipin, Kota Jambi, pada Jumat (4/8/2023). Festival ini menjadi bagian dari Kenduri Swarnabhumi, festival kebudayaan yang dibuat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Jambi. Festival ini mengajak publik melestarikan Sungai Batanghari lewat kebudayaan.
Salah satu kegiatan Kenduri Swarnabhumi adalah ekspedisi Sungai Batanghari. Ekspedisi ini mengarungi sungai dari hulu di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, ke hilir di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Ada tujuh titik yang dilewati, salah satunya Danau Sipin di Kota Jambi. Danau ini terhubung dengan Sungai Batanghari.
Wakil Wali Kota Jambi Maulana mengatakan, Danau Sipin punya sejarah panjang di kehidupan masyarakat Jambi. Danau ini dulu tempat para pasukan pemerintah Jambi di zaman dulu bersiaga. Pasukan itu disebut tersembunyi, tidak bisa dilihat lawan, tetapi akan segera muncul dalam jumlah banyak ketika dibutuhkan.
Danau alam ini juga kerap digunakan masyarakat untuk mencari ikan hingga kini. Tampak ada sejumlah tangkul atau alat tangkap ikan tradisional di danau tersebut. Beberapa tahun terakhir pun danau ditata menjadi ruang rekreasi warga kota.
”Tidak banyak kota yang memiliki danau alam di tengah kota (seperti Danau Sipin),” ucap Maulana. ”Danau yang di tengah kota ini punya sejarah panjang. Kita harus jaga kelestariannya agar terbebas dari sampah, terutama sampah plastik,” ucapnya.
Sekitar satu dekade lalu, permukaan Danau Sipin dipenuhi sampah dan tanaman air. Hal ini menyulitkan nelayan untuk melintasi danau dan menangkap ikan.
Wali Kota Jambi Syarif Fasha lantas membuat program membersihkan danau pada 2015 yang melibatkan TNI, Polri, mahasiswa, aparatur sipil negara, dan masyarakat. Danau kembali pulih tak lebih dari setahun kemudian (Kompas, 5/3/2022).
Imbauan menjaga danau dengan mengelola sampah juga disampaikan selama festival ke anak-anak. Mereka diajari hal dasar, yakni mengenal sampah organik dan anorganik dan cara memilahnya. Menurut penggagas gerakan sosial River Defender, Suparno, pelajaran mengelola sampah yang lebih kompleks bisa diberikan ketika anak masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ia juga berharap pemerintah dan tokoh masyarakat mencontohkan pengelolaan sampah di keseharian.
Pendidikan ini penting untuk menanamkan kesadaran publik agar tak buang sampah sembarangan. Sebab, sampah yang tak terkelola dengan baik rawan lepas ke lingkungan, termasuk perairan. Sampah berkaitan dengan degradasi kualitas air serta turunnya keanekaragaman hayati perairan.
”Masyarakat tidak sadar ada kaitan erat antara kebiasaan kita dan kehadiran ikan di laut atau sungai yang bisa jadi tercemar mikroplastik dan nanoplastik, atau bahan kimia yang tak kasat mata. Efeknya mungkin tidak bisa dirasakan dengan sekali konsumsi ikan. Bisa jadi dampaknya ada setelah sekian lama mengonsumsi ikan yang tercemar,” katanya.
Tebar benih ikan
Adapun ribuan benih ikan nilem (Osteochilus vittatus) dilepas ke Danau Sipin selama festival. Pelepasan ikan asli perairan Sumatera ini diharapkan menjaga stok populasi ikan di danau.
Ahli perikanan Universitas Jambi, Tedjo Sukmono, mengatakan, setidaknya ada 15 spesies ikan di Danau Sipin, antara lain gurame, baung, jelawat, dan kelemak. Ia menambahkan, kondisi ikan di danau ini masih baik dan layak dikonsumsi.
Kelestarian danau diharapkan terjaga karena danau ini terhubung dengan Sungai Batanghari. Danau Sipin diharapkan bisa menjadi refuge area atau daerah bertahan bagi ikan saat air sungai keruh. Adapun Sungai Batanghari saat ini tercemar dan airnya keruh, antara lain, karena pertambangan emas tanpa izin, penyedotan pasir, dan jamban.
”(Ikan di danau ini) layak (dikonsumsi) karena tidak ada peti (pertambangan emas tanpa izin) dan lainnya. Paling hanya limbah rumah tangga yang harus dikontrol terus,” kata Tedjo. ”Agar danau tetap sustainable, kita perlu mengatur keramba dan alat tangkapnya. Idealnya (jumlahnya) sepertiga dari luas danau,” ucapnya.