Pelapis Buah Segar dari Produk Turunan Minyak Sawit
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional mengembangkan teknologi penyimpanan buah tropis dengan aplikasi pelapisan dari produk turunan sawit. Teknologi ini berguna untuk memperpanjang masa simpan buah segar.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·5 menit baca
Indonesia merupakan salah satu penghasil buah segar dan berkualitas di dunia. Beberapa jenis buah seperti mangga bahkan memiliki produksi yang tinggi. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mencatat, Indonesia masuk dalam 10 negara dengan produksi mangga terbesar di dunia.
Meski demikian, besarnya produksi mangga di Indonesia belum diiringi dengan tingginya ekspor ke negara lain. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor mangga Indonesia hanya 473 ton pada 2016. Jumlah itu sangat jauh dibandingkan Kosta Rika sebagai negara terbesar yang telah mengekspor lebih dari 2 juta ton mangga pada 2016.
Asosiasi Eksportir-Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo) menyebut, salah satu hambatan ekspor buah dari dalam negeri adalah tidak terstandarnya kualitas buah yang dihasilkan oleh para petani. Kualitas dan kesegaran buah dari Indonesia juga cepat menurun karena tidak didukung dengan teknologi buatan.
Guna mengatasi kendala tersebut, peneliti Pusat Riset Agroindustri Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan teknologi coatingatau pelapisan untuk memperpanjang umur simpan buah-buahan. Teknologi berbentuk larutan yang dikembangkan dari produk turunan kelapa sawit ini dapat memperpanjang umur simpan buah.
Produk hortikultura memiliki sifat yang mudah rusak sehingga penambahan umur simpan selama beberapa hari akan sangat bermanfaat.
Kepala Pusat Riset Argo Industri BRIN Mulyana Hadipernata menjelaskan, secara umum, teknologi pelapisan bertujuan untuk menahan laju respirasi dari buah. Proses respirasi ini akan memengaruhi umur simpan dan kualitas buah. Dengan mencegah laju respirasi, kesegaran buah akan dapat dipertahankan dan penyusutan bobot juga dapat dicegah.
Menurut Mulyana, pada prinsipnya pelapis buah segar ini juga bisa dihasilkan dari produk turunan minyak kelapa biasa. Akan tetapi, dengan pertimbangan ekonomi, minyak kelapa jauh lebih bermanfaat untuk diolah menjadi produk selain pelapis buah.
”Minyak kelapa biasa sebenarnya bisa difungsikan untuk produk lain dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Jadi, pertimbangan menggunakan minyak kelapa sawit adalah untuk mencari bahan baku dalam jumlah melimpah dan tersedia kapan pun,” ujarnya dalam diskusi daring tentang penguatan ekosistem inovasi hortikultura, Kamis (16/6/2022).
BRIN telah menganalisis karakteristik produk pelapis berbasis turunan minyak sawit ini dari berbagai aspek, seperti fisik, kimia, biologi, hingga keamanan. Dari aspek fisik, larutan berbentuk emulsi ini berwarna putih dan massa jenis atau densitas 0,898 gram per mililiter.
Pelapis memiliki kekentalan atau viskositas yang beragam tergantung suhunya. Nilai viskositas akan semakin kecil atau larutan semakin cair pada suhu yang tinggi. Pada suhu 27 derajat celsius, nilai viskositas 16,8 sentipoise (cP). Kemudian pada suhu 40 derajat celsius, nilainya 11,2 cP dan pada suhu 80 derajat celsius menjadi 7,6 cP.
Larutan dengan nilai derajat keasaman (pH) 6 ini terdeteksi antijamur dan bisa sebagai pengemulsi. Sementara dari aspek keamanan, produk ini termasuk kategori edible coating atau bisa dimakan dan tidak membahayakan kesehatan manusia.
”Hasil pengujian menunjukkan cemaran logam seperti timbal, seng, dan kadmium produk ini jauh di bawah standar yang ditetapkan atau sangat memenuhi persyaratan,” katanya.
