Sebanyak 50 penyelam dari 17 organisasi dan komunitas berpartisipasi dalam restorasi terumbu karang di perairan Pulau Bontosua, Sulawesi Selatan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
Matahari belum terlalu terik, tetapi suasana di Dermaga Marina, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (11/7/2023), sudah ramai dengan kehadiran dan kesibukan para penyelam. Sebagian dari mereka sibuk mempersiapkan peralatan menyelam seperti sirip kaki (fins), snorkel, regulator, dan tangki udara. Sebagian lainnya terlihat tengah mendengarkan dengan saksama instruksi dari ketua tim sebelum melakukan penyelaman.
Mereka merupakan partisipan program The Big Build 2023 dari PT Mars Symbioscience Indonesia untuk merestorasi terumbu karang di lima titik wilayah perairan Pulau Bontosua, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulsel. Sebanyak 50 penyelam dari 17 organisasi dan komunitas turut terlibat dalam program ini.
Sebelum menuju ke lokasi, para penyelam dibagi ke dalam lima tim dengan setiap tim berjumlah 9-10 orang. Setiap tim dibedakan berdasarkan nama kapal yang membawa mereka, yakni Garuda, Evolution, Nemo Panjang, Morning Star, dan Joyful.
Tim memilih jenis karang yang digunakan dalam reef stars dengan kemampuan cepat tumbuh dan berkembang.
Setelah menempuh perjalanan di laut dengan gelombang yang cukup tenang selama 45 menit, rombongan penyelam dan tim dari program The Big Build 2023 tiba di pantai Pulau Bontosua. Di sana, mereka telah disambut oleh puluhan masyarakat lokal yang akan membantu membuat 2.000 jaring reef stars, struktur baja berlapis pasir berbentuk heksagonal dengan total 30.000 fragmen terumbu karang yang menempel di jaring.
Dengan dibantu masyarakat termasuk para kelompok ibu-ibu, proses pembuatan 2.000 reef stars dapat diselesaikan hanya dalam waktu sekitar 45 menit. Reef stars yang nantinya akan menjadi tempat tumbuhnya karang tersebut kemudian dibawa ke kapal oleh penyelam untuk ditanam di dasar laut perairan Pulau Bontosua seluas 2.500 meter persegi.
Pariama Hutasoit merupakan salah satu penyelam wanita dari Yayasan Biodiversitas Pesisir dan Laut (Bali Blue Harmony) yang turut serta dalam program tersebut. Selama sekitar dua jam, Pariama dan delapan penyelam lain bergantian turun ke dasar perairan untuk meletakkan, menanam, sekaligus menyusun jaring reef stars yang sudah ada.
Proses meletakkan reef stars tidak dilakukan secara langsung oleh semua penyelam. Terdapat penyelam yang bertugas di kapal untuk menjaga reef stars tetap basah supaya meningkatkan kelangsungan hidup dan mengurangi tingkat stres hewan karang.
Selain itu, terdapat juga penyelam yang bertugas membawa reef stars dari kapal menuju dasar perairan. Penyelam lainnya yang bertugas di dasar perairan akan menerima reef stars tersebut untuk kemudian diletakkan hingga akhirnya disusun bersama.
Secara umum, Pariama mengaku proses penyelaman berjalan dengan lancar. Namun, ia cukup menghadapi sejumlah tantangan karena terdapat batu dan karang yang masih hidup di area penyelamannya. Kondisi ini membuat dia dan penyelam lainnya perlu melakukan penanaman dengan sangat hati-hati agar tidak merusak karang hidup tersebut.
Seluruh tahapan restorasi mulai dari persiapan hingga penyelaman dilakukan Pariama dengan sukarela dan keceriaan. Bahkan, tak jarang ia dan penyelam lain saling melempar canda untuk melepas lelah dan terik panas saat berada di tengah laut.
”Jadi, kegiatan ini harus disertai dengan cinta sehingga upaya restorasi dilakukan sepenuh hati dan tidak ada beban. Saya sudah jatuh cinta dengan terumbu karang dan restorasi merupakan salah satu upaya konservasi aktif. Upaya restorasi ini harus dilakukan karena kehancuran terumbu karang lebih cepat daripada pertumbuhan alaminya,” ungkapnya.
