Edukasi dan penerapan prosedur operasi standar menjadi poin penting dalam menciptakan ruang kerja kreatif yang aman.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perlindungan para pekerja di lingkungan industri kreatif, khususnya perempuan, dari ancaman kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja dinilai mendesak. Apalagi, perempuan pekerja kreatif menjadi salah satu kelompok paling rentan mengalami kekerasan fisik, verbal, hingga seksual.
Produser, sutradara film, serta anggota Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi), Gina S. Noer, mengatakan pentingnya edukasi dan standard operating procedure (SOP) antikekerasan seksual di lingkungan industri film. Dua hal itu diharapkan bisa mencegah tindak kekerasan seksual di industri perfilman Indonesia.
”Sebenarnya, masalah kekerasan seksual di industri film marak terjadi sejak dulu. Namun, para korban tidak tahu harus mengadu kepada siapa. Sebab, saat itu belum ada panduan resmi,” tuturnya.
Gina menyampaikan hal itu dalam diskusi publik yang digelar Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) bertema ”Ruang Aman dalam Ruang Penciptaan: Penanganan Kekerasan Seksual di Perfilman Kita” di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2023).
Ada empat hal yang dilakukan Gina untuk mencegah tindak kekerasan seksual di tempat kerja, yakni membuat pakta integritas, melakukan edukasi, membuat wadah pengaduan, dan penyadaran ulang. Tim yang sudah terlibat ke dalam proses produksi film wajib menandatangani pakta integritas tersebut.
Edukasi dan penerapan SOP menjadi poin penting dalam upaya menciptakan ruang kerja kreatif yang aman.
”Orang-orang yang terlibat harus benar-benar memahami terlebih dahulu apa saja yang termasuk tindak kekerasan seksual. Tanda tangan saja tidak cukup jika tidak benar-benar memahaminya,” ungkapnya.
Menurut Gina, banyak aktor dan kru yang belum menyadari hal-hal yang dikategorikan sebagai kekerasan seksual. Bahkan, mereka tidak tahu jika catcalling termasuk pada pelecehan seksual.
Salah satu contoh tindakan catcalling yakni bersiul untuk menggoda lawan jenis yang melintas. Sebab itu, edukasi menjadi poin penting dalam upaya menciptakan ruang kerja kreatif yang aman.
Terkait hal itu, Aprofi mengajak banyak orang terlibat dalam tindakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, terutama kelompok yang memahami jenis kekerasan. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Yayasan Laki-laki Baru membantu menjadi konsultan dalam pembuatan rancangan pakta integritas.
Selain panduan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja, Aprofi juga membuat panduan teknis lain, yaitu SOP Adegan Intim dalam Film. Hal ini dibuat mengingat pengambilan adegan dalam film juga memiliki potensi terjadinya kekerasan seksual.
Penulis dan Peneliti Koalisi Seni Ratri Ninditya menambahkan, perbaikan mekanisme aduan dan penanganan dugaan kasus kekerasan seksual di ekosistem film mesti dilakukan secara paralel. Baik itu di sektor industri, komunitas, maupun organisasinya.
”Saya berharap penanganan aduan kasus tidak berhenti pada hukuman sosial untuk si terduga pelaku, tetapi juga menyentuh aspek pencegahannya,” kata Ratri.
Aturan terbaru
Untuk menekan angka kekerasan seksual, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menerbitkan aturan terbaru, yakni Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.
Aturan itu merupakan pembaruan dari Surat Edaran (SE) Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, dalam keterangan pers, berharap Kepmenaker itu memberi acuan dalam upaya pencegahan, penanganan, dan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja.
Dengan demikian, lingkungan kerja yang kondusif, harmonis, aman, nyaman, dan bebas dari tindakan kekerasan serta pelecehan seksual dapat terwujud.
Pada kepmenaker tersebut, semua pemangku kepentingan berperan mencegah kekerasan seksual di tempat kerja. Misalnya, para pengusaha berperan menyusun dan menginformasikan kebijakan serta memastikan tak terjadi tindak kekerasan seksual di tempat kerja.
Perusahaan juga bertanggung jawab untuk memastikan korban tidak mendapat tindakan balasan dari pihak yang diadukan.
Selain itu, perusahaan harus menjamin korban tidak menderita kerugian akibat kekerasan seksual di tempat kerja, seperti penurunan pangkat dan penolakan promosi.
Untuk mendukung implementasi aturan itu,pemangku kepentingan bidang ketenagakerjaan yang terdiri atas unsur pemerintah, pengusaha, dan pekerja atau buruh mendeklarasikan komitmen bersama untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual di tempat kerja.