Ikatan Manusia-Hewan Sepanjang Masa
Interaksi manusia dengan hewan setua umur peradaban. Bukti tertua interaksi itu terdapat di goa-goa karst prasejarah Kalimantan dan Sulawesi, yang menjadi kanvas beragam kelompok manusia sejak sekitar 50.000 tahun lalu.
Manusia telah berinteraksi dengan hewan selama ribuan tahun. Interaksi ini penuh warna, mulai dari menjadikan binatang liar sebagai buruan, domestikasi untuk menopang utilitas, hingga piaraan. Setua sejarah interaksi ini, sepurba itu pula munculnya berbagai penyakit zoonotik yang bisa menulari manusia maupun hewan.
Serial lukisan tangan di goa karst Kalimantan dan Sulawesi menjadi bukti paling awal di dunia yang menggambarkan relasi manusia dengan hewan. Lukisan tangan tertua di Goa Jeriji Saleh, Sangkulirang-Mangkalihat, Kalimantan Timur, berupa gambar mamalia besar sejenis banteng liar berwarna oranye-kemerahan kemungkinan berumur antara 52.000 dan 40.000 tahun lalu.
Laporan arkeolog Maxime Aubert dari Universitas Griffith dan tim di jurnal Nature tahun 2018 menunjukkan, selain banteng, periode paling awal lukisan goa ini juga dipenuhi gambar tapak tangan dan binatang besar lain yang biasa hidup di padang sabana, seperti tapir dan trenggiling raksasa. Sebagian binatang ini kini telah punah, seperti tapir yang punah di Kalimantan sejak 6.000 tahun lalu, sedangkan trenggiling raksasa sekitar 32.000 tahun lalu.
Indonesia termasuk salah satu hotspot yang berisiko melahirkan wabah baru karena pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang tinggi, serta deforestasi.
Lukisan figuratif itu juga seumuran dengan yang ditemukan di goa di karst Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan, yang menggambarkan sosok mirip babi rusa, satwa endemik di pulau ini, selain babi kutil. Lukisan ini juga berwarna oranye-kemerahan.
Adam Brumm, arkeolog dari Universitas Griffith, dan tim melaporkan di jurnal Archaeology in Oceania tahun 2021 bahwa lukisan tentang babi kutil endemik Sulawesi (Sus celebensis) di lapisan berumur 45.500 tahun lalu telah menunjukkan tanda-tanda domistifikasi.
Sepasang pial atau cuping merah di daerah leher babi kutil yang terlihat konsisten di gambar-gambar ini dianggap sebagai karakter anatomi yang tidak diamati di spesies liar. ”Pial ini hanya dimanifestasikan pada babi domestik modern (Sus scrofa) dan beberapa satwa ungulata peliharaan lainnya, seperti kambing,” tulis Brumm.
Adhi Agus Oktaviana, arkeolog lukisan cadas Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) yang turut menulis kajian ini, mengatakan, babi kutil ini kemungkinan semi diliarkan, mirip dengan ayam kampung piaraan yang dilepas. Ini merupakan jejak domestikasi paling awal yang diketahui.
Jejak domistifikasi binatang semakin menguat dari gambar cadas yang berumur setelah 20.000 tahun lalu. ”Gambar tentang anjing yang ikut perburuan sudah ditemukan di Muna, Sulawesi Tenggara, yang diperkirakan berumur 20.000 atau lebih muda,” kata Adhi.
Baca juga: Lukisan Goa Berusia Ribuan Tahun Buktikan Keberadaan Manusia Prasejarah
Di Kalimantan, sejak sekitar 20.000 tahun, gambar yang dibuat rata-rata dominan ungu kehitaman dengan gambar-gambar yang lebih dekoratif. Banyak sosok idiografis yang digambarkan, misalnya banteng berbadan sangat besar dengan kepala sangat kecil, binatang berkepala dua, dan hewan dengan tanduk sangat panjang. Pelukis di era itu mulai menggambar berdasarkan citra yang ditangkap, bukan sekadar memindahkan apa yang dilihat.