Keunggulan
Larutan pelapis berbasis sawit ini memiliki keunggulan, yakni 100 persen berasal dari bahan baku atau sumber daya lokal. Artinya, pembuatan pelapis ini tidak akan tergantung bahan atau produk luar sehingga akan selalu menjamin ketersediaan barang.
Proses pembuatan dan pengaplikasian pelapis ini juga tergolong mudah dengan cara pencelupan langsung atau penyemprotan. Setelah dilapisi, buah tersebut kemudian harus dikeringkan selama lima menit sehingga larutan bisa lebih optimal dalam melindungi buah.
Selain itu, keunggulan lain dari pelapis ini adalah memiliki harga yang terjangkau. Hasil penghitungan menunjukkan, biaya yang dikeluarkan hanya Rp 300 per kilogram buah dengan harga jual Rp 60.000 per liter. Biaya ini dinilai jauh lebih murah dibandingkan pelapis yang biasa digunakan di luar negeri dari lilin lebah seharga Rp 200.000 per liter.
Menurut Mulyana, hasil uji statis penyimpanan dingin (12-24 derajat celsius) selama satu bulan pada buah mangga yang dilapisi produk dari turunan sawit ini menunjukkan kualitas yang lebih baik dibandingkan buah tanpa pelapisan. Dengan kata lain, proses pelapisan terbukti dapat menjaga kualitas buah selama satu bulan, sedangkan buah tanpa coating hanya memiliki kualitas yang baik selama satu minggu.
Hasil yang sama juga ditunjukkan saat larutan ini digunakan untuk melapisi buah lain, seperti salak, apel, jambu, pisang, manggis, dan beberapa jenis sayuran. Mayoritas buah yang dilapisi memiliki umur simpan selama dua hingga empat kali lipat dari produk buah biasa.
”Laju kesegaran buah ini tentu saja memiliki efek yang sangat baik bagi para pelaku usaha buah. Dengan cara ini, mereka bisa memasarkan produknya tidak hanya di Indonesia, tetapi juga daerah lain di seluruh dunia seperti Timur Tengah atau Eropa,” ucapnya.
Mulyana menekankan bahwa untuk memperoleh hasil yang lebih optimal, buah produksi petani tidak bisa hanya mengaplikasikan teknologi pelapisan. Perlu juga menerapkan prosedur standar operasional produksi buah yang baik mulai dari budidaya, pemetikan, pengumpulan, sortasi, hingga tahapan pascapanen.
“Produk hortikultura memiliki sifat yang mudah rusak sehingga penambahan umur simpan selama beberapa hari akan sangat bermanfaat. Di lihat dari aspek ekonomi, penambahan umur simpan ini akan meningkatkan keuntungan yang lebih tinggi,” ujarnya.
BRIN telah menginisiasi untuk memproduksi larutan pelapis ini dalam skala terbatas melalui kerja sama dengan beberapa mitra seperti organisasi pedagang buah. Namun, BRIN juga masih membuka peluang bagi mitra industri dan organisasi lainnya yang ingin turut menjalin kerja sama untuk komersialisasi secara massal.
Mulyana mengakui bahwa kolaborasi penelitian untuk mengembangkan penerapan teknologi guna memperpanjang umur simpan buah masih perlu terus dilakukan. Saat ini BRIN juga tengah berkolaborasi dengan Osaka University terkait karakterisasi buah, khususnya mangga Indonesia dari aspek profil metabolik ataupun sensori.
Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN Puji Lestari menyatakan, buah-buahan umumnya memiliki umur simpan yang relatif pendek yang disebabkan faktor distribusi. Selain menerapkan teknologi, strategi lainnya yang bisa diterapkan untuk mengatasi kendala ini adalah dengan menyederhanakan rantai pasok dan menggunakan arsitektur berbasis internet (IoT) untuk proses pemantauannya.
”Dengan dukungan IoT, kita bisa memonitor sistem transportasinya dan menilai setiap produk saat panen. Ini bisa dilakukan dengan sistem aplikasi Android atau dengan memaksimalkan penyimpanan data komputasi awan,” tuturnya.