11 Negara Bahas Regulasi dan Penguatan Kerja Sama Peredaran Obat di Asia Tenggara
Indonesia menjadi tuan rumah dalam pertemuan Majelis Anggota Jaringan Regulasi Asia Tenggara yang berlangsung di Jakarta. Sebanyak 11 negara berkumpul untuk membahas regulasi peredaran obat-obatan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia menjadi tuan rumah dalam pertemuan Majelis Anggota Jaringan Regulasi Asia Tenggara atau SEARN yang berlangsung di Jakarta, 24-27 Juli 2023. Dalam pertemuan ini, 11 negara berkumpul untuk membahas regulasi dan penguatan kerja sama terkait peredaran obat-obatan dan alat kesehatan di Asia Tenggara.
Pembukaan pertemuan Majelis Anggota SEARN di Jakarta, Rabu (26/7/2023), dihadiri langsung Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito. Pertemuan ini merupakan ruang untuk pengambilan keputusan tertinggi dan bersifat strategis terkait obat dan alat kesehatan oleh jejaring regulator atau otoritas pengambil kebijakan di setiap negara berdasarkan konsensus anggota SEARN.
Pertemuan Majelis Anggota (SEARN Assembly) diselenggarakan setidaknya satu tahun sekali. Indonesia menjadi tuan rumah dalam pertemuan yang keempat kalinyatahun ini. Adapun tema yang diangkat dalam pertemuan tahun ini adalah ”Kolaborasi Regulasi untuk Memanfaatkan Akses Produk Medis yang Terjamin”.
Indonesia memiliki kepemimpinan yang kuat dalam SEARN dengan membentuk kelompok kerja dan secara aktif berpartisipasi dalam berbagai pertemuan.
Penny menyampaikan, acara tersebut adalah pertemuan tahunan dari negara Organisasi Kesehatan Dunia Kantor Regional Asia Tenggara (WHO-SEARO). Sebanyak 11 negara turut terlibat dalam pertemuan ini, yaitu Indonesia, India, Bangladesh, Bhutan, Republik Demokratik Rakyat Korea, Maladewa, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste.
”Pertemuan ini akan membahas regulasi-regulasi dalam berbagai kelompok kerja. Jadi, intinya adalah bagaimana setiap pengambil kebijakan, seperti BPOM, di negara-negara regional ASEAN bisa bekerja sama untuk memperkuat produksi dan distribusi dari peredaran obat-obatan ataupun alat kesehatan di wilayah kita,” ujar Penny seusai membuka acara tersebut.
Menurut Penny, penguatan kerja sama ini sangat penting untuk memastikan obat-obatan dan alat kesehatan yang terdistribusi tersebut telah terjamin dari aspek keamanan, efektivitas atau efikasi, serta berkualitas. Oleh karena itu, dalam mewujudkan kerja sama yang kuat ini harus melibatkan pihak atau otoritas pengambil kebijakan di setiap negara.
”Upaya ini juga harus dikaitkan dengan kapasitas dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum. Hal ini karena produk-produk palsu atau di bawah standar banyak beredar dengan mudah. Kemudian ini juga dikaitkan dengan bagaimana kita meninjau dan melakukan pre-market evaluationuntuk pemberian izin edar,” tuturnya.
Penny juga menekankan bahwa selama ini berbagai macam obatan-obatan dan alat kesehatan terus berkembang sehingga harus diikuti dengan peningkatan kapasitas dari otoritas terkait. Nantinya, otoritas di setiap negara dapat bertukar pengalamannya dalam mengatasi berbagai kejadian terkait kesehatan di negaranya masing-masing.
Sebagai contoh, BPOM beserta Pemerintah Indonesia bisa menyampaikan pengalamannya dalam mengantisipasi kejadian kontaminasi dalam produk obat. Dalam hal ini, Indonesia dianggap transparan dan cepat mengantisipasi sehingga upaya penegakan hukum bisa segera dilakukan, khususnya untuk pihak-pihak yang terindikasi melakukan kelalaian.
”Dalam kawasan Asia Tenggara ini, Indonesia atau BPOM termasuk yang terdepan dan menjadi contoh. Berdasarkan indikator yang ditetapkan WHO, kita sudah mencapai nilai yang matang sebagai otoritas dari berbagai aspek, mulai dari registrasi, pengujian, evaluasi, laboratorium, hingga penegakan hukum,” ucapnya.
Kepemimpinan kuat
Direktur Departemen Pengembangan Sistem Kesehatan WHO-SEARO Manoj Jhalani mengatakan, Indonesia memiliki kepemimpinan yang kuat dalam SEARN dengan membentuk kelompok kerja dan secara aktif berpartisipasi dalam berbagai pertemuan. Di samping itu, Indonesia juga memiliki respons yang cepat dan sejumlah regulasi terkait peredaran obat.
”Semua ini merupakan nilai yang mendasari praktik regulasi yang baik dalam sebuah kerangka otoritas. Dalam waktu dekat, Indonesia akan muncul sebagai salah satu regulator dunia. Regulasi yang kuat saat kejadian kritis dapat memastikan akses bagi semua pihak untuk mendapatkan produk medis yang berkualitas, efektif, dan terjangkau,” katanya.
Manoj menegaskan, WHO berkomitmen terus mendukung negara-negara untuk memperkuat sistem regulasi terkait dengan penggunaan obat-obatan dan vaksin. WHO juga akan memberikan rekomendasi melalui rencana pengembangan kelembagaan dan menindaklanjuti perkembangannya.
”WHO berupaya memperkuat kerangka aturan terkait produk obat tradisional dan peningkatan kapasitas melalui pelatihan dalam metode kontrol kualitas berbasis laboratorium. Ini tengah dilakukan di India, Indonesia, Maladewa, Nepal, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste,” katanya.