Jangan Setengah Hati Menjaga Hati
Penanggulangan hepatitis perlu dilakukan secara menyeluruh, mulai dari upaya pencegahan sampai pengobatan. Penyakit yang berkaitan dengan hati ini perlu dilakukan dengan sepenuh hati.
Hepatitis, terutama hepatitis B dan C, merupakan masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi dunia. Penyakit tersebut dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang pada organ hati berupa sirosis hingga kanker hati.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan ada 296 juta orang yang terinfeksi hepatitis B dan 58 juta orang yang terinfeksi hepatitis C kronik pada 2019. Lebih dari satu juta orang dilaporkan meninggal setiap tahun akibat hepatitis B dan hepatitis C.
Sebagian besar kematian terjadi akibat kanker hati dan sirosis. Kementerian Kesehatan memperkirakan, 50 persen kasus hepatitis B dan hepatitis C di Indonesia berkembang menjadi gangguan hati kronis dan 10 persen berpotensi menjadi kanker hati.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi kasus hepatitis B sebesar 7,1 persen atau setara dengan 18 juta penduduk. Sementara prevalensi kasus hepatitis C sekitar 1 persen atau sebesar 2,5 juta penduduk. Prevalensi hepatitis B pada ibu hamil juga masih tinggi, antara 1,82 persen sampai 2,46 persen. Indonesia kini masih menjadi negara dengan tingkat endemis sedang sampai tinggi untuk hepatitis B.
Baca juga: Penanganan Hepatitis Belum Terintegrasi
Hepatitis merupakan kondisi peradangan hati yang bisa disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau parasit, konsumsi obat, alkohol, perlemakan, dan penyakit autoimun. Namun, sebagian besar kasusnya disebabkan oleh virus hepatitis.
Saat ini, terdapat lima jenis virus hepatitis yang menginfeksi manusia, yakni hepatitis A, hepatitis B, C, D, dan E. Jenis hepatitis B dan C mendapatkan perhatian lebih karena jumlahnya yang cukup besar ditemui di masyarakat. Selain itu, jenis hepatitis tersebut juga bisa menjadi hepatitis kronis yang bersifat katastropik sehingga berisiko mengalami komplikasi yang mengancam jiwa dan membutuhkan biaya tinggi.
”Hepatitis termasuk penyakit katastropik yang dapat menghabiskan biaya yang besar untuk pengobatannya, terutama apabila terjadi sirosis dan kanker hati,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi dalam temu media terkait Hari Hepatitis Sedunia 2023 di Jakarta, Rabu (26/7/2023). Hari Hepatitis Sedunia diperingati setiap 28 Juli.
Hepatitis termasuk penyakit katastropik yang dapat menghabiskan biaya yang besar untuk pengobatannya, terutama apabila terjadi sirosis dan kanker hati.
Sirosis hati akibat hepatitis merupakan salah satu dari delapan penyakit katastropik yang menjadi fokus program Jaminan Kesehatan Nasional. Secara keseluruhan, biaya pertanggungan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selama 2019-2021 untuk hepatitis mencapai Rp 298 miliar. Pembiayaan tersebut termasuk untuk biaya perawatan dan pengobatan.
Hepatitis B
Virus Hepatitis B tidak menular melalui makanan ataupun kontak biasa. Virus ini menyebar melalui darah atau cairan tubuh dari penderita yang terinfeksi. Penularan dari ibu ke bayi bisa terjadi selama kehamilan dan persalinan.
Baca juga: Cegah Penularan Hepatitis dari Ibu ke Anak dengan Antiviral
Penularan Hepatitis B secara vertikal dari ibu ke anak menyumbang 90-95 persen dari seluruh sumber penularan lainnya. Pada 2022, setidaknya sebanyak 35.757 bayi lahir dengan hepatitis B. Bayi yang tertular hepatitis B sejak lahir amat berisiko mengalami hepatitis kronis hingga sirosis dan kanker hati di kemudian hari.
Ketua Komite Ahli Hepatitis dan Infeksi Saluran Pencernaan Kementerian Kesehatan David Handojo Muljono mengatakan, penanganan hepatitis B mulai dari ibu hamil sangat penting untuk dilakukan. Jika penularan tidak ditangani dan dicegah sejak dini, target eliminasi hepatitis pada 2030 akan sulit dicapai.
