Perguruan Tinggi Dukung Transformasi Energi Terbarukan
Transisi energi terbarukan dan berkelanjutan perlu terus diperkuat. Potensi perguruan tinggi mendukung transisi energi terbarukan dapat dioptimalkan lewat tridarma perguruan tinggi.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi mengoptimalkan tridarma pendidikan tinggi untuk mendukung pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia. Program Kampus Merdeka juga dimanfaatkan perguruan tinggi untuk berkolaborasi dengan dunia usaha dan industri, bersinegeri mengembangkan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat terkait energi terbarukan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nizam, Jumat (14/7/2023), mengatakan, saat ini, salah satu cara untuk membangun transformasi sumber energi yang berkelanjutan adalah melalui peran perguruan tinggi. Peran perguruan tinggi dalam pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) dilakukan melalui pelaksanaan tridarma.
Kontribusi perguruan tinggi mendukung transformasi EBT salah satunya ditampilkan di acara The 11th Indonesia Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Conference and Exhibition (EBTKE ConEx) 2023 yang digelar di Tangerang, pada 12-14 Juli 2023.
Nizam menjelaskan, saat ini sudah banyak program studi yang berkaitan dengan EBT. Kemendikbudristek juga telah melakukan riset dan pembaruan melalui program Kampus Merdeka. ”Program Kampus Merdeka memberikan ruang bagi mahasiswa untuk mengambil tiga semester di luar program studi mereka. Mahasiswa dapat fokus pada minat dan bakat yang mereka inginkan,” ujar Nizam.
Nizam menyebutkan, salah satu program Kampus Merdeka terkait pengembangan EBT adalah program Gerakan Listrik Tenaga Surya (Gerilya). Program kolaborasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ini memberikan pengalaman belajar kepada mahasiswa untuk mengatasi permasalahan di dunia nyata.
”Mahasiswa dilatih dalam analisis, pelaksanaan, dan pemeliharaan panel surya. Ini memberikan pengalaman nyata bagi mahasiswa dan membantu mempersiapkan SDM yang sesuai dengan kebutuhan,” kata Nizam.
Nizam menambahkan, inovasi juga merupakan faktor penting dalam mendukung transisi energi di Indonesia. Ia berharap Indonesia tidak hanya menjadi pasar negara maju, tetapi juga dapat menciptakan inovasi-inovasi baru. Untuk itu, perguruan tinggi didorong dapat bekerja sama dengan pakar ahli di bidangnya untuk menciptakan teknologi baru.
”Selain itu, penting untuk menjalin kerja sama antara perguruan tinggi dan industri agar produk-produk dari perguruan tinggi dapat dimanfaatkan dalam dunia industri,” ujar Nizam.
Mahasiswa dilatih dalam analisis, pelaksanaan, dan pemeliharaan panel surya. Ini memberikan pengalaman nyata bagi mahasiswa dan membantu mempersiapkan SDM yang sesuai dengan kebutuhan.
Sumber inovasi
Kerja sama antara industri dan kampus dapat diintensifkan melalui program Matching Fund Kedaireka. Sayangnya, kerja sama tersebut masih terbatas pada kampus-kampus besar padahal banyak sumber inovasi yang berasal dari kampus-kampus kecil.
”Melalui Kedaireka, hubungan antara perguruan tinggi dan industri dapat ditingkatkan dan pemerintah telah menyediakan pendanaan melalui Matching Fund. Harapannya, program ini dapat membantu pemerintah mencapai tujuan transisi Indonesia menuju zero emisi. Saya berharap semua pihak dapat bekerja sama dalam transisi energi di Indonesia dengan semangat gotong royong,” ujar Nizam.
Tahun lalu, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama PT INKA dan PT Pertamina berupaya mengembangkan teknologi fuel cell untuk diaplikasikan pada kereta api di Indonesia. Fuel cell merupakan salah satu alat elektrokimia yang bertujuan untuk menghasilkan listrik dengan bahan bakar hidrogen dengan emisi berupa air. Teknologi ini digadang-gadang bakal menjadi salah satu energi alternatif di masa depan karena sifatnya yang lebih ramah terhadap lingkungan.
Ketua Peneliti Agung Purniawan bersama sejumlah dosen dan mahasiswa ITS melakukan penelitian mulai dari penelitian sintesis katalis guna meningkatkan performa fuel cell. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan fuel cell yang lebih optimal dan efisien. Selain itu, proses fabrikasi dan pengembangan sistem kontrol juga dikerjakan.
”Penggunaan katalis yang telah dikembangkan ini diharapkan dapat meningkatkan performa proses elektrokimia, memperlambat degradasi material, dan menambah umur pakai dari fuel cell,” kata Agung.
Permintaan EBT
Sementara itu, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) membuka peminatan energi dan proses berkelanjutan (EPB) pada tahun akademik 2023/2024. Di bawah naungan Departemen Teknik Kimia (DTK) FTUI, peminatan ini memfokuskan pada peningkatan kinerja kebijakan, perencanaan, pengaturan, pembangunan, eksplorasi, dan proses industri energi terbarukan.
”Energi merupakan kebutuhan mendasar yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Energi tak hanya faktor produksi yang penting untuk kegiatan dan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga komoditas strategis yang dapat mengancam kegiatan ekonomi pada saat kondisi krisis, terutama pada saat kondisi harga yang tidak terkendali akibat terbatasnya pasokan. Pengetahuan energi dan proses yang berkelanjutan dengan demikian menjadi penting untuk dapat diselenggarakan dan diberikan,” kata Dekan FTUI Heri Hermansyah.
Ketua Departemen Teknik Kimia FTUI Bambang Heru Susanto mengungkapkan, salah satu kelebihan peminatan energi dan proses berkelanjutan terletak pada fleksibilitas yang dimiliki. Lulusan program ini ke depannya dapat bekerja di berbagai bidang terkait perancangan EPC (Engineering, Procurement & Construction) sebagai process engineer, pelaksana dan pengelola penyediaan energi (seperti di perusahaan pembangkit, PLN), ahli lingkungan hidup (dekarbonisasi), instansi pemerintah, dosen dan peneliti, serta wirausaha.