Lukisan pada 20.000-9.000 tahun lalu itu juga banyak menggambarkan peralatan berburu, seperti pelontar tombak yang cocok digunakan di padang sabana. Pada periode ini, para penghuni goa yang melukis, kemungkinan berburu beragam mamalia yang ada di Kalimantan, sebagaimana masih dipraktikkan hingga saat ini oleh Punan Batu di Bulungan, Kalimantan Timur.
Laporan peneliti genetika Pradiptajati Kusuma dan tim di jurnal Evolutionary Human Science-Cambridge University Press edisi Februari 2022 menyebutkan, Punan Batu merupakan pemburu dan peramu terakhir yang masih aktif di Kalimantan. Seperti ditunjukkan oleh Punan Batu saat ini, interaksi pertama manusia-hewan ini berpusat pada upaya manusia untuk memperoleh sumber daya dari hewan, seperti daging, tulang, tanduk, hingga kulitnya.
Sejak sekitar 13.600 tahun lalu, mereka mulai menggambar sosok-sosok manusia atau dikenal sebagai motif ”Datu Saman” dan ”Manusia Kangkang”, serta perahu, yang menandai periode lebih antroposentris. Pada periode ini, manusia mulai menetap dan semakin banyak mendomestikasi hewan, ditandai dengan gambar ayam untuk menopang hidup. Gaya hidup bercocok tanam ini menandai sebuah titik balik peradaban yang dipicu oleh menghangatnya suhu Bumi dan mencairnya es di kutub.
Permukaan laut perlahan naik hingga mencapai sekitar 100 meter lebih tinggi pada 5.000 tahun lalu. Pulau Kalimantan, Jawa, dan Sumatera yang semula menyatu dengan daratan Asia kemudian dipisahkan dengan lautan. Pada saat itu, orang-orang Austronesia, yang dikenal sebagai pelaut dan petani-peternak, telah menghuni Kalimantan, berbaur dengan para pemburu-peramu yang lebih dulu tiba.
Terbangunnya ikatan manusia-hewan
Dari lukisan cadas ini kita bisa melihat,masyarakat pemburu-peramu yang mendominasi peradaban manusia purba telah menciptakan peluang awal bagi keterlibatan manusia dan interaksi dengan hewan di lingkungannya. Seiring manusia terus hidup berdampingan dengan hewan, manusia menjadi lebih tertarik pada aktivitas hewan, seperti mengidentifikasi pola migrasi, sumber makanan, dan perilaku.
Interaksi yang meningkat dengan hewan menyebabkan antropomorfisasi, atau menganggap karakteristik manusia berasal dari hewan, yang kemudian berkontribusi pada domestikasi, terutama dengan hewan yang menunjukkan hubungan melalui pandangan atau fitur wajah.
Saat manusia membentuk ikatan yang lebih dekat dengan hewan, sifat khusus seperti kepatuhan, membuat beberapa hewan mulai diajak bergabung dengan perkemahan manusia. Manusia segera mengetahui bahwa mereka mampu memilih hewan tertentu untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan di luar fungsi sebagai bahan makanan.
Anjing adalah hewan peliharaan paling awal yang diketahui, dan masyarakat pemburu-peramu awalnya menggunakan spesies anjing purba untuk membantu berburu dan menangkap mangsa. Berikutnya, manusia mendomestikasi sejumlah hewan piaraan untuk membantu berbagai peran utilitarian, seperti membantu pekerjaan di ladang seperti kerbau, layanan transportasi seperti kuda, hingga sarana makanan dan bahan terbarukan seperti ayam.
Baca juga: Sejarah Domestikasi Kucing Terjadi 10.000 Tahun Lalu
Belakangan, domestikasi hewan ini tak melulu untuk memenuhi peran utilitarian. Sebagian hewan mulai didomestikasi sebagai peliharaan, seperti kucing dan anjing rumahan. Hewan peliharaan umumnya dianggap sebagai hewan yang bukan sumber makanan, tetapi memberikan kesenangan dan/atau persahabatan.
Banyak studi telah menunjukkan, interaksi manusia dengan hewan ini memberi efek positif bagi manusia. Hal itu seperti meningkatkan kesehatan mental, mengurangi stres dan kecemasan, menyediakan persahabatan, dan meningkatkan kesehatan fisik melalui kegiatan seperti berjalan-jalan dengan anjing atau menunggang kuda.
