Jaga Partisipasi Masyarakat Tangani Sampah
Menjaga keberlanjutan partisipasi masyarakat akan mempermudah upaya pemerintah dalam mencapai target bebas sampah pada 2030-2040.
JAKARTA, KOMPAS — Saat ini masyarakat semakin terlibat dalam gerakan penanganan sampah di lingkungan, baik secara sukarela maupun dengan orientasi ekonomi. Pemerintah perlu memastikan keterlibatan tersebut tidak hanya menjadi euforia sesaat yang justru berpotensi membuat stagnasi penanganan.
Partisipasi masyarakat ini menjadi semakin penting di tengah tingginya angka timbulan sampah nasional. Persoalan sampah sudah seharusnya menjadi tanggung jawab bersama.
Jika merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 2022, total timbulan sampah di Indonesia sebanyak 69,2 juta ton. Indonesia memiliki target penanganan sampah hingga 70 persen pada 2025, serta bebas sampah pada 2030-2040.
Baca juga : Penanganan Sampah Dimulai dari Rumah Tangga
Direktur Pengurangan Sampah Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Vinda Damayanti Ansjar mengungkapkan, kepedulian masyarakat dalam beberapa waktu terakhir semakin terlihat. Munculnya kepedulian itu akan memudahkan upaya pemerintah dalam mencapai target penanganan yang telah ditetapkan.
”Pelibatan yang paling dasar adalah edukasi memilah sampah mandiri. Adapun upaya seperti pengelolaan sukarela dan ekonomi sirkular berguna dalam mencegah agar sampah tidak berakhir di TPA (tempat pembuangan akhir),” kata Vinda, Selasa (11/7/2023).
Vinda menyebut, salah upaya yang sedang digemari saat ini adalah gerakan ekonomi sirkular. Selain itu, ada pula upaya kolektif di tingkat kelompok kecil masyarakat dengan menangani sampah lingkungan tempat tinggal.
Adapun salah satu lini usaha rintisan yang bergerak sociopreneur atau wirausaha sosial berbasis lingkungan adalah Rekosistem. Rekosistem mengembangkan bisnis dengan bekerja sama dengan bisnis ke bisnis (B2B), baik dengan pemda, kawasan niaga, maupun kompleks perumahan.
Chief Executive Officer dan Co-founder Rekosistem Ernest Layman mengungkapkan, mereka memanfaatkan sampah plastik menjadi berbagai produk daur ulang.
Adapun upaya pengelolaan sukarela dan ekonomi sirkular berguna dalam mencegah agar sampah tidak berakhir di TPA.
Sejak 2021 hingga saat ini, Rekosistem telah memiliki 28 waste station yang aktif beroperasi di beberapa provinsi di Pulau Jawa, seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Ernest menyebut, setiap stasiun daur ulang sampah mereka bisa menerima 1-2 ton sampah per hari. ”Angkanya masih kecil, tetapi dalam lima tahun kami berharap terus berkembang dan menargetkan bisa berkontribusi dalam penanganan sampah plastik hingga 10 persen,” ucapnya.
Dalam memastikan mencapai pasar yang dituju, Rekosistem selalu menjamin keamanan mutu dari produk yang dihasilkan. Selain itu, mereka juga telah menjalin kemitraan dengan perusahaan yang memerlukan jasa produk mereka.
Baca juga : Pola Pikir Masyarakat tentang Pengelolaan Sampah Masih Jadi Tantangan
Selain Rekosistem, Dirjen PSLB3 mencatat dari tahun ke tahun sociopreneur terus menunjukkan pertumbuhan signifikan. Saat ini ratusan kelompok wirausaha dicatat KLHK terus tumbuh dalam beberapa waktu terakhir.
Menjaga momentum
Pakar lingkungan dan akademisi Universitas Indonesia, Firdaus Ali, mengatakan, berbagai gerakan saat ini yang muncul di masyarakat harus dijadikan momentum pemerintah dalam penanganan sampah. Apalagi, ini berkaitan dengan target cukup ambisius pemerintah mencapai bebas sampah pada 2030-2040.
Selama ini, penguatan di sektor sociopreneur terus menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Keterlibatan anak muda yang ahli di bidang bisnis dan kreativitas membuat wirausaha berbasis lingkungan tersebut menjadi lahan bisnis yang terus berkembang.
Jika sociopreneur berkembang cukup baik, pengelolaan di tingkat masyarakat justru bawah masih butuh perhatian. Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab dalam mengatur kebijakan penanganan sampah sesuai UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Pada kelompok masyarakat lebih kecil, pengelolaan berbasis tempat pembuangan sampah reduce, reuse, recycle (TPS3R) cukup bergeliat. Program dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ini kemudian diturunkan dan dikelola oleh pemda setempat.
Baca juga : Mengubah Paradigma dengan Sampah
Di Tangerang Selatan, saat ini pemerintah daerah memiliki 41 TPS3R yang melayani 36.600 rumah tangga di tujuh kecamatan. Sampah diolah dijadikan sebagai berbagai macam produk jadi.
Koordinator TPS3R Pasar Ciputat Erwin Budiman menuturkan, pusat pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang sampah berupa TPS3R merupakan wujud ikhtiar pemerintah dalam penanganan sampah.
Awalnya, mayoritas TPS3R di Tangerang Selatan cukup bergeliat dalam mengelola sampah organik. Kebanyakan TPS3R mengelola sampah menjadi kompos.
Kendala keselarasan
Namun, kendala muncul ketika banyak kompos yang dihasilkan justru tidak menemukan pasar yang sesuai. Menurut Erwin, ini merupakan kegagalan menyelaraskan produk dan pasar. Apalagi, Tangerang Selatan bukan merupakan daerah dengan basis sektor pertanian dan perkebunan.
”Bahkan, ketika kami mau menjual, karena kompos kami tidak melewati uji laboratorium, calon konsumen juga ragu dengan produk yang dihasilkan,” ucap Erwin.
Bukan saja kompos, produk lain yang dihasilkan berupa kerajinan tangan, seperti pot bunga, juga urung bersaing dipasarkan. Hal ini membuat produk yang dihasilkan justru kembali berakhir ke TPA.
Erwin mengungkapkan, kejadian di Tangerang Selatan seharusnya menjadi perhatian pemerintah yang tidak hanya berhenti pada upaya edukasi dan pendampingan pembuatan produk. Memastikan keberlanjutan juga akan menjamin gerakan yang lebih besar lagi di masyarakat.
Baca juga : Penanganan Sampah Plastik di Hulu Dinilai Masih Kurang Menyeluruh
Kepala Seksi Kemitraan dan Pemberdayaan Masyarakat DLH Tangsel Odji Restanto mengakui, saat ini tidak semua TPS3R berjalan optimal. Dia menyebut kerja sama pada lintas organisasi perangkat daerah juga diperlukan untuk memastikan keselarasan atau link and match dari produk yang dihasilkan masyarakat.
Sementara itu, Kepala Bidang Peran Serta Masyarakat, Data, dan Informasi Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Rommel Pasaribu mengungkapkan, tantangan daerah adalah menjamin keberlanjutan berbagai usaha yang dilakukan masyarakat.
Di DKI Jakarta, lanjut Rommel, pemda akan melaksanakan kegiatan berupa pekan ekonomi sirkular sehingga bisa mempertemukan pegiat dalam ekonomi sirkular.
”Dalam forum seperti ini, masyarakat bisa melihat dan mengetahui pasar mereka. Dengan demikian, nantinya produk yang dibuat akan menyesuaikan,” ujar Rommel.