Kader Posyandu Belum Mendapat Pelatihan Optimal Cegah Tengkes
Perlu pelatihan yang optimal untuk meningkatkan kompetensi kader posyandu dalam upaya penanganan dan pencegahan tengkes pada anak balita.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai pelayan kesehatan, kader posyandu dinilai masih belum dibekali pelatihan yang memadai untuk menangani isu tengkes di Indonesia. Padahal, kader posyandu yang terlatih dapat membantu pencegahan tengkes, khususnya membantu masyarakat yang kurang terlayani dan tinggal jauh dari fasilitas kesehatan.
Berdasarkan data Litbang Kementerian Kesehatan 2019, terdapat lebih dari 1,5 juta kader posyandu di Indonesia yang 90 persen di antaranya tidak terlatih. Hal ini sangat signifikan mengingat lebih dari 66 persen penduduk Indonesia bergantung pada posyandu untuk intervensi 1.000 hari pertama kelahiran (HPK).
Menurut ahli kesehatan masyarakat, Samuel Josafat Olam, kader posyandu sebagai perwakilan masyarakat berperan besar untuk menurunkan angka tengkes atau stunting pada anak berusia di bawah lima tahun atau balita. Tengkes merupakan gagal tumbuh kembang akibat kurang gizi kronis. Oleh karena itu, perlu pelatihan yang optimal untuk meningkatkan kompetensi kader posyandu dalam upaya penanganan dan pencegahan tengkes pada anak balita.
”Kader berperan penting dalam mengatasi stunting. Banyak warga lebih percaya kepada kader daripada dokter karena mereka sudah mengenal mereka. Dokter memang mengerti ilmunya, tetapi tidak tahu dengan kondisi lingkungan masyarakat,” ujar Samuel dalam kelas jurnalis bertema ”Stunting di Indonesia: Upaya Lebih Jauh dari Sekadar Bantuan Pangan”, Kamis (22/6/2023), di Jakarta.
Menurut Samuel, penguatan kader posyandu merupakan langkah strategis karena jaringan posyandu tersebar luas di Indonesia. Kader posyandu yang terlatih dapat membantu efektivitas promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Saat ini, ada Peraturan Kementerian Kesehatan yang mengatur tentang kader, standar kompetensi, dan modul pelatihan bagi kader, tetapi perlu kebijakan lain untuk mengatur bentuk dukungan bagi kader dan mekanisme supervisi kader yang jelas.
Untuk mencegah dan menurunkan angka tengkes secara berkelanjutan, perlu ada kader posyandu yang profesional melalui pelatihan dan sertifikasi, pemberian honorarium yang layak, serta alokasi anggaran dana desa untuk penyediaan sarana dan prasarana yang memadai. Selain itu, perlu penetapan masa bakti yang jelas kepada kader posyandu dan adanya supervisi yang dilakukan oleh pimpinan desa dan tenaga kesehatan desa melalui puskesmas.
”Keterlibatan dan kolaborasi multipihak, seperti pemerintah, lembaga nirlaba, dan media, dalam pembentukan kebijakan pelatihan dan sertifikasi menjadi bagian dari upaya meningkatkan profesionalitas kader posyandu,” kata Samuel.
Perlu pelatihan yang optimal untuk meningkatkan kompetensi kader posyandu dalam upaya penanganan dan pencegahan tengkes pada anak balita.
Kepala Petugas Operasi Organisasi 1.000 Days Fund Rindang Asmara menambahkan, periode penting dalam pencegahan tengkes mulai dari masa kehamilan. Dalam hal ini, peran kader posyandu yang terampil menjadi kunci utama dalam melakukan intervensi pada masa kehamilan.
Melalui strategi pelatihan kader posyandu, Rindang melihat korelasi yang positif antara peningkatan kapasitas kader dan penurunan angka tengkes. Dalam satu posyandu, idealnya minimal memiliki lima kader. Setiap kader bisa menangani 8-10 anak balita penderita tengkes setiap harinya.
”Penurunan angka tengkes tidak cukup melalui pemberian bantuan pangan semata. Melihat perubahan positif atas keterlibatan kader posyandu, pemberian insentif yang layak bagi para kader menjadi hal yang patut dipertimbangkan juga oleh pemangku kepentingan,” tutur Rindang.
Tidak hanya profesionalisasi kader posyandu, pengalokasian dana desa juga harus tepat sasaran. Pengadaan infrastruktur yang mendukung dalam menciptakan lingkungan hidup bersih dan sehat, seperti sanitasi dan sumber air bersih, juga menjadi faktor penting dalam mencegah tengkes.
Percepatan penurunan stunting pada anak balita menjadi salah satu program prioritas pemerintah saat ini. Dalam rangka peningkatan kompetensi kader bagi posyandu di Indonesia, Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan rutin menyelenggarakan sosialisasi serta webinar mengenai kompetensi kader. Selain itu, model pelatihan dan kurikulum juga telah diberikan.
Direktur Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Widyawati mengutarakan, posyandu merupakan salah satu implementasi integrasi layanan primer. Posyandu menjadi wadah pemberdayaan masyarakat yang memberikan pelayanan kesehatan dasar.
Untuk mencapai penurunan tengkes, saat ini Kementerian Kesehatan juga berfokus pada revitalisasi posyandu. Salah satunya dengan membina para kader dan upaya pemenuhan fasilitas dan alat kesehatan penunjang. Kegiatan sosialisasi kompetensi kader puskesmas diharap mampu mempercepat penurunan tengkes di Indonesia. Sebelumnya, Kemenkes menargetkan penurunan angka tengkes 14 persen pada 2024.
Kurangnya literasi
Sejauh ini, kurangnya literasi orangtua terhadap makanan yang bergizi bagi anak menjadi hal utama penyebab tengkes pada anak. Menurut Rindang, masih banyak masyarakat yang belum memahami bahwa pertumbuhan kesehatan anak salah satu faktornya adalah asupan gizi.
”Kesehatan tumbuh kembang anak tidak dapat dipisahkan dari tingkat pengetahuan orangtua. Ibu perlu memahami takaran gizi yang terkandung dalam makanan anaknya. Masih banyak juga orangtua yang mampu secara ekonomi, tetapi tidak paham terkait gizi anak,” tutur Rindang.
Ibu dengan pengetahuan gizi yang memadai dapat memberikan anak jenis dan jumlah makanan yang tepat untuk membantu proses pertumbuhan dan perkembangannya. Edukasi yang tepat dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan ibu dalam pemenuhan gizi anak sehingga dapat menurunkan angka tengkes.
Namun, diakui, tak mudah menanamkan pemahaman pentingnya makanan sehat pada anak. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menerapkan kebiasaan makan makanan bergizi kepada anak. Orangtua harus memahami terlebih dulu apa saja makanan bergizi untuk anak. Selanjutnya, orangtua harus mencontohkan dengan turut mengonsumsi makanan bergizi agar anak tahu cara menyantapnya.
”Oleh karena itu, literasi gizi tentang makanan yang baik untuk mencegah stunting sangat diperlukan bagi ibu untuk bisa diterapkan pada anaknya,” tutur Rindang.