Pengelolaan sampah plastik dengan pendekatan ekonomi sirkular bisa menjadi kampanye dan edukasi untuk mendorong kontribusi masyarakat urban.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Praktik baik kampanye penanganan sampah plastik terus digalakkan berbagai pihak di luar pemerintah. Hal ini menjadi ikhtiar dalam mengurangi sampah plastik masuk ke tempat pembuangan akhir dan mencemari lingkungan.
Kolaborasi antara lembaga konservasi independen Yayasan WWF Indonesia dan perusahaan rintisan Rekosistem ini menghadirkan program praktik baik pengelolaan sampah anorganik. Praktik baik tersebut diwujudkan dalam program WWF Plastic Smart Cities dengan pengadaan waste station atau stasiun daur ulang sampah plastik di sejumlah pusat kegiatan publik.
Director of Climate and Market Transformation Yayasan WWF Indonesia Irfan Bakhtiar mengungkapkan, program ini contoh sekaligus kampanye untuk semakin meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memilah, mengemas, hingga menyetor sampah plastik. Program ini dikelola secara ekonomi sirkular sehingga bisa menjamin keberlanjutan program tersebut.
”Ini sebagai showcase yang baik buat masyarakat urban. Masyarakat mendapatkan reward (hadiah) dari sampah yang dikumpulkan, penampung juga memanfaatkan dalam bentuk ekonomi sirkular,” kata Irfan saat peresmian waste station di RDTX Place, Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 2022, total timbulan sampah di Indonesia sebanyak 69,2 juta ton. Dari angka tersebut, 18,12 persen di antaranya merupakan sampah plastik. Berdasarkan sumbernya, penyumbang sampah terbesar masih didominasi rumah tangga dan perniagaan.
Chief Executive Officer dan Co-founder Rekosistem Ernest Layman mengungkapkan, sebelum berkolaborasi dengan WWF, pihaknya telah menjalankan program waste station di sejumlah daerah sejak 2021. Rekosistem menjalin kolaborasi dengan sejumlah pihak untuk menjangkau dan mengedukasi masyarakat urban dalam mengelola sampahnya.
Selain itu, lanjut Ernest, Rekosistem juga menyediakan aplikasi yang menunjukkan data aktual sampah yang telah terkelola, baik segi volume hingga kontribusi pengurangan emisi karbon.
”Waste station ini tidak hanya untuk mengumpulkan sampah sehingga dapat diproses, tetapi juga untuk menciptakan kebiasaan memilah dan menyetorkan sampah anorganik,” ujar Ernest.
Dengan skema ekonomi sirkular, masyarakat yang menjadi penyetor sampah akan mendapat hadiah berupa saldo uang elektronik dari setiap kilogram sampah yang dikumpulkan. Dengan demikian, Ernest berharap masyarakat termotivasi melakukan praktik baik tersebut.
Dalam target jangka panjang, kami ingin ada kontribusi hingga 30 persen pengurangan sampah anorganik di setiap kota.
Sejak 2021 hingga saat ini, Rekosistem telah memiliki 28 waste station yang aktif beroperasi di beberapa provinsi di Pulau Jawa seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Ernest menargetkan, dalam lima tahun, waste station bisa berkontribusi pada penanganan sampah plastik hingga 10 persen.
”Bahkan, kami berharap praktik baik bisa meluas ke lebih banyak daerah. Dalam target jangka panjang, kami ingin ada kontribusi hingga 30 persen pengurangan sampah anorganik di setiap kota,” ucapnya.
Di Jakarta, waste station menyasar sejumlah unit perumahan dan gedung perkantoran serta fasilitas publik. Kepala Bidang Peran Serta Masyarakat, Data, dan Informasi Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Rommel Pasaribu mengatakan, penanganan sampah plastik perlu dilakukan banyak pihak.
Keterlibatan ini bisa membantu pemerintah mencapai target Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jakstranas), yakni penanganan sampah sebesar 70 persen pada 2025.