Memanfaatkan Buah ”Reject” agar Berdaya Jual Tinggi
Melalui pemanfaatan teknologi yang tepat, buah hasil gagal panen atau ”reject” bisa diolah menjadi produk dengan nilai jual tinggi. Angka kehilangan pada hasil komoditas buah-buahan pun bisa ditekan.
Indonesia kaya akan buah-buahan tropis. Selain jumlah, keanekaragaman jenis dan cita rasa juga menjadi keunggulan komoditas buah-buahan dari Indonesia. Merujuk data Badan Pusat Statistik, produksi buah-buahan Nusantara terus meningkat.
Pada 2021, produksi buah-buahan mencapai 25,96 juta ton atau meningkat 5,4 persen dibandingkan dengan produksi pada 2020. Komoditas dengan jumlah produksi terbesar yaitu pisang (8,74 juta ton), nanas (2,89 juta ton), mangga (2,84 juta ton), jeruk siam (2,4 juta ton), serta durian (1,35 juta ton).
Akan tetapi, buah-buahan yang diproduksi tersebut kurang dimanfaatkan secara optimal. Angka kehilangan hasil komoditas buah-buahan tersebut bahkan bisa mencapai 40 persen. Produk afkir atau produk yang tidak layak jual (reject) paling banyak ditemukan ketika curah hujan sedang tinggi yang akhirnya menyebabkan gagal panen.
Selain itu, banyak buah yang juga tidak dimanfaatkan saat panen raya. Harga jual yang rendah membuat petani akhirnya memutuskan untuk tidak memanen buah karena harga produksi hingga distribusi lebih besar daripada harga jual. Tidak sedikit buah yang membusuk dan terbuang.
Periset dari Pusat Riset Agroindustri Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wiwik Handayani menuturkan, tingkat kehilangan hasil komoditas buah-buahan di Indonesia seharusnya bisa ditekan melalui pemanfaatan teknologi. Buah-buahan yang dinilai tidak layak jual bisa diolah menjadi produk lain yang bisa bernilai jual tinggi.
Baca juga: Pelapis Buah Segar dari Produk Turunan Minyak Sawit
”Memanfaatkan buah reject menjadi produk olahan yang bernilai tinggi dapat menambah pilihan produk sehat bagi masyarakat. Selain itu, yang lebih penting juga dapat menyelamatkan hasil panen raya yang sering kali menyebabkan harga buah menjadi sangat rendah,” ujarnya dalam kegiatan seminar daring Obrolan Masalah Inovasi bertajuk ”Olahan Produk Buah Reject Menjadi Bernilai Tinggi” di Jakarta, Selasa (27/6/2023).
Ia menambahkan, produk olahan buah bisa membantu menjaga ketersediaan beragam jenis buah sepanjang musim. Masyarakat bisa mengonsumsi jenis buah tertentu meskipun tidak sedang musimnya. Bagi petani, produk buah olahan juga dapat meningkatkan harga jual ataupun nilai tambah dari buah yang dihasilkan. Apalagi, jika produk buah olahan dihasilkan dalam berbagai macam jenis.
Produk olahan
Wiwik menuturkan, buah-buahan yang sudah masuk pada kategori tidak layak jual atau reject bisa diolah menjadi produk olahan buah, seperti buah kering (dehydrated fruit), buah lembaran (fruit leather), bubur buah (puree), dan bubuk buah (powder fruit). Produk olahan tersebut tidak terlalu rumit, tetapi bisa meningkatkan nilai jual buah dan memanfaatkan buah yang sebelumnya akan dibuang.
Dalam membuat produk olahan buah, proses pengolahan yang dilakukan bisa disesuaikan dengan bahan baku yang digunakan. Untuk bahan baku buah dengan kondisi yang kurang matang, bisa diolah menjadi buah kering, buah beku, keripik, minyak buah, dan buah fermentasi. Pilihan produk olahan tersebut biasanya membutuhkan bentuk buah yang masih utuh. Sementara bahan baku buah yang terlalu matang yang teksturnya sudah berubah sebaiknya diolah menjadi produk buah lembaran, bubuk buah, sirop, selai, dan dodol.
