Metode yang Tepat Menentukan Keberhasilan Restorasi Terumbu Karang
Pemilihan metode yang tepat sangat menentukan keberhasilan restorasi ekosistem terumbu karang. Salah satu metode dari Mars Indonesia terbukti cocok dalam meningkatkan tutupan terumbu karang di Pulau Bontosua.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Upaya restorasi terumbu karang perlu terus digencarkan karena kondisinya di Indonesia ini banyak mengalami kerusakan. Upaya ini perlu tetap mempertimbangkan pemilihan metode yang tepat karena dapat menentukan keberhasilan restorasi ekosistem terumbu karang di berbagai wilayah di Indonesia.
Salah satu upaya restorasi terumbu karang dilakukan oleh PT Mars Symbioscience Indonesiadi Pulau Bontosua, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan(Pangkep), Sulawesi Selatan. Program terbaru bertajuk The Big Build Indonesia 2023 diselenggarkan dengan kemitraan bersama pemerintah, akademisi, swasta, lembaga non-pemerintah, dan masyarakat lokal.
Chief Marine Scientist Mars, David Smith, mengemukakan, program restorasi terumbu karang dijalankan karena studi menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen terumbu karang di dunia hilang dalam 50 tahun terakhir. Di sisi lain, sampai sekarang masih banyak aktivitas tidak ramah lingkungan di kawasan perairan.
Banyak program restorasi terumbu karang hanya dilakukan dengan memasang alat dan tidak ada evaluasi apakah metodenya sesuai atau tidak.
Berdasarkan pemantauan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (sekarang Badan Riset dan Inovasi Nasional) pada 2019, terumbu karang di Indonesia dengan kondisi rusak mencapai 33,82 persen. Sementara terumbu karang dengan kategori sedang 37,38 persen, kemudian kategori baik 22,38 persen, dan sangat sangat baik hanya 6,42 persen.
”Kurang lebih 70-80 persen terumbu karang di Kepulauan Spermonde Sulawesi mengalami kerusakan. Mayoritas kerusakan ini disebabkan oleh pengeboman ikan,” ujarnya dalam acara pembukaan The Big Build Indonesia 2023 di Makassar, Senin (10/7/2023).
Sejak 2011, Mars Indonesia terus mengembangkan dan menyempurnakan metode restorasi terumbu karang, yakni MARS Assisted Reef Restoration System (MARRS).Metode ini didasarkan pada pemasangan jaring reef stars atau struktur baja berlapis pasir berbentuk heksagonal dengan fragmen terumbu karang yang menempel menutupi bagian puing-puing karang. Struktur ini akan menjadi tempat bagi karang untuk tumbuh kembali.
Hasil pemantauan menunjukkan, dalam waktu 28 bulan, pemasangan jaring reef stars telah meningkatkan pertumbuhan terumbu karang di wilayah tersebut dari semula 20 persen menjadi 70 persen. Populasi ikan masih dalam tahap pemulihan dan telah meningkat sebesar 175 persen atau menghasilkan lebih dari 25.000 ikan per hektar.
Selain itu, jumlah spesies ikan yang hadir di terumbu karang telah meningkat 10 persen selama periode waktu yang sama. Kemudian spesies terumbu karang baru yang menetap di bawah dan di atas reef stars juga mendorong peningkatan pertumbuhan dan pemulihan komunitas terumbu karang yang berkelanjutan.
Marine Program Manager Mars Sustainable Solutions (MMS) Lily Damayanti menekankan bahwa pemilihan metode yang tepat sangat menentukan keberhasilan restorasi ekosistem terumbu karang. Sebab, setiap kawasan perairan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga tidak semua metode restorasi terumbu karang bisa dijalankan dengan optimal.
”Selama ini, banyak program restorasi terumbu karang hanya dilakukan dengan memasang alat dan tidak ada evaluasi apakah metodenya sesuai atau tidak. Jadi, program tersebut hanya mengedepankan implementasi, bukan keberhasilan restorasi,” tuturnya.
Program restorasi terumbu karang yang dilakukan Mars Indonesia telah dilakukan sejak 2006 sampai sekarang. Namun, program dengan penguatan dan uji coba ilmiah baru mulai dilakukan pada 2017. Sejak saat itu, beberapa program restorasi terumbu karang kembali dilakukan, yakni Terumbu Harapan (2019) dan terbaru Big Build Indonesia (2023).
Melalui Big Build, Mars Indonesia bersama para mitra akan menanam 30.000 fragmen terumbu karang menggunakan 2.000 reef stars dalam waktu empat hari di Pulau Bontosua. Upaya ini sekaligus bertujuan untuk membantu mempercepat pemulihan lebih dari 185.000 meter persegi terumbu karang di berbagai lokasi di seluruh dunia pada tahun 2029.
Pembentukan CSC
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Victor Gustaf Manoppo dalam sambutannya yang diwakili Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSL) Makassar Getreda M Hesanussa menyampaikan, tekanan akibat pemanfaatan yang tinggi serta aktivitas manusia menyebabkan kerusakan terumbu karang.
Sebagai upaya rehabilitasi dan penyediaan bibit karang, KKP juga menginisiasi pembentukan coral stock center (CSC) di 9 lokasi, yakni Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Banten, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, dan Aceh.
”Namun, upaya pembentukan CSC tidaklah cukup. Sebab, berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati serta Ditjen PRL, didapatkan 280 lokasi yang membutuhkan kegiatan rehabilitasi terumbu karang,” ucapnya.
Upaya restorasi yang melibatkan berbagai pihak sangat penting dilakukan karena terumbu karang merupakan ekosistem laut yang berperan penting baik secara ekologis maupun ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan terumbu karang di Indonesia dapat memberikan manfaat bagi wisata bahari senilai 3,1 miliar dollar AS per tahun, perikanan sebesar 2,9 miliar dollar AS per tahun, dan perlindungan pesisir mencapai 639 juta per tahun.
Kegiatan Big Build dari Mars pun diharapkan dapat mendukung upaya pemerintah dalam melakukan restorasi terumbu karang di Indonesia. Hal ini sekaligus menjawab isu dan permasalahan mengenai teknik rehabilitasi terumbu karang yang sesuai dengan kondisi perairan Indonesia serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.