Keterlibatan masyarakat
Upaya restorasi terumbu karang di perairan Pulau Bontosua juga tidak terlepas dari keterlibatan masyarakat. Sejak beberapa tahun terakhir, masyarakat Bontosua telah menyadari pentingnya merestorasi dan menjaga terumbu karang, salah satunya dengan menerapkan sistem perikanan yang ramah lingkungan.
”Dulu banyak karang-karang yang rusak, tetapi setelah ada penanaman karang kondisinya sudah membaik. Sekitar tahun 1980 memang ada praktik perikanan dengan bom. Namun, itu sudah dilarang dan sekarang kami menangkap ikan dengan jaring atau pancing,” kata Tahir (53), masyarakat asli Bontosua yang turut membantu kegiatan restorasi.
Tahir dan puluhan masyarakat Bontosua mulai terlibat kegiatan restorasi terumbu karang setelah ada kemitraan dengan PT Mars Symbioscience Indonesia. Mereka diberikan pemahaman dan diajari untuk membuat jaring reef stars sebagai tempat yang akan membantu pertumbuhan karang secara alami dan pemulihan berkelanjutan.
Satu reef stars dapat dibuat oleh tiga sampai empat orang dengan durasi pengerjaan sekitar 5-10 menit. Setiap reef stars dipasangi 15 fragmen terumbu karang yang diikat dengan menggunakan dua pengikat kabel (cable ties) yang dipasang di setiap ujung. Sisa pengikat kabel kemudian dipotong dan disisakan beberapa milimeter untuk memudahkan proses penyusunan.
Mayoritas jenis fragmen karang yang digunakan, yakni Acropora dan harus dipastikan selalu basah atau terkena air laut agar meningkatkan kelangsungan hidup. Hal inilah yang membuat proses pembuatan reef stars dilakukan langsung di perairan Pulau Bontosua.
Jenis karang
Marine Program Officer Mars Sustainable Solutions (MSS) Mochyudho Eka Prasetya mengatakan, tim memilih jenis karang yang digunakan dalam reef stars dengan kemampuan cepat tumbuh dan berkembang. Pengembangan akan dikombinasikan dengan metode lainnya setelah terumbu karang tersebut tumbuh dan membentuk gundukan.
”Bibit-bibit yang diambil juga harus sama kedalamannya. Contohnya apabila kita akan menanam karang di ke dalam empat meter, maka bibit yang diambil juga harus dari kedalaman empat meter. Bibit yang diambil juga bukan spesies yang mati atau terkena penyakit,” katanya.
Yudho menekankan bahwa program The Big Build 2023 tidak hanya bertujuan untuk memasang reef stars, tetapi juga melakukan perawatan. Proses perawatan ini dilakukan pada dua minggu pertama setelah reef stars dipasang. Apabila perawatan tidak dilakukan, akan menimbulkan penumpukan alga hingga menginvasi fragmen karang di reef stars.
”Perawatan kemudian dilakukan kembali saat empat minggu, delapan minggu, dan sirkulasi tiga hingga empat bulan. Apabila terlihat karang di reef stars sudah melekat dan kondisinya baik-baik saja, ini berarti fragmennya sudah bisa mandiri. Kemudian setelah itu biarkan alam yang menindaklanjuti,” ucapnya.
Berdasarkan pemantauan dalam waktu 28 bulan, pemasangan jaring reef stars telah meningkatkan pertumbuhan terumbu karang dari semula 2 persen menjadi 70 persen. Populasi ikan masih dalam tahap pemulihan dan telah meningkat sebesar 175 persen atau menghasilkan lebih dari 25.000 ikan per hektar. Jumlah spesies ikan yang hadir di terumbu karang juga telah meningkat 10 persen selama periode waktu yang sama.
Kegiatan Big Build dari Mars pun diharapkan dapat mendukung upaya pemerintah dalam melakukan restorasi terumbu karang di Indonesia. Hal ini sekaligus menjawab isu dan permasalahan mengenai teknik rehabilitasi terumbu karang yang sesuai dengan kondisi perairan Indonesia serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.