Literasi Siswa Rendah, Guru Didorong Memanfaatkan Buku Bermutu
Satu dari dua peserta didik di Tanah Air belum mencapai kompetensi minimum literasi. Pemanfaatan buku bacaan bermutu diharapkan meningkatkan literasi siswa.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Suasana pembelajaran di kelas III Sekolah Dasar Negeri 008 Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Rabu (12/4/2023). Sejak 2017, sekolah itu melakukan transformasi pembelajaran dengan menerapkan asesmen diagnostik, pembelajaran berdiferensiasi, dan pemanfaatan buku sesuai minat anak.
JAKARTA, KOMPAS — Rendahnya literasi siswa menjadi salah satu kendala dalam mengoptimalkan pembelajaran di sekolah. Guru didorong memanfaatkan buku bacaan bermutu untuk menumbuhkan minat baca dan mendongkrak literasi peserta didik.
Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Muhammad Hasbi mengatakan, berdasarkan Asesmen Nasional 2021, satu dari dua peserta didik di Tanah Air belum mencapai kompetensi minimum literasi. Pendidikan di Indonesia pun mengalami krisis pembelajaran sehingga membutuhkan berbagai terobosan untuk mengatasinya.
Salah satu terobosan itu dengan menyediakan buku bacaan bermutu. Kemendikbudristek telah mendistribusikan 15 juta eksemplar buku bacaan bermutu kepada 20.000 institusi pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar (SD).
”Buku bermutu berperan penting dalam peningkatan kompetensi literasi dan menumbuhkan minat baca siswa,” ujarnya dalam webinar ”Pelatihan Pemanfaatan Buku Bacaan Bermutu”, Selasa (11/7/2023).
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Para guru SD/MI di wilayah Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, antusias mengikuti TOT Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Membaca (Gernas Tastaba) di SDN Citra Indah, Jonggol, Minggu (28/8/2022).
Hasbi menuturkan, buku menawarkan konteks dan pengalaman baru melalui kejadian yang dialami tokoh dalam cerita. Buku juga memberikan ruang imajinasi untuk mengeksplorasi dunia baru melalui kekayaan ilustrasi dan kekuatan cerita fantasi.
”Kunci keberhasilan penggunaan buku bacaan adalah kemampuan kepala sekolah, guru, dan para pustakawan dalam mengelola dan memanfaatkannya. Guru juga diharapkan dapat melakukan kegiatan membaca secara nyaring, membaca bersama, dan memakai buku untuk ekstrakurikuler,” ujarnya.
Hasbi menambahkan, buku bacaan bermutu untuk literasi Indonesia merupakan salah satu episode kebijakan Merdeka Belajar. Program ini melengkapi berbagai program lainnya yang berfokus meningkatkan literasi siswa.
Fasilitator pelatihan dari Yayasan Literasi Anak Indonesia, Annisa Luthfi, mengatakan, di tengah derasnya arus informasi, kemampuan literasi siswa tidak sekadar bisa membaca. Namun, juga kemampuan berpikir kritis, termasuk dalam membedakan antara fakta dan kabar bohong atau hoaks.
Buku menawarkan konteks dan pengalaman baru melalui kejadian yang dialami tokoh dalam cerita. Buku juga memberikan ruang imajinasi untuk mengeksplorasi dunia baru melalui kekayaan ilustrasi dan kekuatan cerita fantasi.
”Ini hanya bisa didapatkan ketika guru punya landasan kuat dalam memberikan pengalaman membaca yang utuh untuk anak-anak,” katanya.
Dalam pelajaran membaca di sekolah, biasanya siswa pertama-pertama diajari morfologi huruf. Kemudian mengeja kata demi kata yang menyusun sebuah kalimat.
Akan tetapi, menurut Annisa, hal itu belum memenuhi keterampilan membaca. Sebab, siswa perlu memahami apa yang dibaca sehingga tidak sekadar tahu, tetapi juga mengerti.
Promosi membaca
Guru pun didorong menanamkan kecintaan dan kegemaran membaca pada siswa. Hal ini masih jarang dilakukan. Padahal, siswa harus menikmati saat membaca sehingga menjadi kebiasaan saat di sekolah dan di rumah.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Suasana kelas percontohan ”Membaca Lantang” di Festival Belajar Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Sabtu (17/6/2023).
”Membaca harus kita promosikan sebagai hal menyenangkan bagi anak. Kalau membaca membuat anak tidak bahagia, pasti anak-anak tidak mau melakukannya lagi,” ucapnya.
Annisa menuturkan, keterampilan serta kebiasaan membaca perlu dikembangkan bersamaan dan seimbang. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengalaman membaca yang utuh pada anak-anak.
”Anak-anak memiliki kebiasaan membaca ketika mereka mau membaca, sering membaca, dan menikmati membaca di sekolah ataupun di rumah. Artinya mereka mempunyai pandangan positif terhadap membaca sehingga ingin melakukannya lagi dan lagi,” ujarnya.
Para murid SD Negeri Watumbaka, Kecamatan Pandawai, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, membaca buku saat menunggu kedatangan guru mereka di rumah warga di Desa Watumbaka, Pandawai, Sumba Timur, Rabu (3/2/2021).
Guru berperan penting untuk menciptakan lingkungan membaca yang baik. Salah satunya menyediakan buku bermutu untuk semua tingkat kemampuan membaca. Selain itu, bekerja sama dengan orangtua untuk mendukung anak membaca di rumah.
David Strawbridge, perwakilan Room to Read, organisasi yang berfokus pada kerja sama dengan komunitas lokal dan pemerintah dalam meningkatkan literasi, mengatakan, membaca bukan hanya kegiatan yang menyenangkan. Namun, terdapat pula beragam manfaat, seperti memotivasi anak dan memperkaya kosakata.
”Pemahaman kosakata yang lebih banyak akan memberikan kemampuan membaca dan literasi lebih tinggi. Tetapi, yang paling penting, guru dapat menjadi teladan bagi anak-anak. Ketika anak melihat guru menikmati membaca, mereka bisa meneladani kesenangan itu,” ujarnya.