Bakteri resisten antibiotik ditemukan pada ayam broiler. Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan tak bertanggung jawab.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada ayam pedaging atau broiler membuat bakteri kebal pada sejumlah antibiotik. Artinya, bakteri pada ayam sulit mati dan dapat membahayakan manusia yang mengonsumsinya. Hal ini bisa memperparah masalah resistensi antimikroba di masa depan.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat berarti obat tidak diberikan sesuai dosis. Ini juga bisa berarti obat tidak berdasarkan resep atau pengawasan dokter hewan. Antibiotik tersebut diberikan peternak dengan mencampurkannya ke makanan dan minuman ayam atau disuntikkan ke ayam.
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) periode 2006-2010 dan 2010-2014, Wiwiek Bagja, antibiotik mestinya diberikan hanya untuk pengobatan. Durasi pengobatan 5-7 hari. Namun, sejumlah pihak justru menggunakan antibiotik untuk memacu pertumbuhan ayam.
Ada juga yang menggunakan antibiotik untuk mengurangi potensi kematian ayam hingga untuk mengatasi ayam yang tidak mau makan. Hal ini menunjukkan terbatasnya pengetahuan peternak terhadap penggunaan antibiotik yang tepat. Masalahnya, hal ini dapat menyebabkan resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR).
Adapun antimikroba untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit, sedangkan antibiotik untuk mengatasi infeksi akibat bakteri.
”AMR jadi ancaman global bagi kesehatan masyarakat dan hewan. Munculnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik berkaitan dengan penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan tidak bertanggung jawab. Ini terjadi di sektor kesehatan manusia, pertanian, termasuk peternakan dan kesehatan hewan, produksi tanaman, dan perikanan,” ucap Wiwiek di Jakarta, Jumat (14/7/2023).
AMR (resistensi antimikroba) jadi ancaman global bagi kesehatan masyarakat dan hewan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi bahwa AMR akan menyebabkan 10 juta kematian per tahun pada 2050. Kerugian dunia akibat AMR bisa mencapai 100 triliun dollar AS.
Di sisi lain, antibiotik amat mudah ditemukan dan dibeli di indonesia. Publik bisa menemukan antibiotik yang dijual bebas di lokapasar (e-commerce).
Temuan lapangan
Bakteri resisten antibiotik pernah ditemukan di usus dan daging ayam broiler dari rumah potong unggas dan gerai penjualan daging. Hal ini terangkum pada studi yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), World Animal Protection (WAP), dan Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS). Studi berlangsung pada November 2020 hingga Mei 2021 di Jabodetabek.
Pada studi ini, tim mengambil 120 sampel yang terdiri dari 30 sampel sekum (usus) dan 30 sampel karkas (daging) dari satu rumah potong hewan-unggas (RPH-U). Tim juga mengambil 60 sampel karkas beku dari tujuh gerai penjualan.
Salah satu bakteri yang ditemukan pada sampel adalah Escherichia coli (E. coli). Setelah diuji, bakteri ini menunjukan resistensi terhadap sejumlah antibiotik, yakni meropenem, sulfametoksazol, colistin, siprofloksasin, dan kloramfenikol.
Selain bakteri resisten antimikroba, residu antibiotika pada produk pangan ayam broiler juga mesti diwaspadai. Manusia yang terpapar produk tercemar residu antibiotika berisiko menjadi kebal antibiotik di masa depan. Ini membuat manusia sulit diobati jika suatu saat terinfeksi bakteri.
”Jika sering makan produk tercemar antibotika dalam dosis kecil, terekspos terus, lama-lama (antibiotikanya) menumpuk dan (manusia) menjadi kebal,” ucap Wiwiek.
Sementara itu, mengatasi AMR tidak bisa serta-merta mengandalkan antibiotik baru. Sebab, pengembangan antibiotik baru bisa berlangsung belasan hingga puluhan tahun.
Koordinator Pengawasan Keamanan Produk Hewan, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Kementerian Pertanian Imron Suandy sebelumnya mengatakan, modal untuk memproduksi antibiotik sekitar 1 miliar dollar AS. Adapun bakteri cepat menjadi resisten dalam beberapa bulan sehingga pengembangan antibiotik baru dinilai tak menguntungkan. Ketersediaan antibiotik di negara maju dan berkembang pun timpang (Kompas.id, 27/5/2023).
Sumber protein
Hal ini mesti diperhatikan karena 80 persen sumber protein berasal dari konsumsi daging, termasuk daging sapi dan unggas. Namun, resistensi antimikroba pada ayam bisa menyebabkan zoonosis. Zoonosis adalah penyakit yang menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Sebanyak 75 persen penyakit menular pada manusia adalah zoonosis.
Untuk memastikan keamanan pangan, konsumen bisa memilih ayam dengan sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV). NKV adalah bukti dipenuhinya syarat higiene dan sanitasi pada produk hewan. Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sri Wahyuni menambahkan, konsumen perlu pula melihat label kedaluwarsa dan halal.
Selain itu, jaminan mutu produk hewan juga bisa dilihat dari standar kesejahteraan hewan. Hewan yang diperlakukan sesuai standar kesejahteraan dinilai punya tingkat stres rendah dan potensi penyakitnya minim.
Ada lima prinsip kesejahteraan hewan yang dianut warga global. Pertama, bebas dari rasa haus, lapar, dan malanutrisi. Kedua, bebas dari ketidaknyamanan. Ketiga, bebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit. Keempat, bebas mengekspresikan perilaku alaminya. Terakhir, bebas dari ketakutan dan tekanan hebat.