Pelanggaran izin peredaran produk kosmetik di Indonesia terus terjadi. Karena itu, pengawasan industri produk kecantikan tersebut mesti diperketat dari hulu ke hilir.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Obat dan Makanan mencatat pelanggaran izin kosmetik masih terus terjadi di Indonesia seiring dengan bertumbuhnya industri kosmetik di dalam negeri. Hal ini dikhawatirkan membahayakan kesehatan konsumen selaku pengguna. Karena itu, pemerintah memperketat pengawasan pada produk-produk yang ada di tingkat produksi sampai dengan tingkat distribusi dan pemasaran.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan, selama tahun 2020-2022, ada 76 perkara tindak pidana pelanggaran izin kosmetik. Hal ini menunjukkan perlu adanya pengawasan lebih ketat dalam peredaran kosmetik.
”Meski kosmetik dianggap sebagai produk dengan risiko rendah dibandingkan obat, tetap ada risiko kesehatan bagi konsumen. Perlu ada pengawasan dari hulu hingga ke hilir,” kata Penny dalam acara Forum Pertemuan Nasional Pelaku Usaha Kontrak Produksi Kosmetik di Jakarta, Senin (10/7/2023).
Penny mengungkapkan, sekitar 80 persen industri kosmetik di dalam negeri merupakan usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang belum memiliki fasilitas produksi. Hal ini membuat banyak industri kosmetik melakukan kontrak produksi di sarana produksi badan usaha pemilik notifikasi (BUPN) kosmetik.
Sebagai fasilitas produksi, BUPN yang mendapat izin dari BPOM yang sekaligus akan menerbitkan sertifikat cara pembuatan kosmetik yang baik (CPKB). Sertifikat CPKB merupakan syarat izin edar sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika.
”Pelaku usaha wajib menjamin kosmetik yang diproduksi atau diimpor untuk diedarkan di wilayah Indonesia memenuhi kriteria keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan, dan klaim yang sesuai ketentuan,” ucap Penny.
Berdasarkan data BPOM, saat ini ada 1770 BUPN di Indonesia atau 47 persen dari jumlah total industri kosmetik yang memiliki izin edar di dalam negeri. Pelaksana Tugas Deputi Bidang Penindakan BPOM Mohamad Kashuri menyebutkan masih ada temuan pelanggaran penerbitan CPKB oleh BUPN. Hingga 2022, BPOM menemukan 25 persen dari jumlah total BUPN melanggar ketentuan produksi.
”Pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan aspek peningkatan bisnis. (BUPN) mencari pelaku usaha lain di luar yang telah didaftarkan sehingga ada potensi kosmetik yang tidak memiliki izin edar. Selain itu, ada potensi (mengejar target) memproduksi sendiri dengan menambahkan kontaminan,” ujar Kashuri.
Pelaku usaha wajib menjamin kosmetik yang diproduksi atau diimpor untuk diedarkan di wilayah Indonesia memenuhi kriteria keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan, dan klaim yang sesuai ketentuan.
Untuk menjamin keamanan produksi, BPOM mencabut izin BUPN yang terbukti melakukan pelanggaran produksi. Kashuri menyebut, operasi pengawasan pada BUPN diperkuat melalui perjanjian kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk asosiasi pelaku industri.
Selain itu, BPOM akan melakukan berbagai pendampingan kepada BUPN. Badan POM membantu pengembangan riset dalam produksi BPUN untuk memastikan pertumbuhan industri kosmetik tetap terjaga.
Ketua Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika Indonesia (PPAK) Solihin Sofian mengakui masih ada BUPN yang merupakan bagian dari asosiasi kosmetik melanggar dalam kontrak produksi.
”Industri kosmetik berkembang pesat. Permintaan pun meningkat. Karena ingin melakukan produksi lebih besar menjadi pendorong BUPN melakukan pelanggaran dalam kontrak produksi,” ucap Solihin. Melalui penguatan kerja sama dengan BPOM, pelaku industri akan lebih berhati-hati menentukan fasilitas produksi yang akan digunakan.