Waspadai Produk Kosmetik dan Kecantikan Ilegal di Lokapasar
Produk kosmetik dan kecantikan semakin terjangkau di lokapasar. Namun, masyarakat perlu waspada karena produk-produk ilegal masih beredar secara daring.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain diperjualbelikan secara konvensional, berbagai produk kosmetik dan kecantikan ilegal turut merambah lokapasar. Masyarakat diminta lebih selektif dalam membeli produk kosmetik dan kecantikan, baik secara daring maupun secara langsung, agar terhindar dari produk ilegal yang berisiko.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap pabrik kosmetik ilegal di Pergudangan Elang Laut 1 dan 2, Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (16/3/2022). Pabrik yang diperkirakan beroperasi sejak September 2022 itu telah memproduksi berbagai macam produk dan mendistribusikannya secara luas dengan estimasi aset mencapai Rp 7,7 miliar.
Kepala BPOM Penny K Lukito menyampaikan, pabrik tersebut telah memproduksi berbagai produk kosmetik berbahan kimia obat tanpa izin edar dan tidak memenuhi standar. Berdasarkan catatan pengirimannya, produk-produk kecantikan tersebut dipesan baik secara perorangan oleh tenaga kesehatan maupun klinik-klinik kecantikan.
”Modus produksi obat seperti ini adalah modus lama dengan memanfaatkan fasilitas produksi di lokasi terpencil. Di sisi lain, terdapat modus baru dalam penjualan barang ilegal seperti ini, yakni secara daring. Maka dari itu, masyarakat disarankan untuk tidak membelinya secara daring,” ujarnya dalam konferensi pers bersama Badan Intelijen Strategis TNI dan Badan Reserse Kriminal Polri.
Sejumlah barang bukti, seperti alat produksi, bahan produksi, dan satu mobil, turut ditunjukkan dalam konferensi pers yang diadakan di lokasi pabrik ilegal tersebut. Terdapat juga beberapa bahan kimia berbahaya, antara lain hidrokuinon, asam retinoat, deksametason, mometason furoat, asam salisilat, fluocinolone, metronidazol, ketokonazol, betametason, dan asam traneksamat.
Kandungan zat aktif dalam bahan-bahan kimia tersebut dapat menyebabkan berbagai efek samping. Pertama, asam retinoat atau tretinoin dapat menyebabkan kulit iritasi, gatal, bengkak, merah, kering, mengelupas, bahkan bersifat teratogenik atau menyebabkan cacat lahir pada janin.
Lalu, resorsinol dapat menyebabkan iritasi kulit dan mengganggu sistem imun. Kemudian, klindamisin bisa menyebabkan iritasi kulit, salah satunya menimbulkan keluhan kulit mengelupas. Sementara fluocinolone bisa menyebabkan gatal, panas, kulit kering, perubahan warna pada kulit, dan pengerasan pada kulit.
Menurut Penny, produk-produk kosmetik ilegal yang beredar bebas secara daring adalah modus baru yang mengerikan. Sebab, produk-produk tersebut tidak dapat termonitor oleh BPOM sehingga sulit dipastikan izin edarnya.
Aparat-aparat penegak hukum dan BPOM perlu meningkatkan kompetensinya dalam hal pengawasan. Mungkin mereka sudah maksimal, tapi masih ada celah bagi para oknum karena kurangnya sumber daya manusia.
Oleh sebab itu, masyarakat diminta untuk lebih bijak memilih produk-produk kosmetik dengan membelinya di toko resmi atau official store. Selain itu, perlu juga mengecek kemasan, label, izin edar, dan tanggal kedaluwarsa produk sebelum membeli atau menggunakannya.
”Sumber daya manusia kami terbatas sehingga kami membutuhkan peran masyarakat untuk melaporkan jika menemukan produk-produk ilegal atau aktivitas produksi yang mencurigakan,” lanjut Penny.
Secara terpisah, Ketua Badan Konsumen Nasional Rizal E Halim menjelaskan, kosmetik ilegal telah lama beredar di masyarakat, baik di gerai-gerai secara fisik maupun secara daring di lokapasar. Maka dari itu, BPOM dan aparat penegakan hukum diharapkan mulai melakukan sweeping secara daring.
”Aparat-aparat penegak hukum dan BPOM perlu meningkatkan kompetensinya dalam hal pengawasan. Mungkin mereka sudah maksimal, tapi masih ada celah bagi para oknum karena kurangnya sumber daya manusia,” kata Rizal saat dihubungi dari Jakarta.
Berdasarkan laporan yang diterima Badan Perlindungan Konsumen nasional (BPKN), jumlah konsumen yang terdampak akibat penggunaan kosmetik ilegal cenderung stagnan atau tidak ada lonjakan laporan. Laporan tersebut mayoritas berasal dari para konsumen yang membeli produk secara daring.
Lebih baik mahal
Salah satu indikasi untuk melihat produk kosmetik dan kecantikan itu ilegal atau tidak adalah harga. Maraknya penjualan produk ilegal tersebut membuat sebagain orang merasa waswas dan rela merogoh kocek lebih agar mendapat produk resmi.
Yunita (23), mahasiswi, kerap memanfaatkan lokapasar untuk membeli berbagai produk kecantikan serta kosmetik. Demi mendapatkan produk yang tepercaya, Yunita membeli produk-produk tersebut di toko-toko resmi.
”Ada banyak toko yang menjual, tapi kadang tidak jelas karena harganya sangat murah. Bisa sampai separuh harga lebih dari yang dijual di toko resmi,” ucapnya.
Selain membeli secara daring, Yunita juga kerap mendatangi klinik-klinik kecantikan untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan kebutuhannya. Walakin, selama ini ia tidak tahu asal muasal produk tersebut meski telah memiliki label resmi.
”Sebenarnya waswas dan lebih mikir-mikir lagi karena tidak tahu itu barangnya dari mana. Takut juga jadinya. Mungkin ke depan akan tanyakan langsung soal produknya itu dari mana,” lanjutnya.
Yunita menghabiskan Rp 600.000 hingga Rp 1 juta dalam enam bulan untuk membeli kosmetik berbagai varian. Ia juga menghabiskan Rp 300.000 sampai Rp 500.000 setiap dua bulan sekali untuk membeli berbagai produk kecantikan.
Dita (32), seorang karyawati swasta, juga tidak ragu mengeluarkan kocek lebih untuk produk kecantikan dan kosmetik. Ia pernah mengalami iritasi kulit akibat menggunakan salah satu produk kecantikan.
”Ada macam-macam produk kecantikan murah di pasaran. Rata-rata bisa dijual Rp 25.000 sampai Rp 50.000. Padahal, kalau di toko resminya bisa sampai Rp 100.000. Jangan sampai hanya karena murah kita beli,” kata Dita.