Program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang-inisiatif segitiga terumbu karang yang dilaksanakan di Raja Ampat dan Laut Sawu berhasil meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan mengembangkan perekonomian.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang-inisiatif segitiga terumbu karang atau Coremap-CTItelah berhasil menerapkan sejumlah inovasi dalam penyusunan kebijakan serta konsep pengelolaan kawasan konservasi secara partisipatif. Program yang berakhir pada Mei 2022 ini diharapkan dapat menjadi model bagi pengelolaan ekosistem laut dan pesisir prioritas di wilayah Indonesia lainnya.
Hal tersebut disampaikan Pelaksana Tugas Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Arifin Rudiyanto dalam acara penutupan proyek dan diseminasi capaian Coremap-CTI Bank Dunia di Jakarta, Rabu (11/5/2022).
Arifin mengemukakan, Coremap-CTI diinisiasi sebagai upaya untuk perlindungan terhadap sumber daya pesisir khususnya terumbu karang dengan luas 25.000 kilometer persegi. Pengelolaan sumber daya pesisir ini diharapkan menjadi model karena akan memiliki nilai ekonomi tinggi sekitar 2,6 miliar dollar AS per tahun.
Program ini juga diakui telah mengubah perilaku masyarakat yang semula abai terhadap lingkungan kini turut menjaga keberlanjutan dan kelestarian ekosistem.
”Coremap-CTI diimplementasikan sebagai suatu model inovasi pembangunan yang intinya menyeimbangkan dan menyelaraskan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian terumbu karang. Jadi, intinya yaitu mengupayakan penyelamatan terumbu karang tetapi juga menghidupkan perekonomian lokal,” ujarnya.
Program Coremap-CTI dilaksanakan Bappenas dengan sejumlah mitra, seperti Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dan Bank Dunia, yang menghibahkan dana melalui Global Environment Facility(GEF) sebesar 6,2 juta dollar AS. Periode program tahun 2019-2022 telah diterapkan di dua wilayah masuk dalam bagian penting Segitiga Terumbu Karang Dunia, yakni Raja Ampat di Papua Barat dan Laut Sawu di Nusa Tenggara Timur.
Program yang dilaksanakan di Raja Ampat dan Laut Sawu dinilai telah berhasil meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, pembentukan sarana dan prasarana ekowisata bahari, serta pengembangan mata pencaharian dan ekonomi.
Capaian lainnya program Coremap-CTI terhadap pengelolaan wilayah pesisir terpadu yaitu meningkatnya jumlah ekosistem yang direhabilitasi. Jumlah ekosistem itu antara lain 7.530 propagul mangrove, 1.521 rumpun bibit lamun, dan 1.650 fragmen karang. Bahkan, jumlah tersebut melebihi target awal rehabilitasi ekosistem kritis.
Dalam implementasinya, program Coremap-CTI juga melibatkan masyarakat untuk menjamin keberhasilan dan keberlanjutan ke depan. Salah satu implementasi ini yaitu mengawasi ekosistem laut dan pesisir melalui Kelompok Pengawas Masyarakat.
Selain itu, dilakukan juga perlindungan jenis ikan dan mamalia laut. Kegiatan perlindungan ini didahului dengan pengumpulan data populasi dan pergerakan ikan yang nantinya digunakan sebagai masukan dalam rencana pengelolaan serta pemanfaatan kawasan.
”Kami berharap, upaya-upaya ini menjadi salah satu cara untuk menjawab berbagai tantangan dan dapat terus berlanjut dengan keterlibatan semua pihak. Sebab, pengelolaan kawasan konservasi tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga membutuhkan dukungan pemerintah daerah, organisasi lokal, hingga kelompok masyarakat,” ujarnya.
Arifin menegaskan, program Coremap-CTI dianggap berhasil apabila konsep pengelolaan yang sudah dihasilkan dari berbagai inovasi ini bisa diaplikasikan di wilayah lain secara nasional maupun internasional. Oleh karena itu, kolaborasi dengan berbagai pihak menjadi kunci dalam pengelolaan kawasan konservasi.
Mengubah perilaku
Executive Director ICCTF Tonny Wagey melihat bahwa di kedua lokasi program Coremap-CTI, rehabilitasi kawasan dapat dilakukan oleh masyarakat setempat baik laki-laki, perempuan, dewasa, remaja, maupun kaum muda. Mereka saling bergerak bersama untuk keselamatan dan kelestarian pulaunya.
Selain itu, program ini juga diakui telah mengubah perilaku masyarakat yang semula abai terhadap lingkungan kini turut menjaga keberlanjutan dan kelestarian ekosistem. Di sisi lain, dukungan pembangunan infrastruktur berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat karena memberikan nilai tambah untuk hasil sumber daya perikanan yang mereka hasilkan.
Tonny menegaskan, kegiatan Coremap-CTI sangat strategis dan penting sekaligus intervensi terbesar Pemerintah Indonesia dalam bidang pengelolaan ekosistem pesisir. Sebab, wilayah segitiga terumbu karang Indonesia merupakan daerah prioritas pengelolaan kawasan konservasi laut dan pesisir yang patut dilindungi dan dilestarikan.
”Kita butuh upaya lain agar program ini bisa melembaga tidak hanya di Indonesia tetapi juga dunia. Indonesia diharapkan bisa menjadi referensi pengelolaan ekosistem pesisir,” katanya.