Perlu Kerja Sama Global untuk Lindungi Keanekaragaman Hayati
Perubahan iklim dan krisis keanekaragaman hayati ibarat dua sisi mata uang. Oleh sebab itu, penting bagi komunitas internasional untuk melindungi planet secara bersama-sama.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kerja sama global perlu lebih diperkuat untuk melindungi keanekaragaman hayati serta upaya pencapaian target konservasi 30 persen area darat dan laut dunia pada tahun 2030. Saat ini, Uni Eropa tengah mempererat kerja sama dengan Indonesia di bidang lingkungan, seperti keanekaragaman hayati di darat dan lautan hingga ekonomi sirkular.
Direktur Jenderal Departemen Lingkungan Komisi Eropa Florika Fink-Hooijer mengatakan, perlindungan iklim dan keanekaragaman hayati merupakan dua isu yang berkaitan erat dan saling memengaruhi. ”Perubahan iklim dan krisis keanekaragaman hayati ibarat dua sisi mata uang. Oleh sebab itu, penting bagi komunitas internasional untuk melindungi planet secara bersama-sama,” kata Florika dalam diskusi meja bundar mengenai keanekaragaman hayati, di Jakarta, Senin (26/6/2023).
Menurut Florika, salah satu upaya untuk memitigasi krisis keanekaragaman hayati yang harus diseriusi adalah target konservasi 30 persen area darat dan laut dunia pada 2030. Uni Eropa telah memiliki strategi keanekaragaman hayati dan peraturan-peraturan turunan yang bertujuan untuk melindungi sepertiga wilayah daratan dan lautan serta merestorasi wilayah yang sudah terdegradasi. Namun, merestorasi wilayah yang sudah terdegradasi masih menjadi tantangan saat ini.
Sebelumnya, pada 7-19 Desember 2022, di Montreal, Kanada, diadakan pertemuan dunia yang membahas konservasi keanekaragaman hayati. Pertemuan tersebut menghasilkan Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KMGBF) atau GBF Post 2020 yang bertujuan melindungi 30 persen wilayah daratan, lautan, pesisir, dan perairan pada 2030 di tingkat global. Termasuk area penting bagi keanekaragaman hayati serta fungsi jasa lingkungan yang juga harus dilindungi.
Menurut Florika, kerja sama global sangat penting dalam melindungi keanekaragaman hayati dan mencapai target tersebut. Beberapa contoh kerja sama Uni Eropa dengan Indonesia di antaranya adalah program Forest Law Enforcement, Governance, and Trade (FLEGT).
Selain itu, perekonomian dan capaian produk domestik bruto dunia juga bergantung pada keanekaragaman hayati dan kesehatan planet. Untuk itu, dunia usaha di Eropa juga berupaya menerapkan prinsip-prinsip produksi yang bertanggung jawab.
Florika mengatakan, di Eropa telah dicanangkan ”Biodiversity Strategy 2030” serta peraturan-peraturan turunannya yang bertujuan untuk melindungi sepertiga wilayah daratan dan lautan serta merestorasi wilayah yang sudah terdegradasi. Meskipun strategi tersebut tidak mudah dijalankan, menurut dia, yang terpenting saat ini adalah mengubah pola pikir masyarakat Eropa mengenai pentingnya melindungi lingkungan.
”Penting untuk kalangan bisnis menyadari bahwa mereka bergantung pada lingkungan. Sebagai konsumen, kita juga perlu mengubah pola pikir kita untuk beralih ke konsumsi yang berkelanjutan,” tutur Florika.
Menurut Florika, Eropa hampir memenuhi target perlindungan 30 persen wilayah daratannya. Akan tetapi, masih harus bekerja keras untuk mencapai target perlindungan di wilayah laut.
Saat ini Eropa telah menginisiasi target-target perlindungan iklim dengan mengurangi 30 persen risiko penggunaan pestisida dan memproduksi 25 persen hasil pertanian secara organik. ”Restorasi adalah sesuatu yang sulit bagi kami. Sebab, kami sudah kehilangan banyak alam. Oleh sebab itu, kami akan fokus pada pelestarian dan pencegahan krisis lingkungan,” ujar Florika.
Sebagai negara megabiodiversity atau kaya akan keanekaragaman hayati, menurut Florika, Indonesia juga memiliki berbagai pengetahuan yang bisa dibagikan kepada dunia. Hal ini sekaligus menjadi potensi kolaborasi bagi banyak pihak.
Bisa capai target
Ahli konservasi keanekaragaman hayati Jatna Supriatna meyakini bahwa Indonesia bisa mencapai target perlindungan keanekaragaman hayati sebesar 30 persen wilayah daratan dan lautan pada 2030. Namun, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Peran masyarakat sipil dan dunia usaha juga sangat penting dalam melindungi keanekaragaman hayati.
”Momentum setelah pertemuan Kunming-Montreal merupakan peluang Indonesia untuk menjadi salah satu pemimpin dalam upaya perlindungan keanekaragaman hayati. Untuk mencapai itu, para pemangku kepentingan harus menjadikan pengetahuan sebagai dasar pembuatan kebijakan dan pengembangan inovasi,” kata Jatna.
Indonesia bisa mencapai target perlindungan keanekaragaman hayati sebesar 30 persen wilayah daratan dan lautan pada 2030. Namun, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Peran masyarakat sipil dan dunia usaha juga sangat penting dalam melindungi keanekaragaman hayati.
Jatna melanjutkan, kunci dari keberhasilan pencapaian komitmen adalah keterlibatan masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati. Masyarakat yang tinggal di kawasan hutan lindung juga perlu dilibatkan, juga perlindungan keanekaragaman hayati tidak boleh melupakan hak-hak masyarakat setempat dan masyarakat adat.
”Semua pihak perlu saling berkolaborasi untuk mengoptimalkan potensi keanekaragaman hayati sebagai penggerak perekonomian, kesejahteraan masyarakat, juga sebagai modal untuk memperkuat konservasi,” tutur Jatna.
Manajer Program Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia Candhika Yusuf mengatakan, konservasi laut adalah isu yang sangat dinamis. Indonesia harus terus belajar karena selalu ada pengetahuan baru. Kerja sama global dan bilateral juga turut membantu meningkatkan pengetahuan praktisi nasional.
Sementara itu, menurut Ketua Delegasi Keanekaragaman Hayati Pemuda Indonesia Andi Rosita Dewi, generasi Z adalah generasi pertama yang terdampak langsung perubahan iklim, sekaligus generasi terakhir yang bisa beraksi. Oleh sebab itu, pemahaman tentang perubahan iklim harus disampaikan secara efektif melalui langkah yang bisa diterima oleh generasi muda.
”Sering kali kaum muda hanya dilibatkan sebagai ’token’ dalam pembuatan kebijakan. Hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan partisipasi kaum muda adalah melalui peningkatan kapasitas dan dukungan-dukungan lainnya,” kata Andi.