Bagi masyarakat modern, kepemilikan hewan piaraan telah menjadi bagian dari gaya hidup. Menurut survei daring yang dilakukan perusahaan retail GfK terhadap 27.000 konsumen di 22 negara, mayoritas (57 persen) konsumen memiliki hewan peliharaan. Anjing menjadi hewan peliharaan paling populer secara global, dimiliki oleh 33 persen responden, dengan kucing berada di urutan kedua, sebesar 23 persen, lalu ikan (12 persen), burung (6 persen), dan jenis hewan peliharaan lainnya (6 persen).
Survei daring Rakuten Inisight pada 2022 menunjukkan, dari 10.442 responden, tercatat 67 persennya memiliki hewan peliharaan. Sementara, 23 persen tidak dan 10 persennya mengaku pernah memiliki hewan peliharaan. Dari seluruh hewan yang mungkin untuk dipelihara oleh manusia, masyarakat Indonesia kebanyakan lebih memilih untuk memelihara kucing, disusul oleh ikan dan burung.
Baca juga: Ketika Anabul-anabul Sibuk Spa dan Luluran
Tren kepemilikan hewan piaraan cenderung meningkat, terutama setelah pandemi. Kepemilikan hewan peliharaan di Amerika Serikat (AS), misalnya, melonjak secara signifikan selama tiga dekade terakhir. Data American Pet Products Association menunjukkan, pada tahun 2023, sebanyak 66 persen rumah tangga AS (86,9 juta rumah) memiliki hewan peliharaan, naik dari 56 persen pada tahun 1988.
Dari persahabatan hingga dukungan emosional, hewan peliharaan adalah bagian penting dari kehidupan pemiliknya. Menurut laporan American Veterinary Medical Association (2022). Faktanya, 85 persen pemilik anjing dan 76 persen pemilik kucing menganggap hewan peliharaannya sebagai anggota keluarga.
Penularan penyakit
Sekalipun sebagian besar hubungan pemilik-hewan peliharaan ini positif, ada konsekuensi lain lain dari menguatnya interaksi manusia dan hewan, yaitu penularan penyakit zoonosis. Patogen zoonosis ini dapat berupa bakteri, jamur, virus atau parasit dari hewan yang menyebar dari hewan ke manusia atau sebaliknya melalui kontak langsung atau melalui makanan, air atau lingkungan.
Setua sejarah interaksi hewan dan manusia, setua itu pula berbagai penyakit zoonotik. Dokter dan peneliti penyakit zoonosis dari Universitas Griffth, Dicky Budiman, mengatakan, lebih dari 60 persen penyakit yang dialami manusia saat ini awalnya dari patogen yang menyerang hewan. Beberapa contoh zoonosis ini adalah leptospirosis, cysticercosis dan echinococcosis, toksoplasmosis, antraks, brucellosis, rabies, demam Q, penyakit Chagas, influenza tipe A, sindrom pernapasan akut yang parah (SARS), demam berdarah dbola, dan HIV.
Penyakit zoonosis telah berulang kali memicu wabah mematikan dalam sejarah manusia. ”Munculnya penyakit zoonosis ini erat kaitannya dengan perubahan perilaku manusia, khususnya pertanian dan peternakan, serta permukiman yang tidak berwawasan lingkungan,” kata Dicky.
Dicky mengatakan, globalisasi mempercepat penularan zoonosis sehingga menjadi wabah global, sebagaimana terjadi dengan pandemi Covid-19 yang dipicu oleh virus SARS-CoV-2. ”Penyakit (zoonosis) ini juga yang paling berpotensi menjadi sumber pandemi-pandemi baru berikutnya. Indonesia termasuk salah satu hotspot yang berisiko melahirkan wabah baru, karena pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang tinggi, serta deforestasi,” kata dia.
Baca juga: Cegah dan Antisipasi Berbagai Risiko Penyakit Zoonosis di Masa Depan
Menghadapi risiko ini, menurut Dicky, penguatan relasi yang sehat antara manusia, hewan, dan lingkungan atau sekarang dikenal sebagai One Health menjadi kunci untuk mencegah wabah zoonosis. Pendekatan ini menuntut pengakuan bahwa manusia dan hewan secara dekat berbagi lingkungan yang sama. Agar manusia sehat, hewan dan lingkungannya harus sehat....