Ia mengatakan, pencegahan hepatitis B dari ibu ke bayi bisa dilakukan melalui imunisasi hepatitis B kurang dari 24 jam setelah bayi lahir. Selain itu, bayi yang lahir dari ibu yang positif hepatitis B juga harus segera mendapatkan HBIg.
Akan tetapi, upaya pencegahan transmisi hepatitis B dari ibu ke bayi tidak cukup dilakukan dengan cara tersebut saja. Pada ibu hamil yang positif mengalami hepatitis B perlu diberikan obat tenofovir mulai pada trimester ketiga. ”Pemberian tenofovir ditargetkan bisa diberikan ke seluruh Indonesia. Namun kini baru diberikan ke enam provinsi sebagai percontohan. Jika sudah diberikan ke seluruh Indonesia diharapkan bayi lahir bisa bebas dari hepatitis B,” kata David.
Hepatitis C
Sementara untuk hepatitis C, belum ada vaksin untuk mencegah penularannya. Virus hepatitis C umumnya menular melalui darah dan cairan tubuh dari penderita hepatitis C. Sebagian besar terjadi akibat paparan dari penggunaan jarum suntik yang tidak aman serta hubungan seksual yang tidak aman.
Deteksi dini hepatitis C sangat diperlukan, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti seseorang dengan riwayat penggunaan jarum suntik yang tidak steril, warga binaan pemasyarakatan, dan orang dengan HIV/AIDS. Melalui deteksi dini, pengobatan bisa segera diberikan. Orang dengan hepatitis C yang tidak segera diobati berisiko tinggi mengalami gangguan hati kronis, sirosis, dan kanker. Lebih dari 80 persen orang dengan hepatitis C mengalami gangguan hati kronis.
Pemerintah telah menyediakan obat program bagi pasien hepatitis C dengan DAA (direct acting antivirals), antara lain, sofosbuvir dan daclatasvir. Tingkat kesembuhan dengan pemberian obat tersebut cukup tinggi. Karena itu, pengobatan yang diberikan sejak dini dapat mencegah terjadinya komplikasi yang lebih buruk.
Kanker hati
Peneliti ahli madya Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman Badan Riset dan Indonesia Nasional (BRIN) Caecilia Sukowati menyampaikan, patogenesis virus hepatitis B dan C menjadi penyebab utama kanker hati pada manusia. Berdasarkan data 282 pasien kanker hati di RS Cipto Mangunkusumo dan RS Kanker Dharmais pada 2020, sebanyak 63,1 persen terdeteksi memiliki virus hepatitis B, 17 persen dengan hepatitis C, dan 3,5 persen koinfeksi virus hepatitis B dan hepatitis C.
Baca juga: Mengungkap Evolusi Lintas Abad Virus Hepatitis yang Menginfeksi Manusia
Secara umum, perjalanan penyakit dari infeksi hepatitis B dan C dapat menyebabkan kerusakan hati yang berkepanjangan, mulai dari hepatitis kronik, fibrosis, sirosis, dan kanker hati. ”Namun, komponen-komponen dari virus hepatitis B dan virus hepatitis C bisa menjadi molekul onkogen langsung yang bisa mengubah jalur persinyalan sel sehingga seorang dengan hepatitis bisa langsung mengalami kanker hati,” kata Caecilia.
Rantai infeksi hepatitis yang panjang dengan dampak yang luas bagi masyarakat membuat upaya eliminasi penyakit ini harus terus diperkuat. Penanggulangan hepatitis perlu dilakukan secara menyeluruh, mulai dari upaya pencegahan sampai pengobatan. Langkah penanganan hepatitis tidak bisa dilakukan secara sporadis, melainkan perlu dilakukan dengan sepenuh hati.
Pencegahan bisa dilakukan melalui vaksinasi yang optimal, terutama pada ibu hamil dan bayi baru lahir. Deteksi dini juga perlu dijalankan secara masif, khususnya pada kelompok rentan. Pasien yang sudah terdeteksi harus dipastikan berobat secara teratur, tidak hanya untuk mencegah perburukan, namun juga mencegah agar tidak menular ke orang lain.
Baca juga: Momentum Kaji Strategi Menanggulangi Hepatitis
”Jadi segeralah deteksi dini dan lakukan pengobatan. Hepatitis bisa diatasi. Kita harus melindungi liver (hati) kita yang menjadi satu-satunya milik kita,” kata David.