Produk buah olahan memiliki berbagai keunggulan, di antaranya lebih sehat karena produk yang dihasilkan biasanya tanpa bahan pengawet dan pemanis buatan. Selain itu, prosesnya pun tidak menggunakan minyak.
Tidak hanya itu, produk buah olahan ini juga bisa dihasilkan dalam skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan begitu, produk ini bisa meningkatkan produk lokal di Indonesia serta memberdayakan UMKM dalam negeri. Harganya juga menjadi lebih terjangkau dibandingkan dengan produk olahan yang ada di pasaran saat ini yang mayoritas merupakan produk impor.
Baca juga: Alat Pendeteksi Kemanisan Buah Portabel
”Produk olahan buah pun dapat diolah 100 persen dengan menggunakan bahan baku lokal yang mudah ditemukan di pasaran. Produk olahan buah ini bisa membuat buah yang sebenarnya hampir tidak bernilai menjadi produk yang bernilai tinggi,” ujar Wiwik.
Pada produk bubuk buah mangga, misalnya, jika dibandingkan dengan buah mangga segar yang dijual dengan harga sekitar 50.000 per kilogram, produk bubuk mangga bisa dijual dengan harga Rp 900.000 sampai Rp 1,2 juta per kilogram. Begitu pula dengan produk bubuk nanas. Jika dijual dalam bentuk buah segar, nanas biasanya dijual dengan harga Rp 15.000 per kilogram. Sementara jika diolah menjadi produk bubuk nanas, harga jualnya bisa mencapai Rp 3,1 juta per kilogram.
Proses produksi
Wiwik menyampaikan, proses produksi untuk produk buah olahan tidak terlalu rumit. Bahkan, beberapa produk bisa diolah pada skala rumahan. Misalnya, produk olahan buah kering (dehydrated fruit) yang cukup mudah untuk diolah. Caranya dengan mengupas buah, mencuci dan mengiris buah dalam bentuk yang diinginkan. Setelah itu, buah yang sudah diiris dikeringkan dalam mesin pengering selama beberapa waktu. Produk buah kering pun bisa dihasilkan untuk akhirnya dikemas dan dijual ke pasaran.
Serupa dengan itu, proses produksi lembaran buah (fruit leather) tidak terlalu sulit. Berbeda dengan proses buah kering, setelah buah dikupas, dicuci, dan diiris, potongan buah perlu dihaluskan dengan blender hingga bertekstur seperti bubur (puree). Barulah buah yang sudah bertekstur seperti bubur tadi dikeringkan dalam beberapa waktu, kemudian bisa dicetak dalam bentuk lembaran dan dikemas untuk dipasarkan.
Memanfaatkan buah reject menjadi produk olahan yang bernilai tinggi dapat menambah pilihan produk sehat bagi masyarakat.
Proses lain yang juga bisa dilakukan ialah dengan mengolah produk bubuk buah. Setelah buah dikupas, buah dicuci bersih dan diiris. Setelah itu irisan buah dihaluskan dengan blender. Buah yang dihaluskan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam mesin pengering drum (drum dryer) yang selanjutnya bisa dihaluskan hingga menjadi bentuk bubuk.
”Sebenarnya, dalam proses pengeringan bisa juga menggunakan mesin spray dryer. Namun, saya lebih menyarankan menggunakan drum dryer karena lebih cepat dalam pemrosesan sehingga produk yang dihasilkan bisa lebih banyak.” ujar Wiwik.
Baca juga: UMKM Mampu Hasilkan Produk Berkualitas yang Berbasis Teknologi
Direktur Pemanfaatan Riset dan Inovasi Kementerian/Lembaga, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah BRIN Dadan Nugraha berharap hasil riset dan inovasi para periset bisa lebih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, termasuk oleh pelaku UMKM. Inovasi yang dihasilkan terus didorong untuk bisa diaplikasikan secara luas. Terkait dengan hasil inovasi produk buah olahan, pelaku UMKM yang berminat diharapkan bisa memanfaatkan inovasi tersebut dengan optimal.
”BRIN juga memiliki skema pendampingan untuk UMKM. Jadi, jika ada UMKM yang menghadapi masalah dalam peningkatan kualitas produk ataupun membutuhkan intervensi teknologi pada produk yang dihasilkan, BRIN bisa membantu mendampingi,” katanya.